Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Drama Pekan 24 Liga Inggris

31 Januari 2019   09:11 Diperbarui: 31 Januari 2019   09:39 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Chelsea tumbang, Spurs nyaris kalah, dan Liverpool tertahan di Anfield"

—


Bursa transfer Januari sepertinya sedang dimanfaatkan oleh beberapa tim, khususnya tim-tim besar untuk mencari pemain yang dapat dibutuhkan secara cepat kontribusinya. 

Pemain tersebut biasanya didatangkan sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi di tim di paruh awal musim. Selain itu, juga sebagai upaya untuk tetap dapat bersaing di kompetisi sampai akhir musim---kebutuhan terhadap kedalaman skuad. 

Hal inilah yang sedang dialami di tim besar Liga Inggris, Chelsea. Mereka benar-benar berupaya memperbaiki masalah di lini depan dengan mendatangkan pemain yang digadang-gadang dapat menjadi solusi tepat bagi tim London ini.

Gonzalo Higuain datang dari Milan dan langsung mengenakan nomor 9 di skuad The Blues. Optimisme pun tumbuh di publik Stamford Bridge. Karena, kita tidak bisa menutup mata terhadap torehan gol-golnya selama berkompetisi di Serie A, khususnya saat berseragam Napoli. 

Kepindahan pemain Argentina ini ke Italia saat itu, tentu bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, setelah bertahun-tahun berada di Spanyol dan bersama tim sebesar Real Madrid.

Tekad besarnya untuk dapat kembali bertaji dan menunjukkan kualitasnya sebagai salah seorang pemain Latino yang moncer---selain Messi, Neymar, Sergio Aguerro, dan Mauro Icardi---akhirnya membuahkan hasil di tanah Paus ini. 

Dia menjadi pemain era baru di Italia yang mampu mencetak 30 gol lebih---setelah Luca Toni di musim 2005/06---dan dinobatkan sebagai top skorer Serie A atau Capocanoire. Hal inilah yang membuat Juventus berani membajak Higuain dan memindahkannya dari Naples ke Turin.

Bersama Juventus, Higuain tetap produktif (total 40 gol dalam 2 musim hanya di Serie A). Walau di musim lalu---musim kedua---dia 'hanya' mencetak 16 gol. Namun, dengan citra liga Italia yang cenderung ketat dalam bertahan dan apalagi di Juventus tak hanya ada dirinya sebagai mesin gol utama, maka 16 gol dan juara liga, sudahlah luar biasa. 

Hal ini bisa dibandingkan dengan torehan gol Olivier Giroud yang selalu mentok di angka belasan gol---khusus di Liga Inggris per musim---dan tidak dapat memberikan gelar juara saat masih bersama Arsenal. 

Artinya, Higuain masih cukup baik, dan masih bisa diharapkan bagi kubu Chelsea untuk meyakinkan tim, bahwa mereka akan dapat mencetak (banyak) gol.

Permasalahannya adalah Higuain baru datang ke Chelsea di paruh kedua. Di mana tim-tim sedang berupaya besar untuk menjauhi zona-zona degradasi (jika yang dihadapi adalah tim papan tengah ke bawah). 

Begitu pula ketika menghadapi tim penghuni 6 besar teratas, mereka akan sudah saling sikut dan lebih serius untuk dapat menghuni zona Liga Champions. Berbicara soal juara mungkin tinggal Liverpool dan Manchester City yang paling berpeluang, walau secara matematis, Chelsea pun memiliki peluang.

Gonzalo Higuain ditarik keluar Maurizio Sarri, diganti dengan Olivier Giroud. Dailymail.co.uk
Gonzalo Higuain ditarik keluar Maurizio Sarri, diganti dengan Olivier Giroud. Dailymail.co.uk
Artinya, dengan kondisi seperti itu, maka pemain yang datang di bursa transfer musim dingin ini, selalu diharapkan harus segera 'nyetel' dengan tim. Sedangkan, bermain di tim baru dan liga baru itu bukanlah perkara mudah. 

Hal inilah yang patut dimaklumkan kepada Higuain. Selain itu, masih perlu adanya banyak peluang untuk terus bermain. Artinya, kepercayaan dan keyakinan sangat penting di sini bagi pemain-pemain baru dan bersifat instan seperti Higuain. 

Toh, pemain ini sebenarnya masihlah memiliki upaya keras untuk membuktikan dirinya dapat berbuat banyak bagi timnya---termasuk saat di Milan.

Semakin menyebalkan bagi Higuain, ketika dirinya datang dan langsung bermain di pekan 24 yang digelar di tengah pekan. Chelsea yang bertandang ke markas Bournemouth rupanya harus membawa pulang mimpi buruk. 

Karena, mereka digebuk tuan rumah dengan 4 gol tanpa balas. Uniknya, Higuain langsung bermain sebagai starter dan Sarri (pelatih/manajer Chelsea) menggunakan formasi 4-3-3 dengan benar-benar menempatkan seorang target man murni pada penyerang baru ini. Hasilnya?

Terlalu berlebihan dan memaksakan untuk langsung percaya pada pemain baru yang datang di bulan Januari. Inilah jawaban yang sebenarnya ada di laga ke-24 milik Chelsea. 

Mereka bermain dengan Higuain seolah-olah mereka sudah berani bertaruh bahwa si pemain dapat langsung memberikan hasil pada permainan tim. Sedangkan, mereka selama ini tidak banyak bergantung pada striker murni, melainkan berpangku pada performa Eden Hazard. 

