Mungkin terdengar pragmatis dan mendekati pemikiran fungsionalisme*, ketika membaca judul yang demikian. Namun, pada kenyataannya, kejahatan memang dilakukan oleh manusia. Bukan alien, alih-alih setan. Secara kasat mata, logika, ataupun rasionalitas akal sehat manusia, menyatakan bahwa kejahatan dilakukan oleh manusia.
Di sini tidak berupaya mengungkap argumentasi siapa yang benar dan salah. Namun, ini hanya bagian dari mengingatkan kembali bahwa manusia adalah makhluk cerdas. Kecerdasan itu dimiliki untuk bertahan hidup dari dahulu kala sampai saat ini. Untuk itulah, muncul teori evolusi manusia.
Teori itu tidak hanya hadir untuk mengungkap perubahan fisik manusia, namun juga perubahan kecerdasan yang diwujudkan dengan pola hidup yang berubah. Tidak hanya berhenti pada perubahan, kehidupan manusia pada dewasa ini juga mengalami perkembangan. Bahkan semakin pesat seiring dengan kecerdasan manusia yang mampu menciptakan beragam teknologi---penunjang kehidupan.
Manusia terus hidup, terlepas dari agama apa yang dianut, manusia tetap hidup dan berupaya untuk mempertahankan diri. Tidak hanya tentang individu namun juga kelompok dan masyarakat. Upaya mempertahankan diri tersebut juga pada akhirnya merujuk pada tindakan yang dapat menuai pro dan kontra. Tergantung pada sudut pandang siapa, kita menilainya.
Lalu, bagaimana ketika masyarakat sedang menunaikan ibadah puasa? Apakah kejahatan akan berkurang?
Kejahatan mungkin berkurang, namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Karena, kejahatan ada karena ada manusia---dimulai dari keberadaan individu.
Tanpa membicarakan soal agama, manusia hidup seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Itu adalah sedikit hakikat untuk mengungkap manusia---tanpa menilai dari agamanya. Sekali lagi, itu adalah manusia. Sebelum membicarakan tentang lingkup masyarakat, maka, suatu tindakan biasanya diinisiasi oleh manusia---individu. Individu yang memiliki modal pengetahuan, kekuasaan, lalu akan memiliki modal sosial.
Sebenarnya suatu hal yang terwujudkan juga dapat dilakukan berdasarkan inisiasi kelompok. Namun, jika melihat pada praktiknya, dewasa ini, setiap tindakan masif biasanya perlu dicetuskan oleh seseorang yang memiliki gagasan dan kemudian disetujui oleh orang lain yang sepemikiran. Sampai pada tahap selanjutnya adalah perwujudan yang kemudian kian membesar ketika terdapat banyak orang telah mengikuti tindakan tersebut.
Konsep ini juga berlaku pada tindakan kejahatan. Terlepas dari apakah tindakan kejahatan itu offline ataupun online. Jika dulu, kejahatannya adalah maling ayam, maka, sekarang kejahatannya adalah maling sepeda motor. Begitupula jika pada akhirnya uang itu tidak lagi disimpan di bawah kasur. Maka, pencurian uang juga akan dilakukan di bank ataupun ATM, dan itu tidak akan mengenal waktu. Apakah sedang berpuasa ataupun tidak. Mengapa? Karena manusia bertindak berdasarkan keinginan untuk mencapai kebutuhan. Entah itu kebutuhan individu maupun kelompok hingga masyarakat, dan itu tidak mengenal momen.
Lalu, berbicara soal kejahatan di masa kini, maka kita bisa menariknya ke dalam pemikiran yang sederhana. Yaitu, manusia berkembang sama dengan kejahatan yang berkembang pula.
Semudah itu. Artinya, manusia yang berkembang akan mengembangkan pola hidup dan menaikkan pula standar hidup. Dari sanalah, kejahatan juga bisa muncul ketika upaya untuk memenuhi standar hidup---termasuk perkembangan hidup---terganggu.
