Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Inilah yang Bagus Dilakukan Ketika Emosi Muncul Kala Ramadan

26 Mei 2019   20:41 Diperbarui: 26 Mei 2019   20:50 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Push-up. (Blog.fitbit.com)

Tentunya artikel yang membahas tentang kiat menahan emosi sudah banyak bertebaran. Dari yang bernafaskan religi, psikologi, biologi, dan lainnya. Namun, bagaimana dengan emosi itu? Apakah dapat pergi atau tetap ada?

Jawabannya jelas tetap ada. Karena emosi adalah bagian dari berkah manusia yang disebut perasaan. Jika Anda memiliki perasaan, maka Anda juga punya emosi. Terlepas dari bentuknya negatif atau positif, situasilah yang akan menentukannya.

Dewasa ini menyebut istilah emosi cenderung ke bentuk marah. Padahal tertawa terbahak-bahak dan menangis terharu itu juga emosi. Inilah yang sebenarnya perlu sedikit dimengerti. Agar tidak terlalu mengarahkan emosi (emotion) adalah marah (angry). Karena marah adalah salah satu bentuk atau tindakan dari emosi. Sedangkan emosi adalah ungkapan---verbal, ekspresi, ataupun gestur---yang muncul ketika perasaan muncul dan tak terbendung (tidak tertahan) lagi.

Maka dari itu menahan emosi tidak hanya berlaku untuk mencegah kemarahan namun juga mencegah adanya bentuk keluapan perasaan yang berlebihan, apapun itu. Termasuk tertawa terbahak-bahak (karena kegembiraan yang besar). Hal ini juga dapat membuat orang lain tersinggung dan terusik ketika ada orang yang tertawa terbahak-bahak ketika di dalam tempat yang sama tidak terisi satu situasi yang sama---orang lain tidak merasakan kegembiraan yang serupa.

Dewasa ini, kita mengetahui istilah menahan emosi akan cenderung identik dengan kegiatan berpuasa di kala Ramadan bagi kaum muslim. Karena di dalam praktik berpuasa, nyatanya kita tidak hanya berbicara soal menahan lapar dan dahaga, namun juga menahan nafsu yang salah satunya adalah emosi (negatif). Yaitu amarah. Maka dari itu, di artikel ini kita akan berfokus pada tindakan ataupun juga yang disebut dengan perasaan marah.

Tentunya kita sudah mengetahui bahwa berpuasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga namun juga amarah (sering disebut emosi). Namun, di sini kita tidak akan menemukan trik maupun tulisan tentang keagamaan. Karena, sudah banyak yang tahu ajaran agama dalam hal menahan amarah dan berperilaku sabar. Meski demikian, ada pertanyaan yang mendasari penulisan artikel ini. Yaitu, benarkah manusia mampu melakukannya (menahan marah/bersabar) dengan baik?

Terlepas dari agama yang kita anut masing-masing, sebenarnya marah bukanlah hal yang baik. Namun, marah juga tidak akan pernah terlepas dari segala tindak-tanduk kita. Karena marah juga merupakan hal yang manusiawi, seperti yang diungkap di awal tulisan ini---marah bagian dari adanya perasaan. Jadi, apa yang harus kita lakukan ketika merasakan kemarahan dan sulit untuk membendungnya?

Menurut penulis, menahan marah dan berpikir positif (seolah-olah sabar) tanpa melakukan apapun itu sama saja hanya menunda kemarahan kita. Sedangkan di sisi lain, kita terkadang tidak bisa melupakan permasalahan tersebut ketika sewaktu-waktu---tanpa kita inginkan---kita dapat kembali menemukan situasi yang sama. Artinya, tindakan bersabar itu juga akan berbahaya jika tidak diiringi dengan melakukan hal yang lain.

Maka dari itu, mengalihkan emosi adalah sesuatu yang cukup tepat selain mengelus dada dan berujar di dalam hati "Orang sabar akan disayang Tuhan". Hal ini cenderung tidak menyelesaikan masalah bagi beberapa orang yang memiliki traumatik tertentu dan tak kunjung sembuh, apalagi jika tak ada orang lain yang mengetahui kenahasan tersebut.

