Maka, yang terjadi adalah tiga bek ini bermain seolah sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang jelas ditambah pula dengan minimnya back-up yang kuat dari lini tengah. Maka yang terjadi adalah kegugupan di lini pertahanan dan kemudian membuat kesalahan-kesalahan sendiri yang dapat dimanfaatkan oleh lawan.
Ini yang tidak boleh terjadi di laga menjamu Vanuatu nanti. Timnas harus meminimalisir kesalahan baik secara tim maupun individu. Selain itu, dengan formasi empat bek maka permainan bertahan Indonesia akan lebih lebih jelas tentang siapa akan menjaga siapa dan juga bagaimana caranya untuk menerapkan strategi off-side.
Strategi off-side itu perlu diperagakan tim yang diunggulkan. Karena mereka akan menaikkan garis pertahanannya. Namun, hal ini akan sedikit sulit dilakukan jika mereka menggunakan tiga bek. Mengapa?
Karena, dengan tiga bek, maka ada satu bek yang biasanya akan sangat fokus menjaga seorang penyerang yang dibiarkan sendirian di depan oleh tim yang dipaksa total bertahan. Inilah yang membedakan dengan formasi empat bek yang memberikan kesempatan dua bek untuk tetap awas dalam mengawasi zona (posisinya dan posisi antar rekannya) dan pemain lawan secara bersamaan.
Sedangkan untuk tiga bek, kasus yang sering terjadi adalah dua bek yang ada di masing-masing sisi akan lebih fokus mengawasi area flank yang biasanya akan dimasuki oleh pemain lawan. Ketika area flank ini jebol, maka koordinasi tiga bek ini pecah. Selain itu, formasi tiga bek ini sangat riskan ditaklukkan dengan serangan balik cepat. Maka, pilihan formasi ini harus dipertimbangkan oleh tim kepelatihan timnas dan McMenemy.
Lalu bagaimana dengan formasi tengah dan depan?
Untuk dua lini tersebut, McMenemy tidak begitu memiliki permasalahan. Pilihan pemainnya sudah cukup tepat. Hanya, timnas tidak memiliki sosok tangguh di gelandang bertahan (DMF). Zulfiandi memang kembali dipanggil memperkuat timnas. Namun, sosoknya tidak seperti gelandang bertahan milik Madura United, Asep Berlian.
Timnas perlu ada pemain bertipikal lugas dalam membantu pertahanan selain bek tengah. Karena itu akan membantu beban Evan Dimas dan pemain-pemain tengah lainnya untuk lebih berpikir bagaimana cara untuk membangun serangan dibandingkan berpikir bagaimana cara untuk menggalang pertahanan kokoh. Jika timnas memiliki gelandang pekerja keras seperti Asep Berlian, mungkin di lini tengah timnas Indonesia akan seimbang.
Zulfiandi memang bagus dan lebih elegan sebagai gelandang bertahan. Namun, bersama tim yang tidak sepenuhnya mampu menguasai permainan, maka peran Zulfiandi harus rela ditepikan sejenak. Memang, untuk melawan Vanuatu, Zulfiandi harus dimainkan. Karena timnas Indonesia diprediksi mampu mendominasi permainan.
Namun, jika bermain melawan tim yang lebih kuat, maka Zulfiandi harus ditepikan dan digantikan pemain tengah lain yang lebih berani mengambil resiko namun juga cerdas dalam mengambil resiko tersebut. Jika sedikit mengambil contoh, maka timnas Indonesia diibaratkan seperti timnas Spanyol dengan keberadaan Sergio Busquets. Kinerja Sergio Busquets dibandingkan dengan gelandang bertahan lainnya seperti N'Golo Kante, akan terlihat berbeda. Karena, Kante (walau bertubuh lebih kecil) lebih cerdas dalam membantu pertahanan dibandingkan Sergio yang hanya sesekali melakukan aksi 'bersih-bersih'.
Hal ini dapat terjadi karena setiap pertandingan yang dilakoni timnas Spanyol, mereka pasti akan diunggulkan dalam hal penguasaan bola. Itulah yang membuat peran Sergio lebih dibutuhkan dibandingkan gelandang bertahan lainnya. Karena, Sergio tak hanya mampu berduel di lini tengah namun juga mampu membantu pemain kreatif di lini tengah timnas Spanyol.