Inilah yang seharusnya dicermati. Tidak hanya oleh orang-orang timnas, orang-orang PSSI (yang masih sibuk menata 'perabotan rumahnya' yang berantakan), namun juga warga awam. Berikanlah sumbangsih yang positif walau dangkal. Daripada dangkal namun negatif.
Melalui pertimbangan ini, harapannya, skuad timnas---apapun levelnya---bisa lebih 'dewasa' lagi dalam menghadapi turnamen. Di sini, tetap ditekankan (seperti di artikel sebelumnya) bahwa menyiapkan sebuah timnas, harus disiapkan secara ideal. Baik teknis maupun non-teknis. Jika ada pemain yang berhalangan hadir, simpan saja, dan segera buat susunan tim lainnya. Tidak perlu menunggu dan mencari kambing-hitam. Tetap fokus membangun tim apapun yang ada.
Beruntungnya, timnas memiliki pelatih sejenius dan memiliki daya juang (baca: kenekadan) tinggi seperti Indra Sjafri. Sehingga, secara kualitas dan mentalitas sebenarnya, timnas tidak terlalu bermasalah. Tinggal rentang waktu kebersamaan dan pemahaman antar pemain, serta penanaman terhadap pentingnya kerja sama (apapun kondisinya) harus selalu di pertahankan sedalam-dalamnya.
Publik Indonesia memang tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa---pasca kekalahan dari Vietnam (24/3). Namun, memang inilah yang bisa diterima. Bahkan, bagi yang sudah mengetahui sisi-sisi lemah timnas dan sisi-sisi positifnya, akan sudah memprediksi hal ini jauh-jauh hari---sebelum turnamen AFC CUP U-23 tergelar.
Intinya, ekspektasi harus sesuai dengan realisasi. Jika realisasinya belum maksimal dan terganggu oleh situasi sekitar yang belum kondusif, maka, harus siap menerima hasil yang terburuk. Kekalahan memang bukanlah akhir, tapi, jika tak segera diperbaiki, akan menjadi fakir. Maukah kita terus-menerus kalah?
...
SANG GARUDA HARUS TERBANG LAGI!
Malang, 25 Maret 2019
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H