Sehingga mengalihkan emosi dapat dilakukan dan bahkan menjadi pilihan yang tepat untuk kita yang sedang mengalami kemarahan. Namun, tentunya harus menentukan pula tindakan pengalihan yang tepat untuk dilakukan---tidak menimbulkan permasalahan yang lain. Karena, tidak semua tindakan pengalihan tersebut dapat disebut positif.

Di sini, penulis menyebut satu tindakan yang dapat dijadikan pilihan utama ketika mengalami kenaikan emosi khususnya marah. Yaitu, berolahraga.

Olahraga adalah pilihan yang tepat karena energi dan pikiran Anda akan tersalurkan dalam praktik tersebut. Tidak perlu berolahraga yang terlampau berat jika Anda hidup sendiri (sedang merantau) ataupun tidak memiliki pengalaman banyak dalam berolahraga. Cukup dengan melakukan lari santai, lari di tempat, atau melakukan gerakan-gerakan yang sudah cukup susah untuk Anda lakukan. Seperti push-up, sit-up, atau squat (tanpa jump) juga dapat Anda lakukan. Tentunya, hal ini dapat Anda lakukan jika Anda berani menantang diri Anda sendiri untuk melakukannya.

Ilustrasi lari santai (jogging). (CentraInews.co.id)
Ilustrasi lari santai (jogging). (CentraInews.co.id)
Memang tidak semua orang yang berusia 20-an sampai 30-an tahun dapat melakukan push-up sampai 100 kali. Maka dari itu, lakukan saja olahraga sederhana itu dengan upaya yang nyaris di atas batas Anda. Misalnya, jika Anda paling mampu melakukan push-up atau sit-up sebanyak 10 kali, maka, lakukan push-up sampai 15/20 kali ketika Anda sedang emosi. 

Tentunya, lakukan push-up dengan aturan yang benar. Yaitu dengan menerapkan repetisi dan set. Artinya, Anda harus hitung dan lakukan penjedaan, lalu lanjutkan lagi. Lakukan itu, sampai Anda menempuh batas paling maksimal.

Push-up. (Blog.fitbit.com)
Push-up. (Blog.fitbit.com)
Mengapa hal ini sebaiknya Anda lakukan?
Karena, ketika Anda berada di upaya melebihi batas Anda, maka Anda sudah menandingi apa yang juga dilakukan oleh emosi tersebut. Emosi yang meluap juga melakukan hal yang sama terhadap pikiran kita maupun perasaan kita. Sehingga, ketika Anda merasa akan 'dikalahkan' oleh emosi, maka, 'kalahkan' tubuh Anda, maka emosi itu juga akan kalah. Karena, dalam berolahraga ini, kita tidak hanya menggerakkan badan namun juga mengerahkan pikiran kita untuk dapat melakukan gerakan olahraga tersebut dengan baik. Artinya, berolahraga akan mengalihkan pikiran kita dari permasalahan yang membuat Anda emosi ke arah bagaimana Anda dapat melakukan olahraga dengan baik.

Squat. (Experiencelife.com)
Squat. (Experiencelife.com)
Ada alasan lainnya mengapa berolahraga adalah pilihan yang bagus untuk mengalihkan emosi. Yaitu, keduanya sama-sama membutuhkan energi untuk mewujudkannya menjadi tindakan. Maka, daripada Anda mengeluarkannya untuk membanting barang dan memukul orang lain, akan lebih baik jika Anda gunakan energi tersebut untuk berolahraga.


Keduanya akan sama-sama memacu kinerja jantung lebih banyak dari biasanya namun keduanya memberikan efek yang berbeda. Emosi yang berlebihan dapat menyebabkan tensi naik, sedangkan olahraga yang sesuai dengan kemampuan Anda akan menyebabkan Anda (hanya) lelah dan dapat tidur nyenyak.

Di sinilah kemudian, kita sampai pada manfaat lainnya dari olahraga. Yaitu, Anda akan mendapatkan peluang untuk tidur lebih nyenyak dari biasanya. Karena efek lelah itu akan mendorong otak untuk segera recovery dan biasanya orang yang bangun tidur akan lebih segar serta bisa kembali normal tanpa emosi lagi.

Bagaimana?
Berani berolahraga ketika sedang marah?

Tulungagung, 26 Mei 2019
Deddy Husein S.

Salah satu bacaan tentang emosi (klik tulisan birunya).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun