Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Ilmu Menulis Kreatif dan Bermanfaat bersama Komalku Raya

10 Februari 2019   20:05 Diperbarui: 10 Februari 2019   20:32 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi Acara Workshop dan Launching Buku oleh Komalku Raya di MTsN 1 Malang. Sumber gambar: dok.pribadi (Deddy Husein S)

Pasca libur Imlek 2019 (5/2), penulis langsung mendapatkan kesempatan penting untuk dapat ikut serta menjadi peserta Workshop dan Launching buku yang diadakan oleh Komalku Raya. 

Bertempat di Aula MTsN 1 Malang, penulis melihat banyak orang-orang hebat yang bergerak di bidang akademis dan tokoh agama (guru, kepala sekolah, dan motivator), namun, mereka dapat 'hidup' dengan diiringi oleh 'passion'-nya. Salah satu passion di sini adalah menulis. Menulis segala macam hal yang kemudian dapat memberikan pengaruh ke orang-orang sekitar, bahkan sampai khalayak umum.

Banyak orang di acara ini yang kemudian menjadi bagian dari kesuksesan acara ini yang dihelat sejak pukul 9.00 hingga sore hari. Mereka benar-benar mendedikasikan diri untuk dapat berkreasi positif sekaligus mencari manfaat baik untuk orang lain dan juga diri sendiri. 

Di kesempatan ini pula, penulis tak menghindarkan diri untuk dapat merekam jalannya acara melalui beberapa penggal tulisan yang dapat menggambarkan apa yang sudah penulis dapatkan dari acara ini.

Berikut ini adalah catatan singkat yang dapat penulis abadikan dan bagikan di artikel ini:

1. Seorang penulis yang baik adalah pembaca yang baik.

2. Seorang penulis akan semakin bagus ketika dirinya memiliki kemampuan menguasai beberapa bahasa negara (nation-language) lebih dari satu (polyglot).

3. Tirulah sesuatu yang bagus/menarik untuk ditiru.

4. Bagi umat muslim, menulis adalah upaya meneladani peradaban/kehidupan umat muslim pada zaman Rasulullah dan Sahabat. Termasuk pada masa hidup Imam Syafi'i.

5. Untuk menjadi makmum/imam yang baik, maka, jadilah makmum/imam terlebih dahulu. Artinya, jika memiliki keinginan untuk menjadi penulis yang baik, seyogyanya menjadikan dirinya terlebih dahulu sebagai penulis.

6. Tulisan adalah jalur dalam mewariskan ajaran terdahulu ke generasi selanjutnya.

7. Ajaran yang disampaikan secara lisan harus dituliskan untuk meminimalisir adanya kesalah-pahaman atau salah tafsir.

8. Ajaran yang tertulis adalah untuk menjaga/mengabadikan ajaran yang komprehensif; kita tahu siapa penulisnya dan sumbernya, lalu apa yang ditulis.

9. Selesaikan membacamu saat membaca.

10. Dalam melakukan suatu hal yang positif harus diyakini dengan kuat.

11. Apa yang ditulis, haruslah benar dan bermanfaat.

12. Menulis adalah upaya untuk membagikan manfaat ke orang lain.

13. Manfaatkan perkembangan teknologi untuk banyak manfaat dan berbagi. Termasuk berbagi melalui tulisan (yang benar dan bermanfaat).

14. Lakukanlah sesuatu itu dengan senyum, semangat, kerja keras/totalitas, dan kejujuran. Poin terakhir ini adalah penggambaran penulis saat melihat salah seorang pemateri di acara ini. Yaitu, Ning Evi Ghozaly. 