Inilah yang kemudian membuat permainan Chelsea tidak maksimal dan menjadi blunder ketika gaya main yang 'rakus terhadap bola' tersebut dapat dirusak dengan pola bermain pragmatis dan cepat dari Bournemouth untuk segera menerobos lini pertahanan Chelsea.

Melihat permainan Chelsea yang super tidak efektif di laga ini, membuat kita seperti disuguhkan oleh gaya main Arsenal di masa akhir kepelatihan Arsene Wenger. 

Bola berputar-putar, dan bingung untuk mencari siapa yang terakhir harus mengeksekusi bola ke arah gawang lawan. Hal ini cukup terlihat ketika masih adanya Higuain di lini depan Chelsea di babak pertama.

Nahasnya, ketika Chelsea kebobolan dan Higuain ditarik keluar, ternyata tetap tidak memberikan hasil apapun bagi mereka. Kinerja kurang maksimal di lini depan, menjadi mimpi buruk yang sebenarnya bagi lini belakang Chelsea yang harus menghadapi pola serangan cepat dan langsung mampu merangsek ke kotak penalti. Hal ini tentu tak bisa disalahkan 100% di para pemain bertahannya.

Hasil kekalahan ini juga akhirnya membuat Chelsea harus sementara turun satu peringkat ke posisi 5. Posisi 4 kini diduduki Arsenal dengan poin sama namun kubu Meriam London unggul agresivitas gol. 

Hasil ini juga membuat peta persaingan zona Liga Champions semakin seru. Karena, jarak antara penghuni 3, 4, 5, dan 6 tidak terlalu jauh. Walau Spurs di sini sedikit lebih lega, karena, mereka dapat memenangkan laga di pekan 24 pasca tertinggal terlebih dahulu sejak babak pertama.

Tottenham Hotspur akhirnya menang saat menghadapi permainan cukup menarik dan alot dari tim tamu, Watford. Anak asuh Pocchetino ini harus menunggu hingga 10 menit terakhir untuk dapat menyamakan kedudukan dan berbalik unggul. 

Gol-gol mereka juga dihasilkan oleh duet striker, Son-Llorente yang mana keduanya jarang main bersama dan full time seperti di laga ini. Artinya, absennya Harry Kane---walau memang meninggalkan pengaruh besar dalam hal mencetak gol---tetap dapat diantisipasi dengan adanya perubahan formasi dan taktik.

Di laga ini, Pocchetino seperti tahu betul bahwa lini tengah mereka dapat diutak-atik dan difungsikan untuk menyokong dua striker beda karakter pada diri Son dan Llorente. 

Walau mereka menumpuk 5 pemain di lini tengah, namun, ketika menyerang, Spurs akan terlihat sangat penuh di lini depan/di area pertahanan lawan. 

Hal inilah yang kemudian membuat pertahanan Spurs dapat menjadi rapuh ketika mendapatkan serangan balik oleh lawan. Karena, menyisakan tiga bek terakhir yang belum tentu dapat selalu berdiri sejajar dan rapat.

Performa individu pun menjadi salah satu perhatian bagi Pocchetino. Hal ini terlihat ketika Jan Vertonghen harus ditarik keluar dengan memasukkan Trippier. 

Termasuk adanya pergantian yang rutin dilakukan, seperti keluarnya Sissoko dan masuknya Erik Lamela. Pergantian-pergantian ini akhirnya dapat membuat permainan Spurs lebih tajam. Apalagi dengan masuknya Lucas Moura. 

Membuat lini tengah Spurs dipenuhi pemain-pemain pembawa bola yang ulung dan inilah yang membuat pertahanan Watford lengah terhadap Son dan semakin sulit juga untuk mengantisipasi bola-bola kiriman yang mengarah ke Llorente.

Selebrasi Fernando Llorente. Telegraph.co.uk
Selebrasi Fernando Llorente. Telegraph.co.uk
Skor 2-1 dan 3 poin sudah cukup bagi Spurs untuk menjaga asa secara matematis di zona juara dan tetap jaga jarak dengan Arsenal, Chelsea, dan MU. 

Hitungan matematis yang masih dijaga oleh Spurs sebenarnya juga tak lepas dari kegagalan Liverpool untuk menjauh dari kejaran City. Mereka yang menjamu mantan jawara liga, Leicester City justru harus puas berbagi poin dan skor yang sama, 1-1.

Skor imbang ini sebenarnya tidak bisa dikorelasikan dengan permainan Liverpool yang dominan di segala hal dalam pertandingan ini. Namun, adu strategi secara teknis dan non-teknis rupanya menjadi faktor penting yang membuat laga harus berakhir imbang dan memastikan bahwa Liga Inggris masih seru untuk diikuti oleh para penikmatnya. 

Jarak 5 poin tentu bukanlah hal yang sangat sulit bagi City---untuk mengejar Liverpool---dengan mentalitas dan kedalaman skuadnya. Hal ini juga membuat teka-teki keberhasilan Klopp untuk dapat memupus dahaga Liverpool untuk juara liga masih tersisa 14 laga lagi.

Musim masih panjang, dan para pendukung masih tetap memupuk optimisme pada klub jagoannya masing-masing. Kira-kira, tim manakah yang akan juara?

Malang, 31 Januari 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun