Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lirik Lagu "Kemarin" Bagaikan Ramalan Nasib Seventeen

26 Desember 2018   15:52 Diperbarui: 26 Desember 2018   17:54 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Manusia mencoba menjalani hari dengan optimis, namun tanpa waspada."


"Kini... sendiri di sini... Mencarimu, tak tahu di mana
Semoga tenang... kau di sana.. selamanya..."

Sepotong lirik dari lagu Kemarin milik grup band Seventeen ini seolah menggambarkan apa yang kini sedang dialami oleh grup band asal Yogyakarta ini. Sebuah perjalanan hidup tentang kebersamaan yang lama, lalu harus berakhir dengan perpisahan yang berujung pada pencarian. Entah, apakah itu kebetulan, atau memang sudah menjadi bagian dari potongan misteri tentang kehidupan di masa depan.

Jika ditelusuri dari pembuatan lirik lagu ini, sebenarnya merupakan kisah kilas balik dari apa yang dialami oleh Herman---si pencipta lagunya. "Sebuah rasa kehilangan seseorang yang sangat berarti", begitulah yang dicoba untuk dapat disampaikan melalui lagu ini. Sebuah kisah perpisahan yang tak dikemas lebay dan terasa sangat masuk ke perasaan---bagi yang juga sedang merasa kehilangan.

Lagu ini sebenarnya sudah cukup lama berada di dalam album 'Pantang Mundur' yang dirilis tahun 2016. Namun, terlihat 'booming' pasca musibah yang dialami grup band Seventeen, si pemilik lagu ini. Musibah yang tak pernah diinginkan oleh siapapun harus menelan banyak orang termasuk personil Seventeen. Tiga orang personilnya; Herman (gitaris), Bani (bassis), dan Andi (drumer) harus menjadi korban yang tak selamat. Sedangkan Ifan yang menjadi korban selamat harus menjadi saksi kejadian bencana Tsunami yang melanda Banten, Pandeglang, dan Lampung.

Ifan Seventeen dan istri, Dylan Sahara. (Liputan6.com)
Ifan Seventeen dan istri, Dylan Sahara. (Liputan6.com)
Tidak hanya rekan segrupnya yang harus menjadi korban yang meninggal, termasuk sang istri dari Ifan juga harus berpisah dengan vokalis yang memiliki saudara kembar ini, untuk selamanya. Bahkan, istri Ifan yang bernama Dylan Sahara ini harus dinyatakan hilang dua hari pasca tsunami---yang datang kembali melanda Indonesia pasca tsunami di Palu beberapa waktu lalu.

Suatu peristiwa yang tidak bisa diterima begitu saja, namun memang harus dialami oleh manusia. Butuh suatu keikhlasan yang sangat besar untuk menerima ujian hidup. Bahkan, setiap hari tak pernah terbayangkan jika lagu yang menceritakan masa lalu, harus kembali ke dalam kehidupan bagi Seventeen. Seolah-olah lagu Kemarin menjadi ramalan tersendiri bagi kehidupan Seventeen. 

Kehilangan orang-orang penting di dalam hidup yang siapa yang saja tak akan pernah menginginkannya, dan ini menjadi suatu kepiluan yang mengundang empati besar. Karena, bersama peristiwa ini kita menemukan contoh hidup secara nyata, bahwa masa depan tidak ada yang tahu, walau potong-potongan misterinya sudah tersusun sejak lama.

Siapa yang dapat menduga hari esok?

Semua hanya bisa berharap yang terbaik, tanpa mau memperkirakan apa yang akan terjadi secara detilnya---ada dukanya pula.

Manusia saat ini semakin berada di masa yang serba optimis namun tidak dibarengi dengan kewaspadaan. Begitupula dengan apa yang terjadi pada kehidupan masyarakat Indonesia secara luas. Semua orang hanya bangun dari tidurnya hanya untuk mengetahui kehidupan orang lain dan memperbincangkannya. 

Suatu hal yang kemudian menggiring manusia untuk tidak ingat bahwa kehidupan ada batasnya, dan itu tak pernah bisa diperkirakan secara tepat. Kita hanya bisa memperkirakan dan berharap---optimis dan berpkir positif---tanpa berani mempersiapkan segala kemungkinan yang terburuk juga dapat terjadi.