Melihat perempuan yang ternyata memiliki rekam jejak yang sangat luar biasa ini, penulis merasakan adanya spirit untuk dapat menyebarkan pengaruh yang baik terhadap orang di sekitarnya. Walau, sayangnya penulis tidak dapat mengikuti sesi pematerian dari beliau. Namun, melihat secara sekilas dan caranya memperkenalkan diri di acara ini sangat menarik. Sehingga, orang-orang yang seperti beliau akan sangat patut dinantikan segala buah tangannya dalam memberikan pengetahuan dan pengalamannya yang bermanfaat bagi banyak orang.

Saat Ning Evi Ghozaly membuka sesinya (walau pada akhirnya di-twist dengan pemateri yang lain). Sumber gambar: dok.pri (Deddy Husein S.)
Saat Ning Evi Ghozaly membuka sesinya (walau pada akhirnya di-twist dengan pemateri yang lain). Sumber gambar: dok.pri (Deddy Husein S.)
Ke-14 catatan ini jika dijabarkan masing-masing, akan seperti ini:
1. Bagi seseorang yang bercita-cita sebagai penulis, sangat perlu untuk mengasah kemampuannya dengan cara membaca---sebanyak-banyaknya. Pastikan juga, dalam proses membaca ini juga dibarengi dengan upaya memilah-milah informasi yang sudah didapatkan saat membaca tersebut. Pemilahan informasi ini penting untuk belajar mengetahui mana yang dapat ditelaah dengan mendetil, serta informasi apa yang dapat direkam dalam ingatan yang kemudian dapat dijadikan sebagai panduan dalam menulis di masa (tahap) selanjutnya.

Ibaratnya, bercita-cita menjadi pemain sepakbola, namun, kesehariannya hanya main lompat tali. Tentu tidak sinkron, bukan? Inilah yang kemudian perlu ditekankan bahwa untuk menjadi penulis, bukan soal bagaimana menulisnya saja. Namun, apa yang dibaca dan bagaimana dia membaca.

2. Menguasai banyak bahasa negara (nation-language), atau mampu berkomunikasi (tulis-lisan) dengan bahasa asing juga adalah nilai tambah yang bagus dan berguna bagi seorang penulis. Mengapa? Karena, informasi itu dapat tersampaikan melalui banyak bahasa. Sehingga, untuk dapat mengetahui informasi sebanyak-banyaknya, akan sangat perlu untuk memiliki kemampuan dalam berbahasa. Artinya, menjadi penulis tidak hanya berupaya bersikap nasionalis dengan menjaga kemampuannya berbahasa negaranya sendiri, namun, juga diperlukan kemampuan dalam berbahasa asing. Minimal bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional yang pasti digunakan oleh banyak orang di Bumi.

Jangan takut dicap tidak nasionalis atau mencintai negeri sendiri ketika mampu berkomunikasi dengan bahasa asing. Namun, berkomunikasilah dengan waktu dan tempat yang tepat. Agar tidak mendapatkan penilaian negatif dari orang lain.

3. Salah satu perilaku manusia yang tidak pernah atau tidak perlu dipelajari, adalah meniru. Meniru adalah tindakan yang secara alamiah dilakukan oleh manusia, bahkan hewan juga melakukannya.  Artinya, tidak perlu gengsi atau takut untuk meniru orang lain. Selama itu adalah hal yang positif dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, kenapa tidak?

Termasuk meniru dalam hal menulis. Sudah banyak tulisan yang terlahir karena terinspirasi maupun mencoba meniru gaya menulis orang lain, dan itu bukanlah hal yang buruk (tidak perlu takut untuk mengakuinya). Asalkan tahap meniru itu harus dibarengi dengan cara berinovasi. Tahap meniru dan berinovasi ini pada akhirnya menjadi jembatan untuk menuju tahap berkreasi. Karena membuat sesuatu, perlu berkali-kali berbuat sesuatu yang sama, dengan berbagai upaya. Termasuk meniru, mengubah, hingga melahirkan hal yang baru.

