Setelah membahas poin kedua yang cukup panjang ini, kita dapat beralih ke poin ketiga. Di poin ketiga ini, penulis menganggap event SamberTHR adalah kawah candradimuka sederhana yang dapat memberikan bayangan bagi para penulis tentang tanggung jawab. Di dalam segi kehidupan, tanggung jawab adalah perihal yang teramat krusial. Karena, kematangan seseorang akan dapat dinilai dari bagaimana upayanya menunaikan tanggung jawabnya. Dalam hal ini adalah tanggung jawab sebagai penulis.
Secara pribadi, tanggung jawab itu adalah hal yang sangat berat di dalam kehidupan ini dibandingkan tidak punya pacar ataupun tidak makan nasi seharian. Maka dari itu, menjadi penulis juga bukanlah hal yang mudah untuk menunaikan tanggung jawabnya sebagai penulis. Yaitu, terus menulis meski terkadang berada di situasi yang tak cukup mendukung terhadap upaya menulis.
Bahkan secara pribadi, penulis terkadang juga tidak memiliki gambaran apapun tentang apa yang ditulis sebelum pada akhirnya bertekad untuk menuliskannya sebisa tangan dan kepala untuk sinkron. Lagi-lagi tentang kontrol dan itu adalah kunci penting saat sebagai penulis harus menunaikan tanggung jawabnya sebagai penulis. Yaitu mengontrol. Apapun. Entah mengontrol waktu, mengontrol pikiran, bahkan juga mengontrol emosi.
Karena, emosi juga dapat terpengaruh ketika konten yang ditulis mengandung unsur privat dan biasanya itu harus sedikit disingkirkan demi tulisan yang masih dapat dibaca dan dipikirkan secara objektif (dapat diterima orang lain). Hal ini tentu perlu diperhatikan tentunya di samping upaya meningkatkan kuantitas tulisan.
Meningkatkan kuantitas tulisan rupanya menjadi poin keempat yang menarik untuk disertakan di ulasan tentang event ini. Karena, bukan rahasia lagi jika menulis di event SamberTHR ini artinya akan berupaya meningkatkan jumlah artikel dalam sebulan. Secara pribadi, hal ini dirasakan pula oleh penulis. Karena dengan mengikuti event ini, selama bulan Mei, sudah dapat dipastikan bahwa jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan rata-rata artikel yang dihasilkan selama sebulan.
Jika dihitung secara kasar, penulis memiliki rata-rata per bulannya adalah 18 artikel. Hitungan ini hanya berlaku sejak November tahun lalu (2018) sampai bulan April. Ini memang hitungan rata-rata. Karena, terkadang dalam satu bulan ada yang hanya 10 artikel atau mungkin tak sampai. Sehingga 'ditebus' dengan bulan lainnya.
Bagi penulis, hal ini wajar. Karena, sebagai penulis yang 'pemilih' akan sukar untuk setiap hari menulis (dan mengunggahnya) di Kompasiana jika tulisan itu tidak relevan ataupun tidak menarik perhatian bagi penulis (apalagi pembacanya). Namun, dengan event SamberTHR ini, penulis diajarkan pada upaya untuk tak pilih-pilih.
Di sini kemudian penulis menyebutnya ke dalam poin kelima sebagai upaya untuk belajar menjadi profesional dalam menulis. Profesional di sini bukan pada status sebagai penulis bayaran (diikat kontrak), namun lebih pada perlakuan terhadap kegiatan menulis ini yang dilakukan secara profesional.
Jika orang yang bekerja sebagai penulis cerpen, setiap harinya harus menghasilkan minimal satu judul cerpen. Maka, begitu pula yang terjadi pada para penulis di Kompasiana yang mengikuti event SamberTHR ini. Mereka juga akan sedikit dituntut untuk profesional. Artinya, setiap hari harus menulis. Bahkan, kondisi sakit (jangan sampai meninggal) itu sudah mendekatkan pada peluang untuk tidak lagi mampu menjadi profesional sebagai orang yang menyatakan dirinya suka menulis.
Artinya, di sini kita dikenalkan pada upaya untuk tetap menulis, meskipun Anda tidak menyukai, menguasai, bahkan mengenali objek konten yang ditawarkan oleh Kompasiana. Dari sini, Anda bisa meraba-raba tentang peluang Anda masing-masing apakah sudah mulai layak disebut penulis profesional atau tidak dari contoh kecil melalui event ini.
Itulah yang penulis rasakan secara pribadi dan membuat penulis dari hari ke hari semakin percaya diri untuk dapat menulis secara berkelanjutan. Stress pasti, namun, ketika Anda menjadikan ini sebagai hiburan dan latihan untuk mengasah kemampuan, maka Anda akan merasakan bahwa ini bukan lagi sebuah beban, melainkan keniscayaan.
Memang terlihat mengerikan ketika seorang penulis harus selalu menulis dan mengunggahnya setiap hari. Karena, penulis secara pribadi juga (biasanya) tidak mampu melakukannya. Menulis setiap hari iya, namun, tidak semua tulisan tersebut diunggah. Karena, penulis bukan tipikal penulis yang suka mengecewakan pembacanya karena tulisannya kurang menarik tapi tetap dipertahankan, alias ngotot dengan gaya penulisan yang terkadang dapat mengganggu proses literasi pembaca.
Syukur-syukur kalau memang sudah mendapatkan apresiasi pertemanan dan fanatisasi dari sesama penulis Kompasiana. Namun jika tidak, maka akan sulit untuk mengembangkan kualitas penulisannya. Di sinilah letak pentingnya dari keberadaan event ini. Yaitu, tak hanya pada peningkatan kuantitas, namun juga peningkatan kualitas.