Hal ini semakin terasa, ketika kita kini berada di perekonomian yang semakin canggih. Keuangan tak lagi dihitung dengan uang fisik dan disimpan di dompet. Namun, keuangan bisa dikelola melalui jadwal kita ke ATM kapan, guna melakukan transaksi---penarikan uang. Begitu pula pada tindak kejahatan. Mereka pada akhirnya akan mengikuti pola tersebut dan kian terorganisir.
Artinya, para pelaku kejahatan pada akhirnya mengikuti pola hidup masyarakat masa kini. Salah satunya dengan melakukan tindak kejahatan di mesin ATM. Sudah bukan rahasia lagi, jika kita mengetahui adanya praktik pembobolan mesin ATM. Dari yang paling serampangan sampai paling rapi pun ada.
Uniknya, praktik kejahatan itu tidak akan mengenal waktu. Karena, setiap hari manusia butuh adanya siklus perekonomian. Manusia butuh adanya pemasukan dan pengeluaran. Terlepas dari apakah keuangan itu dihasilkan dengan tindakan positif---tidak melanggar hukum dan nilai-norma, ataupun tindakan negatif yang pastinya akan terkena sanksi/hukuman.
Lagi-lagi, manusia ada di sana. Terjebak di dalam lingkaran yang tak pernah berhenti untuk mengurung manusia. Termasuk lingkup masyarakat. Ketika, masyarakat sedang bertindak sesuatu yang dapat menggiurkan para 'pikiran gelap', maka tidak akan mengherankan jika muncul aksi kriminal. Entah itu perampokan, penodongan sajam ataupun pencurian. Hal itu akan terjadi dan kian eksplosif ketika momen perputaran ekonomi juga sedang masif.
Salah satu momen itu adalah ketika bulan Ramadan. Ada yang bilang bahwa, bulan Ramadan adalah bulan tanpa dosa. Karena, para setan dibelenggu di neraka. Namun, bagaimana dengan manusia yang sudah terbiasa melakukan tindak kejahatan? Apakah mereka akan terbelenggu juga?
Jawabannya tidak. Karena, manusia memiliki akal. Entah akal sehat atau akal tak sehat, Manusia memilikinya, dan itu akan digunakan ketika momennya tepat. Termasuk ketika Ramadan. Di bulan suci ini, adalah momen yang tepat untuk para manusia berbondong-bondong melakukan segala kebaikan. Namun, di sisi lain, manusia-manusia 'lainnya' juga bergerombolan untuk bertindak merugikan terhadap yang terugikan.
Tidak ada tips untuk menghindari praktik kejahatan. Karena, menghindari sesama manusia itu sulit. Kita hidup dengan sesama manusia, dan kita tidak pernah tahu apakah manusia itu jahat atau baik. Karena, semua itu berbicara tentang peluang. Bahkan, belum tentu manusia yang diketahui jahat akan melakukan tindakan kejahatan. Bisa jadi, yang melakukan tindakan kejahatan itu adalah yang mengetahui adanya peluang untuk bertindak demikian.
Apakah itu salah?
Jelas salah, jika merunut pada pemikiran terhadap kerugian yang dialami oleh orang yang menjadi korban. Namun, bagaimana jika itu terjadi juga karena kecerobohan orang tersebut?
Untuk itulah, hal yang bisa dilakukan oleh kita semua---sebagai manusia---adalah waspada dan minimalisirkanlah peluang bagi sesama untuk melakukan tindakan kejahatan. Melalui cara itu, kita tidak hanya menghindarkan diri sendiri untuk menjadi korban, juga menghindarkan diri orang lain untuk menjadi pelaku. Begitu pula sebaliknya. Jangan sampai di antara kita terdapat 'pikiran gelap' karena melihat kecerobohan orang lain, dan sedang tertekan oleh kebutuhan yang semakin lama-semakin mencekik.
Waspadalah dan tetap semangat berpuasa!
Malang, 8 Mei 2019
Deddy Husein S.
Tambahan:
*. Silakan baca Teori Fungsionalisme di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H