Ini adalah kegiatan yang paling menarik bagi saya ketika berada di momen Lebaran. Karena, saat adanya halal bihalal di pendopo tersebut, saya dan warga Tulungagung lainnya dapat berjumpa dan berjabat tangan dengan orang-orang yang berperan penting terhadap kehidupan kabupaten ini. Salah satunya adalah dengan bupatinya.
Di area pendopo tersebut juga terdapat rumah dinas untuk bupatinya. Sehingga, akan cukup jarang bagi orang-orang biasa untuk dapat sekadar masuk ke area pendopo, jika tidak ada kaitannya dengan kegiatan yang diadakan oleh pihak pemerintah kabupaten. Beruntungnya pendopo Tulungagung ini selalu mengadakan halal bihalal ketika selesai shalat Id. Tepatnya acara ini dimulai pukul 8 pagi sampai selesai.
Setiap tahunnya, saya hampir selalu datang ke acara open house tersebut. Hanya di beberapa momen saja, saya pernah tidak dapat hadir. Ada yang dikarenakan telat mudik, ataupun juga karena sedang ada kegiatan lain pasca orang-orang 'turun' dari masjid. Beruntungnya, tahun ini saya dapat kembali menjalankan 'ritual' tersebut.
Meski tidak dapat bertemu dengan bupatinya melainkan dengan plt (pengambil alih tugas) bupatinya. Yaitu, Maryoto Birowo. Sosok yang saya ketahui selama masih bersekolah adalah orang yang sangat mudah ditemukan namanya di surat-surat ataupun hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan di Tulungagung. Seingat saya, beliau saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Tulungagung.
Lalu, saat halal bihalal seperti ini, saya juga akan melihat banyak makanan. Ketika masih kecil, saya juga awalnya kaget ketika melihat ada banyak makanan yang disajikan---dengan model prasmanan. Maklum, karena saya belum pernah melihat model prasmanan waktu itu. Karena, biasanya di setiap hajatan---pernikahan---yang ada di kampung, model penyajian makanannya adalah sudah siap santap. Sehingga, tidak seperti di halal bihalal ini---yang sebenarnya sudah biasa diadakan di pernikahan yang dihelat di hotel ataupun aula-aula umum.
Saya pada saat masih kecil juga sempat mendapatkan THR yang dibagikan untuk anak-anak kecil khususnya yang yatim. Kebetulan saat itu, saya mendapatkannya meski orang yang memberikan sempat bertanya pada orang di belakang saya---memastikan apakah saya masih SD. Secara perawakan badan, saya waktu itu masih bisa disebut anak SD karena berperawakan kecil (pendek). Namun, karena saya (mungkin) terlihat kalem, tenang, ataupun tidak berjingkrakan seperti anak-anak SD pada umumnya, maka saya diragukan masih SD.
Saya sudah lupa berapa nominal yang dibagikan di dalam amplop putih kecil saat itu. Namun, saya lebih merasa beruntung karena waktu itu di kampung saya, (sepertinya) hanya saya yang mendapatkannya. Sehingga, tidak hanya kenyang, saya juga bakal dapat membeli jajan selepas hari raya (hehehe).