Poin ketiga ini bagi penulis sangat perlu diperhatikan dan diingat. Karena, tahap meniru dalam menulis juga menjadi langkah penting yang menjadi bukti bahwa kita sudah belajar sebelum bertindak. Belajar meniru tulisan orang lain juga bukanlah hal mudah. Perlu pemahaman yang nyaris 100% sama dengan penulis tersebut dan itu bukan sesuatu yang gampang.

4. Baik muslim ataupun non muslim, meneladani intelektualitas dari orang muslim juga bukanlah hal yang tabu. Contohnya, sosok Imam Syafi'i. Di sini, kita diperlihatkan bagaimana upaya mulia dari Imam Syafi'i untuk dapat mengabadikan dan menyebarkan ajaran agama maupun budaya dari yang diajarkan oleh Muhammad SAW dan sahabat. Bersama Imam Syafi'i, kita bisa melihat bahwa ajaran yang baik adalah ajaran yang dapat terabadikan dan dipertanggungjawabkan di kemudian hari, dan itulah yang menjadi nilai tambah yang besar mengenai tulis-menulis.

5. Di catatan ini, penulis lebih tertarik dalam menyinkronkannya dengan keberadaan kritikus. Artinya, seorang kritikus yang baik, adalah orang yang sudah mempelajari bidang tersebut dan sudah menjadi bagian dari bidang tersebut dalam kurun waktu yang lama dan konsisten. Contohnya, kritikus film. 

Maka, orang tersebut haruslah menjadi pelaku, penikmat, hingga pengamat di bidang film tersebut, dengan begitu, dia akan sangat faham tentang dunia tersebut. sehingga, dia akan sangat fasih dalam menilai, mengkritik, dan memberikan pengarahan untuk dapat menjadi langkah perbaikan bagi pelaku-pelaku film yang karyanya sudah dikritisi oleh orang tersebut.

Hal ini jika ditarik kembali ke pelaku tulis-menulis, harus pada fakta bahwa untuk menjadi penulis yang baik, adalah mereka yang sudah berkecimpung di dunia itu dalam waktu yang lama, konsisten, dan mengalami perkembangan yang pada akhirnya mampu memberikan pengaruh kepada publik secara luas. Artinya, menjadi penulis itu tidak gampang, loh. Hehehe.

6. Kembali lagi ke manfaat tulisan. Yaitu, mampu menjadi wadah atau media penyampai maupun menjaga sejarah yang sudah terjadi. Sungguh sulit untuk dibayangkan, bagaimana dunia ini jika tidak ada prasasti, relief, dan kitab-kitab yang mengabadikan segala kehidupan yang sudah dialami oleh manusia sejak zaman pra-sejarah sampai saat ini.

Zaman yang sudah tak sulit untuk menemukan banyak tulisan saja---seperti saat ini, di antara kita masih sering berdebat dan saling menaruh praduga terhadap orang lain. Apalagi jika tidak ada tulisan, maka, pemikiran kita akan mudah terkecoh oleh setiap mulut yang berbicara yang kemudian berubah-ubah ataupun meluntur (keabsahan/buktinya) ketika orang-orang tersebut sudah terkubur (mati). Lalu, apa yang akan kita miliki saat ini sebagai bagian dari peradaban manusia yang harus terus tumbuh dan berkembang (sampai nanti akan berubah/berevolusi)?

7. Di poin ini juga merupakan penyambungan dari poin sebelumnya. Kita diberikan bukti betapa pentingnya tulisan, peran penulis, dan bagaimana upaya kita untuk dapat menjaga warisan pengetahuan dan pengalaman melalui informasi yang tertulis.

8. Informasi yang tertulis juga untuk memastikan validitas informasi itu. Sekaligus menjadikan alasan yang kuat terhadap sulitnya menulis. Yaitu, jaminan kualitas tulisan, objeknya, hingga penulisnya. Melalui tulisan, kita mulai dibiasakan untuk bertanggungjawab terhadap apa yang sudah kita sampaikan kepada orang lain. Karena, tulisan dapat tetap dibaca orang lain, meski penulisnya sudah mati.

