Kemampuan pelatih dalam memimpin secara teknis dan non teknis akan sangat menguntungkan bagi permainan dan kondisi klub. Karena, pelatih tidak akan begitu perlu untuk mencari 'jembatan' selain kapten tim. Hal seperti inilah yang dewasa ini semakin kurang terlihat. Karena, seperti Mourinho yang terlihat lebih mengandalkan Nemanja Matic dibandingkan pemain lain di posisi yang sama dalam permainan.Â
Artinya, bisa dianalisis bahwa hanya Matic yang lebih faham pola strategi Mourinho dibanding pemain lain---bahkan kapten tim. Uniknya lagi, Mourinho sudah dua kali bekerja sama dengan Matic selama karir melatihnya di level klub. Yaitu saat di Chelsea di periode keduanya dan saat menjadi manajer Si Setan Merah.
MU kolaps.
Itu yang terlihat ketika kepelatihan Mou semakin terlihat tidak bagus bagi suporter maupun penikmat dan para pengamat---khususnya dalah hal cara bermain. Hal itu yang kemudian menjadi tekanan bagi pemilik klub. Sehingga lahirlah keputusan klub untuk berpisah dengan pelatih asal Portugal itu. (silakan baca artikel ini)
Pasca Mourinho lengser, MU secara berani, menunjuk salah satu mantan pemainnya di masa lalu untuk menjadi caretaker (pelatih sementara). Ole Gunnar Solskjaer. Publik pun kemudian terpecah. Sebagian mengatakan bahwa, "siapa tahu, Ole bisa melatih klub sebagus cara bermainnya saat masih menjadi pemain." Sebagiannya yang lain mengatakan, "siapa Ole?"
Pertanyaan itu bukan karena tidak tahu Ole Gunnar Solskjaer. Melainkan mempertanyakan rekam jejak kepelatihan Solskjaer. Karena, ini MU loh!
Namun, kita bisa sedikit membandingkan dengan eks pemain yang kemudian mampu meraih kesuksesan saat menjadi pelatih. Betul. Zinedine Zidane. Mantan pemain timnas Prancis dan juga Real Madrid ini sukses membawa Real Madrid merengkuh titel juara Liga Champions tiga kali secara beruntun!
Sehingga, tidak ada yang tidak mungkin bagi si pemain legenda untuk dapat menjadi pelatih. Begitu pula pada Solskjaer. Pria Norwegia ini juga diharapkan dapat mengikuti jejak Zidane yang tidak hanya bagus sebagai pemain, namun juga saat menjadi pelatih. Harapan dan kesempatan itupun mulai mampu dijawab oleh Solskjaer ketika masih berstatus sebagai pelatih interim MU.
Rentetan kemenangan terus diraih MU pasca 'beralih nahkoda'. Good job, Ole!
Hasil bagus itu pula yang kemudian mendorong pihak klub untuk mempermanenkan Solskjaer sebagai pelatih MU dan membuat pendukung MU optimis. Ada masa depan untuk MU.
Meski begitu, permanennya Solskjaer akan menjadi wahana pembuktian kepada publik. Benarkah Ole mampu melatih klub sebesar MU dan melatih pemain-pemain bintang?
Dua hal ini biasanya akan menjadi tekanan besar bagi pelatih. Bahkan pelatih sekelas Antonio Conte pada akhirnya tidak mampu bertahan lama di Liga Inggris. Akibat tekanan besar dan minimnya kesempatan untuknya dalam membangun dan mengembangkan klub secara bertahap. Klub harus juara. Itulah yang menjadi tugas pelatih zaman now, dan itu pula yang akan berlaku pada Ole Gunnar Solskjaer.
Permanennya Solskjaer sebagai pelatih MU, pada akhirnya akan membuat beban untuk mengangkat performa MU semakin besar. Karena, MU sudah tidak lagi butuh 'P3K'---seperti sebelumnya, melainkan misi nyata untuk kembali sehat bugar---berada di papan atas.Â