"Aku tak percaya!"
"Komandanmu akan percaya!"
"Kau hanya kapten! Tidak ada yang dapat kau perbuat selain menjadi jongos komandanmu!"
"Ada pesan untuk komandanmu. Penting dan ini masih dalam jalur diplomasi, tak kurang tak lebih!"
Orang itu mulai goyah. Dia terlihat berpikir. Sampai kemudian dia meloloskan niatku untuk bertemu dengan komandannya. Aku bahagia. Mataku terus fokus menghadap ke depan dengan keyakinan tinggi bahwa nanti akan berhasil. Termasuk berhasil untuk berkemas dari negeri ini dan pulang. Mama, sebentar lagi, tunggulah!
Aku telah sampai di depan gerbang benteng mereka. Cukup lama untuk menunggu gerbang itu terbuka lebar. Aku masuk ke benteng mereka dan mereka menyambutku dengan tatapan penuh curiga. Sampai akhirnya, aku benar-benar bertemu dengan komandan mereka.
"Sungguh besar nyalimu Kapten Samuel! Seharusnya, kaulah yang menjadi komandan pasukan perdamaian itu. Seandainya kau yang jadi, maka, mungkin aku akan mendengarkan pesanmu untuk tak menyerang mereka, hahaha..." sekilas, dia terlihat ramah, namun aku tahu jika itu hanya basa-basi. Aku duduk setelah dipersilakan.
"Apa pesanmu?"
Aku memberinya selembar kertas. Dia tertawa melihatnya. "Zaman sudah maju, namun kau masih menyukai metode surat-menyurat. Sungguh, pribadi yang mulia, kau ini! Seharusnya kau ada di sisiku dari dulu, kapten. Hahaha..." Dia menerima surat itu dan membacanya.
Cukup unik melihat dirinya membaca surat itu dengan sangat serius. Itu artinya, di balik cara berbicaranya yang terkesan angkuh, dia tidak meremehkan pesan itu dan dia juga sepertinya memiliki pribadi yang detil. "Baiklah! Aku akan mundur. Tapi, aku ingin jaminan darimu, kapten!"
"Apa itu?"