Dini hari tadi (3/5), dua laga semifinal Liga Europa telah tergelar di dua tempat yang berbeda. Satu laga di Jerman, satu laga lainnya di Inggris. Situasi yang nyaris mirip dengan semifinal Liga Champions. Laga satunya ada di London, sedangkan laga lainnya ada di Barcelona.Â
Namun, jika di Liga Champions, hasil dua laganya berakhir sama bagi dua wakil Inggris---sama-sama kalah. Sedangkan di Liga Europa, hasil berbeda dialami Arsenal dan Chelsea.
Di laga pertama semifinal 'liga malam Jumat' ini, Arsenal berkesempatan sebagai tuan rumah untuk menjamu si tamu asal Spanyol, Valencia. Sedangkan Chelsea bertandang ke markas Eintracht Frankfurt.
Hasilnya, Arsenal menang dengan skor 3-1 sedangkan Chelsea menahan imbang tim tuan rumah dengan skor 1-1.
Lalu, apa yang menarik untuk dikupas di dua laga semifinal ini?
Tidak begitu sulit, karena, beberapa menit kemudian, Arsenal sukses menyamakan kedudukan. Bahkan, di jarak menit yang sama, Arsenal sukses unggul 2-1. Dua gol yang diciptakan Alexandre Lacazette sangat membantu Arsenal untuk optimis melanjutkan dominasi di babak kedua.
Bukan perkara mudah bagi Arsenal untuk memenangkan pertandingan. Bahkan di babak kedua, Valencia kembali mencoba menekan pertahanan Arsenal ketika Arsenal bermain tidak efektif di depan---beberapa peluang terbuang, dan mulai kedodoran di lini belakang. Arsenal mulai mendapatkan tekanan.
Tekanan itu tidak hanya dari permainan lawan, namun juga dari permainan tim asal London Utara tersebut. Yaitu, faktor kebugaran yang menurun dan membuat permainan Arsenal kembali grogi di lini belakang. Beruntungnya, Unai Emery mengetahui itu dan akhirnya melakukan perubahan. Yaitu, menggantikan sang kapten Laurent Koscielny dengan Nacho Monreal.
Hasilnya, pertahanan Arsenal kembali membaik, seiring dengan kembalinya ritme permainan di lini tengah termasuk pola bertahan yang terbantu dengan pressing kuat dari para pemain tengah Arsenal. Arsenal kembali berada di momentum yang positif.
Satu hal yang menjadi sorotan adalah keberanian Emery untuk menggantikan Oezil dengan Mkhitaryan. Inilah yang menjadikan mengapa Emery patut diperhitungkan sebagai pelatih berkualitas. Karena, instingnya dalam melihat momentum cukup bagus. Khususnya di babak kedua. Dia tidak peduli siapa yang ditarik keluar, karena dia cukup tahu pemain mana yang tepat untuk diturunkan di babak kedua.
Hal ini kemudian dibuktikan dengan akselerasi-akselerasi Henrikh Mkhitaryan yang lebih cepat dan ini membuat pergerakan Lacazette dan Aubameyang terdukung. Begitu pula dengan keberadaan Kolasinac yang selalu mendukung permainan ofensif Arsenal.
Hasilnya, gol ketiga dari Pierre-Emerick Aubameyang di menit 90 sukses membuat Arsenal menatap leg kedua lebih percaya diri dan memastikan bahwa peluang untuk melaju ke final semakin terbuka. Apakah ini yang membuat Unai Emery layak disebut spesialis Liga Europa? Lalu, bagaimana dengan sang rival sekota, Chelsea?
Namun, dengan hasil imbang ini, Chelsea tidak boleh meremehkan potensi si wakil Bundesliga tersebut untuk membuat kejutan di Stamford Bridge. Karena, dalam dua putaran sebelum semifinal ini, Eintracht Frankfurt selalu sukses merepotkan tim lawan saat bertandang ke markas lawan.
Artinya, masih ada pekerjaan rumah yang serius bagi Chelsea. Mereka tidak hanya harus berupaya menang, namun juga harus mewaspadai potensi adanya gol tandang dari Eintracht yang dapat mempersulit peluang Chelsea untuk melaju ke final.
Satu hal yang perlu diwaspadai oleh Chelsea adalah keberadaan Luka Jovic di lini depan Eintracht. Naluri mencetak golnya yang tinggi dan membuat dirinya saat ini menjadi salah satu pemain subur di Liga Europa (9 gol) tentu perlu mendapatkan pengawasan penuh selama pertandingan berlangsung.
Torehan tersebut juga bukanlah keajaiban. Karena di Liga Jerman, pemain asal Serbia ini juga telah mencetak banyak gol. Artinya, ada sinyal bahaya dari lini depan Eintracht yang perlu diwaspadai oleh lini belakang Chelsea.
Chelsea memang juga memiliki striker yang sedang on-fire di Liga Europa, Olivier Giroud. Namun, ketika Giroud bermain dengan Eden Hazard, situasinya terlihat kurang baik dibandingkan saat bermain dengan Willian, Pedro, dan Hudson-Odoi.Â
Namun, Sarri harus memainkan Hazard ketika pemain Belgia ini diperlukan untuk membuat lini pertahanan Eintracht terintimidasi oleh pergerakan dan penguasaan bola yang ciamik dari Hazard.
Bersama Hazard, dominasi taktik Sarri dapat berjalan dengan cukup baik, dan ini bisa menjadi halangan bagi Eintracht untuk mengreasikan penyerangan ke pertahanan Chelsea. Namun, benarkah Chelsea dapat memenangkan laga di kandang saat melakoni laga kedua pekan depan?
Serangan balik inilah yang menjadi momok bagi lawan Eintracht termasuk Benfica. Susunan serangan cepat sangat merepotkan bagi lawan-lawan Eintracht dan ini perlu menjadi bagian dari fokus Chelsea.Â
Karena, melawan tim seperti Eintracht, tim yang dominan dan bahkan lebih berkualitas dibandingkan Eintracht (akurasi operan Eintracht hanya 60-70%) dapat disingkirkan oleh Eintracht. Maka, Chelsea dengan Sarriball-nya harus memiliki permainan yang kompleks dan dapat membuat Eintracht benar-benar mati kutu.
Soal peluang, Chelsea memiliki tingkat prosentase lolos ke final 55% dibanding Eintracht, 45%. Hal ini sedikit berbeda dengan Arsenal yang memiliki prosentase untuk lolos ke final mencapai 60% pasca kemenangan 3-1 atas Valencia. Namun, jika pada akhirnya ada yang meleset dari prakiraan, maka itulah yang membuat sepakbola masih terlihat menarik.
Bagaimana dengan analisis Anda?
Malang, 3 Mei 2019
Deddy Husein S.