Sehingga, menjadi seorang penulis juga pada akhirnya menjadi orang yang harus menjaga dirinya untuk tidak sembarangan dalam menyebar-luaskan informasi. Jika, dulu, mulut/lidah adalah yang harus dijaga setiap kata-kata yang dikeluarkan. Maka, saat ini, tangan dan jari-jemari kita perlu dijaga untuk dapat menulis dengan benar dan baik.

9. Menyelesaikan misi itu penting. Salah satunya adalah membaca. Karena, dengan proses yang tuntas sampai akhir, maka, informasi yang kita dapatkan akan 100% utuh. Sehingga, jika ada yang masih sering salah paham terhadap tulisan orang lain. Bisa diketahui bahwa orang itu belum menyelesaikan bacaannya terhadap tulisan tersebut.

Hal ini tak hanya berlaku dalam membaca buku, namun juga membaca segala tulisan yang saat ini sudah tersebar di mana saja. Ambil contoh, sebuah meme yang sering muncul dengan gambar sebuah sampul buku yang bertuliskan "Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat". Banyak yang menafsirkan bahwa seni itu lahir untuk membuat kita tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita. 

Padahal, jika kita membaca buku tersebut, kita akan menemukan kiat-kiat untuk menghadapi segala problematika kehidupan dengan sudut pandang orang yang mencintai seni. Salah satunya, belajar bertanggung jawab terhadap segala hal yang sudah diberikan kepada kita. Artinya, ketahuilah informasi itu secara utuh, tidak sepotong-sepotong.

Hal ini juga berlaku bagi kita yang mungkin mencintai bidang kepenulisan. Menulislah sampai tuntas. Sebelum tulisan tersebut terlanjur mendapatkan multitafsir yang kemudian malah jauh dari maksud dari tulisan tersebut. Kecuali, jika kita menulis tentang karya seni yang mengusung gaya absurditas---bermakna. Maka, penafsiran akan bergantung pada seberapa mampu pembacanya untuk memaknai tulisan tersebut. Artinya, boleh beda tafsir.

10. Banyak orang yang gagal dalam menulis, karena, tidak mampu untuk bertahan dan mengembangkan dirinya untuk dapat menjadi seorang penulis yang seperti yang dia lihat terhadap orang lain. Menjadi seorang penulis bukan suatu yang gampang. Ibaratnya, ketika hendak menulis surat cinta, maka, kita haruslah jatuh cinta terlebih dahulu dengan yang akan kita kirimi surat cinta itu. Jika tidak, bagaimana kita bisa menulis surat berisi kata-kata indah dan berupaya untuk meyakinkan yang dituju untuk menerima cinta kita?

Selain itu, menulis perlu keberlanjutan. Tanpa itu, mustahil untuk dapat menjadi penulis, apalagi yang baik. Seperti bidang lainnya yang perlu keberlanjutan untuk terus dilakukan. Maka, menulis juga membutuhkan hal itu. Selain itu, perlu ada keyakinan bahwa diri kita bisa menulis dan kemudian tulisan kita akan menjadi hal yang penting untuk dibaca orang lain. Dari sanalah, cikal bakal tumbuhnya penulis yang bakal eksis sebagai penulis sampai mati. Tanpa keyakinan yang kuat, kita akan mudah berhenti dalam melakukan segala sesuatu, termasuk menulis.

11. Semakin banyaknya media penampung tulisan, maka, semakin banyak orang yang menulis. Namun, belum tentu, mereka yang menulis adalah orang yang mampu menggaransi tulisannya sebagai tulisan yang baik dan bermanfaat. Baik di sini adalah adanya bukti yang dapat dipertanggungjawabkan bersama tulisan tersebut. Contohnya, tulisan jurnalis/reportasi. Maka, diperlukan adanya fakta di lapangan untuk dapat disampaikan melalui tulisan tersebut.

