Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika Indonesia adalah negara yang mayoritas muslim, maka, tak hanya soal kelayakan makanan tersebut namun juga kesesuaian bahan makan tersebut untuk tidak tercampuri hal-hal yang dilarang di Islam. Contohnya, babi dan anjing.
Lalu, bagaimana dengan kinerja Ma'ruf Amin di kursi tertinggi MUI tersebut ketika harus menghadapi isu-isu maupun realita yang tidak beres tersebut? Sampai sejauh ini, tidak banyak hal yang kontroversi dari sosok sepuh ini. MUI juga tergolong tetap tenang ketika Indonesia memiliki gejolak di segala bidang. Termasuk SARA, yang menjadi topik panas di Indonesia---apalagi ketika musim politik.
Mereka terlihat fokus bekerja dan tetap terlihat netral. Sesuatu yang cukup sulit dilihat di Indonesia, ketika negeri ini sedang menggoyang kursi politik. MUI tetap menyadari peran mereka sebagai bagian dari pemerintah pusat yang otomatis tak hanya menggali keuntungan personal, namun lebih ke upaya melayani masyarakat sesuai dengan peran dan porsinya. Dari sinilah kemudian kita lebih melihat sosok Ma'ruf Amin sebagai tokoh agama yang sedang mencoba mengambil amanah mengelola negara dalam skala besar.
Hal ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan Sandiaga Uno yang saat ini masih menjadi wagub DKI Jakarta, mendampingi Gubernur Anies Baswedan. Sosok politikus muda ini seperti politikus kebanyakan yang berlatar belakang akademisi dan kemudian menjadi pengusaha dan juga mengemban tugas sebagai pengelola daerah (Jakarta). Di sini letak keunggulan Sandiaga.
Seperti Jokowi, Sandiaga setidaknya sudah tahu bagaimana cara mengerjakan tugas sebagai orang pemerintahan. Pengalamannya membangun visi-misi dan upaya perwujudan ke ranah kebutuhan masyarakat menjadi modal berharga Sandiaga untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia secara luas.
Memiliki latar belakang pendidikan yang prestis dan juga masih muda, membuat Sandiaga dapat berkaca terhadap apa kebutuhan Indonesia melalui pengetahuan dan pengalamannya yang masih fresh. Sehingga, Sandiaga punya peluang memberikan sumbangsih visi-misi yang tepat terhadap masyarakat Indonesia.
Usia muda juga menjadi penyeimbang yang ideal bagi kinerja Prabowo. Bisa sedikit diprediksi jika Sandiaga akan memiliki peran yang tidak sedikit, walau sebagai wakil. Apalagi berkaca pada apa yang bisa dia lakukan saat masih menjadi bagian dari pemerintah daerah. Maka, Sandiaga cukup tahu bagaimana arah kerja yang seharusnya.
Meski begitu, Sandiaga Uno bukannya tanpa kekurangan. Lebih tepatnya pada segi fokus. Sebagai politikus muda, acapkali dapat memiliki peluang untuk berbuat banyak hal. Karena, istilah 'mumpung masih bisa melakukan', maka apa saja akan dicoba untuk dapat dilakukan. Optimisme dan keinginan untuk segera mencapai suatu titik maksimal akan ada di pola kerja Sandiaga.
Mind-set ini bisa bagus ketika masih berbicara soal pembangunan standar daerah atau internal negara. Namun, jika ini dilakukan untuk standar nasional dan internasional, akan cukup riskan. Karena pola pembangunan negara akan lebih rumit, kompleks, dan cakupannya luas. Artinya, tidak hanya membicarakan nasib 1-3 juta penduduk, melainkan ratusan juta penduduk. Sehingga, sangat diperlukan adanya kecermatan dan kewaspadaan.
Kewaspadaan ini bukan berarti takut untuk mengambil resiko. Namun, lebih pada upaya meminimalisir adanya pergolakan di masyarakat. Apalagi yang dihadapi di sini adalah kebutuhan masyarakat di segala penjuru Indonesia.
Maka, dalam hal ini, Sandiaga masih perlu upaya lebih. Khususnya mencari informasi atau kiat dari sosok-sosok yang sudah memiliki pengalaman mengelola kebutuhan masyarakat. Di sini, orang-orang seperti Jusuf Kalla, SBY, bahkan menteri-menteri atau mantan-mantan menteri yang kinerjanya bagus dapat 'dicuri' ilmunya untuk membuat ide dan langkah-langkah untuk mewujudkannya.