Hal ini rupanya juga penting bagi elemen lain di tatanan kehidupan bernegara di Indonesia, yaitu, kewaspadaan terhadap bencana yang memiliki kemungkinan untuk terjadi (lagi) di Indonesia dalam beberapa waktu ini. Suatu pelajaran berharga di tahun ini adalah, tingkatkan segala fasilitas negara yang dapat membantu memberikan alarm kewaspadaan terhadap situasi yang gawat-darurat terhadap gejolak alam. Demi keselamatan masyarakat---meminimalisir korban jiwa. Jika harta benda tak bisa diselamatkan, setidaknya nyawa-nyawa yang masih berharap besar terhadap hari esok ini masih dapat diselamatkan.

Jika masih ada masyarakat yang bandel, maka perlu untuk dipertegas dan diberikan contoh dan penjelasan yang dapat dipahami dan membuat mereka akhirnya mau dievakuasi pra-bencana. Hal ini sangat perlu dilakukan, meski tak semua masyarakat Indonesia ini patuh terhadap upaya pencegahan. Karena, kebiasaan optimis dan menyesal di belakang itu sudah merasuk ke dalam pola pikir masyarakat Indonesia. Sehingga, pemerintah, khususnya bagian BMKG dan penanggulangan bencana alam dapat tetap gigih dan lebih giat lagi untuk terus memantau serta memberikan kabar yang akurat.

Salah satu hal penting lainnya yang mendukung upaya ini adalah perbanyak dan mutakhirkan alat-alat pendeteksi bencana alam. Bersama teknologi yang canggih tersebut, harapannya adalah dapat memberikan optimisme bagi masyarakat untuk dapat percaya terhadap informasi tentang apa yang akan terjadi terhadap gejolak alam. Ini bukan berbicara pada agama dan kepasrahan, namun berbicara tentang upaya hidup dan memperbaiki diri untuk masa depan yang lebih baik dengan usaha yang nyata bersama dengan perkembangan zaman.

Mari, singkirkan pikiran kolot dan upaya negatif lainnya seperti hanya menjelekkan kinerja pemerintah tanpa diimbangi dengan upaya mengevaluasi diri sendiri---sering paranoid dengan berita yang seharusnya valid dianggap hoaks, sedangkan yang hoaks dianggap valid.

Di sisi lain, pemerintah juga seyogyanya tak hanya melakukan tindakan mengevakuasi dan me-recovery korban bencana, namun juga menggalakkan upaya pencegahan dengan tegas dan jelas sebelum bencana itu benar-benar terjadi. Karena, tak semua rakyat dapat digerakkan hanya dengan intruksi saja, namun perlu adanya penjelasan. Itu penting.

Jika kedua hal ini beres, maka bencana alam yang memang susah dicegah ini setidaknya dapat dijauhi sebelum bencana tersebut mendekat lebih dekat tanpa diinginkan. Karena musibah tak akan memilih datang untuk menghampiri siapa. Siapa yang terdekat dengannya, dialah yang akan berjumpa dengan musibah tersebut.

---

"Semoga tenang, kau di sana... selamanya..."
Apapun yang sudah terjadi pada hari ini akan membawa kita pada satu hal yang tak bisa kita hilangkan pasca mengalami musibah---apapun itu. Yaitu, mengikhlaskan. Tetap berdoa dan mengharap yang terbaik terhadap apa yang sudah terjadi, dan berusaha sekuat mungkin untuk bangkit kembali---mengarungi kehidupan yang pastinya akan terasa lebih keras---tanpa adanya orang-orang terdekat yang sebelumnya selalu mendukung upaya kita sehari-hari.

Mari bangkit bersama-sama, untuk Indonesia yang lebih baik lagi di tahun yang baru nanti.

Optimislah, dan waspadalah!

Malang, 26 Desember 2018
Deddy Husein S.

Tambahan:

Klik di sini untuk menonton Video klip 'Kemarin', single keempat Seventen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun