Mungkin ada orang-orang yang menjadi pengagum seorang penulis. Lalu, ada pula yang mencoba membandingkan kehidupan penulis dengan sesama figur yang mudah dikagumi seperti penyanyi, guru, aktor/aktris, atau malah disandingkan dengan figur-figur yang sedang memuncak di masa kini seperti youtuber ataupun selebgram.
Di masa lalu, menjadi youtuber dan selebgram tentunya tidak pernah terpikirkan oleh masyarakat Indonesia. Atau paling mentok mungkin menjadi pemilik laman fanspage di media sosial seperti Facebook dan Twitter. Berbeda dengan menjadi penulis. Karena, dari masa ke masa menjadi penulis sudah merupakan hal yang biasa.
Jika dilihat dari sudut pandang orang lain, menjadi seorang penulis akan menjadi suatu pekerjaan yang menarik dan dianggap gampang-gampang susah. Bagi beberapa orang bahkan lebih menginginkan untuk menjadi penulis dibandingkan menjadi profesional yang lain. Namun, benarkah menjadi penulis itu lebih menarik dan menyenangkan?
Semua bidang memiliki kesulitan dan kemudahannya masing-masing.
Menilai seorang penulis lebih mudah pekerjaannya, tidak sepenuhnya salah. Namun, jika penilaian ini menjadi pembanding terhadap tingkat kemudahan dan kesulitan antar masing-masing profesional, maka, ini dapat disebut tidak adil. Karena, masing-masing profesional memiliki levelnya tersendiri. Meski, sebenarnya semuanya sama, bahwa apapun bidang yang diambil oleh masing-masing individu, di situ juga pasti ada tiga "kotak". Ada low, medium, dan high.
Seorang penulis dapat dianggap gampang pekerjaannya ketika kotak yang ditempati adalah yang low. Begitu pula jika dilihat dari seorang polisi yang juga dapat dianggap lebih mudah, karena ditempatkan pada level low. Namun, apakah mereka semua akan tetap bertahan di kotak yang sama dalam waktu yang berbeda?
Setiap penulis pasti ingin mencapai target yang seiring berjalannya waktu akan terus berubah. Begitu pula jika itu dihadapkan pada seorang dokter. Maka dirinya juga akan menempuh tahap yang berbeda dalam menangani pasien. Dari perubahan level itu pada akhirnya juga akan merubah tingkat kesulitan di masing-masing profesi.
Perbandingan selalu dilakukan antar masing-masing bidang profesional.
Ketika setiap orang memiliki kegiatan dan status yang berbeda, biasanya mereka akan saling menilai dan mengagumi serta ingin tahu tentang seluk-beluk masing-masing. Termasuk adanya keingintahuan tentang kehidupan atau aktivitas keseharian penulis.
Kira-kira bagaimana kesehariannya seorang penulis? Apakah sama dengan profesional yang lain?
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam 24 jam terbagi ke 4 waktu. Yaitu, pagi, siang, sore, dan malam. Di luar dari aktivitas yang sama, seperti sarapan, makan, mandi, dan tidur, akan dibahas lebih detil dibandingkan aktivitas tersebut.
Membaca adalah pekerjaan penulis.
Dari pagi, seorang penulis sangat wajib untuk menghabiskan minimal 1 jam untuk membaca. Entah membaca buku, berita, atau dapat digantikan dengan aktivitas menonton tv dengan mencari berita terbaru. Mengapa harus membaca?
Karena, sebagai penulis, membaca adalah pekerjaan wajib bagi penulis selain menulis. Tanpa membaca, seorang penulis akan kesulitan untuk membangun ide dan mengelola idenya menjadi kerangka tulisan. Apalagi langsung menuliskannya. Jadi, membaca itu penting dan sangat disarankan untuk melakukannya di pagi hari.
Segera menulis sebelum ide itu menyublim.
Saat menjelang siang, seorang penulis sudah dapat membangun tulisan. Bahkan jika sudah siap untuk menuliskannya secara utuh, maka aktivitas menulis dapat segera dilakukan. Artinya, aktivitas menulis dapat menyesuaikan pada tingkat kesiapan dari penulis terhadap ide yang sudah dia dapatkan saat pagi tadi.
Di siang hari, idealnya menulis sudah dapat dilakukan. Selain untuk melawan rasa kantuk, menulis di siang hari juga untuk memanfaatkan energi yang dimiliki pasca makan siang. Selain itu, semakin awal kita menulis, maka akan lebih cepat pula rentang waktu yang diperlukan untuk mengunggah hasil tulisan tersebut -bagi penulis online.
Meluangkan waktu untuk berinteraksi dan beristirahat.
