Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Belajar Sukses dari Keberuntungan Aljazair Menjuarai Piala Afrika 2019

20 Juli 2019   14:43 Diperbarui: 20 Juli 2019   19:41 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan juara di International Kairo Stadium. (Foxsport.co.id)

Tidak ada yang tidak mungkin, itu adalah kalimat yang sering terdengar dan terbaca di tempat-tempat yang beraroma motivasi. Motivasi sering menjadi nilai krusial dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena, kehadirannya dapat menggugah kembali semangat kita untuk bangkit dari keterpurukan atau ketidakberuntungan.

Berbicara soal ketidakberuntungan, kita sudah biasa melihatnya (dan mengalaminya) di dalam praktik kehidupan sehari-hari. Ada yang gagal lolos SBMPTN, tes akademi militer, hingga yang paling parah tentunya adalah gagal naik kelas. Entah kelas di sekolah maupun kelas di ranah pekerjaan/profesi.

Hal ini juga dapat terjadi di bidang sepak bola. Tidak sedikit tim yang sudah berupaya bermain bagus dan terus menciptakan peluang, namun gagal menang. Ada pula yang memiliki sederet pemain berkualitas, namun gagal juara. Situasi yang tentunya sangat tidak diinginkan, namun pada kenyataannya acapkali terjadi.

Tidak hanya di level klub saja, di level timnas pun hal semacam ini dapat terjadi. Paling terbaru adalah final Piala Afrika 2019. Turnamen konfederasi yang digelar di tahun yang sama seperti Piala Amerika (Copa America/Conmebol) dan Piala Emas (Gold Cup/Concacaf) tersebut, sudah menuntaskan partai puncaknya dengan mempertemukan Senegal vs Aljazair (Algeria).

Kemenangan dan kekalahan jelas harus terjadi di laga ini. Begitu pula dengan adanya keberuntungan dan ketidakberuntungan yang menaungi kedua timnas tersebut. Hingga seperti yang kita ketahui, bahwa keberuntungan itu ternyata berpihak pada timnas Aljazair, sedangkan timnas Senegal harus rela menjadi runner-up.

Berbeda dengan final Copa America yang berhasil dimenangkan oleh tim yang mampu tampil lebih efektif dan cukup beruntung. Apalagi jika disandingkan dengan final Piala Dunia Wanita yang di sana justru lebih dekat dengan keniscayaan dibandingkan keberuntungan. Namun, di final Piala Afrika yang tahun ini digelar di negara Mohammed Salah itu justru melahirkan sang juara dengan berdasarkan keberuntungan.

Perayaan kelolosan Aljazair ke final. (Cnnindonesia.com)
Perayaan kelolosan Aljazair ke final. (Cnnindonesia.com)

Memang ada usaha, itu pasti. Namun dengan sedikit usaha (dibandingkan lawan), Aljazair mampu mengalahkan Senegal dengan modal gol cepat di menit pertama. Semakin terlihat beruntung, ketika gol itu lahir dengan "bantuan" Salif Sane (bek Senegal) yang bermaksud menutup ruang tembak Baghdad Bounedjah. Bola yang sudah dilepaskan striker Al Sadd itu ternyata sulit diprediksi arah jatuhnya, hingga membuat kiper Senegal pun tak berkutik.

Memang, bagi beberapa orang dapat berpikir bahwa mengapa Alfred Gomis tidak bergerak mengejar arah jatuhnya bola. Namun, bagi orang-orang yang pernah merasakan pengalaman bermain sepak bola (meski amatir/tarkam), tentunya dapat memaklumi apa yang dialami oleh kiper Senegal tersebut. Bagaimana?

Perlu diketahui, ketika seseorang bermain sepak bola, maka yang lebih banyak diandalkan dalam beraksi di atas lapangan adalah insting (hasil dari latihan). Yaitu, sudah adanya kebiasaan yang terlatih dan terekam di dalam kepala bagaimana cara seseorang untuk merespon situasi yang ada di lapangan. Apalagi jika itu adalah kiper, maka seorang kiper harus selalu siap untuk merespon secepat mungkin pergerakan bola.

Situasi ini jelas berbeda dengan pemain-pemain di posisi lain. Apalagi jika dibandingkan dengan pemain tengah yang sangat menuntut kecerdasan dalam melihat situasi permainan secara kompleks. Sedangkan seorang kiper lebih dituntut untuk mampu merespon cepat dibandingkan berpikir terlebih dahulu.

Hal ini sangat terlihat di momen tendangan itu terjadi. Kiper S.P.A.L itu sebenarnya sudah bergerak untuk mengantisipasi tendangan pemain Aljazair tersebut. Namun, yang diantisipasi adalah arah bola "pertama" (by shot) bukan arah bola "kedua" (deflected).

Selain itu, Gomis juga sudah berada di positioning yang tidak tepat. Dia terlihat berada sedikit ke depan karena (mungkin) dia menduga bola dapat di "jemput" jauh dari mistarnya. Namun, ternyata bolanya masih melambung dan jatuh menukik tepat beberapa sentimeter di depan mistar gawang.

Lalu, apakah ini salah Sane?

Tentu saja tidak. Karena, menutup ruang tembak adalah tugas penting seorang bek. Maka, Sane (sebenarnya) sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun, ketidakberuntungan "memayungi" dirinya, sehingga bola pentalan dari aksinya itu justru masuk ke gawangnya. Skor 1-0 tercipta untuk keunggulan Aljazair, dan Sadio Mane dkk berupaya keras untuk menyamakan kedudukan.

Berbagai upaya dan peluang dihasilkan oleh skuad Senegal. Namun, usaha itu seringkali menemui kebuntuan. Performa apik kiper Aljazair dan juga batalnya klaim penalti, membuat Senegal tidak mampu mengalahkan ketidakberuntungannya di final tersebut.

Statistik final Piala Afrika 2019. (Dokpri/Screenshots/Google/PialaAfrika)
Statistik final Piala Afrika 2019. (Dokpri/Screenshots/Google/PialaAfrika)

Sebaliknya, Riyad Mahrez dkk mampu merengkuh juara dengan keberuntungan yang besar. Meski, itu juga tak lepas dari usaha mempertahankan keunggulan mereka sepanjang pertandingan. Kemenangan ini pula menunjukkan kepada kita bahwa suatu keberhasilan tidak hanya berbicara soal usaha yang besar (terus-menerus), namun juga perlu adanya keberuntungan.

Tanpa keberuntungan, usaha hanya menjadi tabungan motivasi untuk tetap yakin bahwa esok masih ada kesempatan lagi. Sedangkan dengan keberuntungan, hari ini bisa menikmati keberhasilan, maka besok harus mampu mempertahankannya.

Artinya, suatu keberhasilan tidak hanya berbicara hari ini, namun juga hari esok. Karena, belum tentu keberuntungan kembali hadir. Bisa saja esok adalah waktunya orang lain yang menikmati keberuntungannya.

Hal ini juga berlaku untuk timnas Senegal. Meski mereka gagal juara tahun ini, tetap ada harapan jika di tahun-tahun berikutnya mereka akan lebih baik lagi. Sedangkan bagi skuad Aljazair, mereka harus kembali ke Bumi untuk dapat mempertahankan pondasi mereka agar kehebatan mereka tidak cepat luntur.

Selamat Aljazair! Semangat Senegal!

Tulungagung, 20 Juli 2019
Deddy Husein S.

Beritanya: Foxsports.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun