Ketika membaca judul artikel ini, mungkin bagi beberapa orang akan berpikir tentang keadaan Indonesia. Namun, tulisan ini berusaha untuk tidak mengarah pada skala besar seperti Indonesia.
Tulisan ini tidak menyasar pada perekonomian skala makro, melainkan hanya berangkat pada realitas dalam bentuk kecil. Biasanya yang menjadi pengamatan adalah daerah terdekat dan melalui pencerminan yang terjadi di dalam rumah masing-masing (termasuk di rumah penulis).
Tentunya tidak dipungkiri bahwa tulisan ini juga dilandasi oleh pengalaman dari waktu ke waktu yang kemudian mampu menggiring pemikiran tentang perbandingan antara kehidupan di beberapa waktu lalu menuju ke waktu sekarang.
Contoh paling mendasar adalah kehidupan di masa lalu, tidak semua rumah memiliki telepon dan komputer. Namun, di kehidupan masa kini, hampir semua rumah memiliki telepon seluler (ponsel) dan setidaknya satu personal computer (pc) atau juga dapat berupa gadget yang disebut laptop/notebook.
Dari contoh itulah pembahasan ini akan semakin menuju pada pokok persoalannya, yaitu penilaian terhadap kehidupan yang serba kekurangan.
Tidak perlu membandingkan kehidupan kita detik ini dengan 10-20 tahun lalu. Namun cukup dengan membandingkan kehidupan kita masing-masing antara detik ini dengan maksimal 5 tahun yang lalu. Bahkan boleh lebih pendek dari itu, misalnya dengan tahun lalu atau dua tahun lalu. Kira-kira, apakah ada perbedaan atau tidak?
Idealnya ada perbedaan, meskipun tidak banyak. Karena, manusia seyogianya selalu berupaya untuk terus melangkah ke depan, tidak sekadar jalan di tempat, apalagi hanya terus duduk dan tak melakukan apa-apa. Apalagi dewasa ini, kita sudah bisa melakukan banyak hal dengan modal duduk saja. Betul?
Contoh pembanding selain kepemilikan gadget (ponsel dan pc) adalah kepemilikan kendaraan pribadi. Hampir setiap rumah memiliki minimal satu kendaraan. Bahkan kendaraan paling standar untuk dimiliki adalah sepeda motor. Mungkin hanya beberapa saja yang hanya memiliki sepeda kayuh. Namun, hampir semua (per KK) memiliki minimal satu sepeda motor.
Contoh pembanding lainnya adalah jumlah alumni perguruan tinggi yang semakin meningkat, meski level perekonomian masyarakat Indonesia tidak semuanya berada di level menengah-atas. Namun, dengan melihat jumlah alumni perguruan tinggi yang sudah banyak, maka itu sudah dapat menunjukkan bahwa per KK juga tidak hanya mampu memiliki peningkatan pada harta benda namun juga mutu terhadap sumber daya manusianya.
Tidak perlu terlalu idealis dengan menyatakan bahwa tidak semua alumni perguruan tinggi itu kurang kompeten. Namun, kita sebut saja jika semua alumni perguruan tinggi itu adalah orang-orang yang berkompeten. Maka, apa yang terjadi?