Di sore hari, aktivitas seorang penulis dapat diisi dengan mengunggah hasil tulisan serta menjadikan momen pasca publikasi adalah untuk waktu bersantai. Sehingga, pasca mengunggah hasil tulisan, biasanya seorang penulis akan meluangkan waktunya sejenak untuk berinteraksi dengan rekan sesama penulis maupun dengan pembacanya. Interaksi sangat penting bagi seorang penulis. Sehingga, penulis pasti akan memasukkan aktivitas berinteraksi ke dalam rutinitasnya sehari-hari.
Di malam hari, seorang penulis juga dapat mengunggah tulisan, mencari bahan tulisan, dan juga berinteraksi dengan rekan-rekan. Selain itu, waktu malam hari memang sangat tepat untuk bersantai meski harus tetap menjaga ritme dalam menulis. Biasanya, ketika sudah menghasilkan tulisan, seorang penulis pasti akan meluangkan waktunya untuk bersantai. Karena, tidak mungkin terus-menerus memeras otak untuk menghasilkan tulisan secara terus-menerus. Istirahat itu penting juga bagi seorang penulis.
Selain itu, adanya waktu berinteraksi di malam hari akan muncul kemungkinan adanya informasi baru dan pembangunan ide. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi penulis tersebut untuk mencari ide yang dapat dituliskan keesokan harinya.
Semakin cepat dan banyak ide yang didapatkan, akan mempengaruhi jumlah tulisan yang akan dihasilkan keesokan hari. Jadi, tidak harus selalu mengandalkan pagi hari dalam mencari ide, namun mencari ide di malam hari juga tidak masalah. Asalkan ide itu sudah masuk ke dalam draft. Sehingga, tidak hilang ditelan mimpi saat tidur (hehehe).
Namun, apakah semua penulis dapat memanfaatkan 4 waktu itu dalam 24 jam?
Mungkin iya dan mungkin tidak. Karena, ini akan tergantung pada status penulisnya dan jenis karya tulis yang dihasilkannya. Jika statusnya sebagai penulis profesional, maka, dia akan memiliki rutinitas yang lebih formal dan terstruktur dibandingkan status penulis yang mengatasnamakan kegemaran ataupun penulis sampingan.Â
Jika penulisnya berkedok gemar menulis, maka hampir di seluruh waktu yang dimiliki akan berkaitan erat dengan aktivitas menulis. Hampir mirip dengan penulis profesional, namun mereka lebih fleksibel.Â
Berbeda dengan yang sampingan. Karena, penulis tersebut pasti memiliki prioritas lain yang harus dikedepankan dibandingkan menulis. Sehingga tidak di seluruh waktu, penulis itu akan mengerahkan tenaganya untuk tulis-menulis.
Lalu, apakah seorang penulis selalu melakukan aktivitas menulis di setiap hari?
Jika pertanyaan ini diarahkan ke penulis (artikel ini) maka jawabannya adalah iya. Namun, tidak semua tulisan itu dipublikasikan (di Kompasiana/blog/tempat serupa). Karena, seorang penulis itu juga perlu tahu tulisan apa yang dapat dibaca secara luas dan tulisan apa yang mungkin sedikit rahasia atau lebih tepat dibaca oleh orang-orang terdekat saja (mis. anak, istri, dan orangtua).
Menjadi penulis harus selektif.
Memperhatikan penting atau tidaknya tulisan itu diunggah harus dilakukan oleh seorang penulis. Karena, dengan begitu, seorang penulis tidak hanya menunjukkan kemampuannya dalam menulis, namun juga menunjukkan kemampuannya dalam memilah-pilah tulisannya berdasarkan ruang, waktu, dan kualitas.
Namun, tidak semua penulis harus melakukan ini. Karena, biasanya hal seperti ini juga dilakukan berdasarkan pengalaman dan karakter masing-masing penulisnya. Sehingga, tetap sah-sah saja jika ada banyak tulisan yang terunggah di ruang publik berdasarkan curahan isi hati. Karena, jika memang itu yang ingin dilakukan (oleh penulisnya), tentu saja tidak masalah.
Dari sini, kira-kira apakah menjadi penulis itu menarik? Atau jangan-jangan malah terlihat kurang seru?
Ngomong-ngomong, menjadi penulis tidak setiap hari hanya berkutat pada buku, laptop, dan kacamata. Menjadi penulis juga dapat diselingi dengan aktivitas berlibur, menonton film, mendengarkan musik dan bernyanyi sesuka hati. Jadi, apakah sudah bulat tekadnya untuk jadi penulis?
Tulungagung, 7-9 Juli 2019
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H