Tulisan yang kita tulis juga seharusnya memberikan manfaat kepada pembaca. Agar, mereka tidak merasa sia-sia untuk membaca tulisan kita. Manfaat yang disisipkan ke tulisan kita juga pada akhirnya akan memberikan pengaruh yang positif. Sehingga, mereka tidak hanya sekadar tahu tapi juga menguji kebenarannya dengan mempraktikkannya. Jika benar, maka, mereka yang membaca tulisan kita akan menjadi pihak yang pertama kali mengakui hasil karya kita.

12. Di poin ini sebenarnya juga merupakan kesinambungan dari nomor 11. Menjadikan tulisan sebagai media penyampai informasi yang bermanfaat itu sangat penting. Karena, dengan zaman yang serba cepat untuk harus segera tahu tentang segala sesuatu, maka, dibutuhkan segala tulisan yang bermanfaat---tidak hanya informatif.

13. Perkembangan zaman sudah memunculkan media online sebagai media yang sangat praktis untuk diisi dengan kegiatan baca-tulis. Koran online sudah banyak, sebagai perpanjangan tangan dari koran cetak yang sebelumnya menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat yang sangat haus terhadap informasi yang terbaru. Selain itu, dalam bidang kreativitas dalam menulis juga harus mulai mampu memanfaatkan keberadaan teknologi untuk menjadikan karya tulis kita dapat dijangkau oleh siapapun, kapanpun, dan di manapun.

Jangan sampai, para penulis yang dulunya sangat bergantung pada media cetak, akan kehilangan semangatnya untuk menulis di media online. Selain itu, dengan perkembangan teknologi saat ini, penyebaran informasi tentang karya tulis yang berupa buku juga dapat dilakukan. Setidaknya memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pemasaran karya tulis baik cetak (buku yang dijual) maupun online (web menulis seperti Kompasiana, Wattpad, webnovel, dan lainnya).

14. Di poin terakhir, kita diperlihatkan pada keharusan dalam bersikap baik terhadap siapapun, demi melahirkan karya tulis yang tidak menyebarkan tindakan yang berbatas-batas atau pengelompokan. Hal ini penting, karena, tidak menutup kemungkinan bahwa karya tulis kita itu juga merupakan representasi dari karakter kita. Jika karakter kita adalah orang yang suka menggunjing keburukan orang lain, bisa jadi, tulisan kita akan seperti itu.

Sehingga, penting rasanya menjadikan diri kita seperti orang yang open minded, terbuka untuk berinteraksi dengan siapa saja, serta tidak canggung untuk berbagi tentang pengetahuan dan pengalamannya kepada orang lain. Hal ini dapat dijadikan sebagai modal yang berharga bagi orang-orang yang ingin menjadi penulis yang sejati (jika di ajaran muslim/bahasa Arabnya disebut istiqomah). Artinya, perlu untuk menjadi penulis yang tidak akan termakan oleh waktu alias harus tetap ada di sana dengan perkembangan dan kemajuan kualitas dalam tulis-menulisnya.

Begitulah sekiranya catatan penulis saat mengikuti acara Komalku Raya ini. Bertemu dengan mereka, walau tak sampai bertegur sapa hangat dan berdiskusi lebih lanjut (karena harus kembali ke rutinitas sebagai mahasiswa tua). Setidaknya, berada di ruangan tersebut selama 3,5 jam cukup untuk dapat meraih ilmu dari para putra-putri Indonesia yang sudah berani menjadikan diri sebagai pengabdi aksara. Usaha mereka demi meningkatkan literasi negeri ini agar tidak semakin tenggelam dalam masa kebodohan dan pembodohan, perlu untuk diteladani. Semoga, negeri ini segera cerah bersama para penulis yang terus bermunculan dan semoga mereka juga tidak segera tenggelam.

Malang, 10 Februari 2019
Deddy Husein S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun