Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bencana, Kode Tuhan agar Umat-Nya Bersatu

24 Desember 2018   22:14 Diperbarui: 25 Desember 2018   04:12 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kesedihan Merajalela di Tahun 2018"

Banyak kabar tentang berdukanya Indonesia dalam kurun waktu 1 tahun ini. 2018 seolah-olah menjadi tahun bergembira dan bersedihnya masyarakat Indonesia. Tahun gembira, karena berhasil menggelar ajang olahraga bergengsi Asian Games dan Asian Para Games. Namun, juga berduka, karena bumi khatulistiwa ini terus menerus diguncang oleh bencana dari segala arah.

Gempa bumi, tsunami, banjir, dan puting beliung telah berpresentasi di negara yang sedang menuju masa transisi kepemimpinan di akhir periodenya presiden Joko Widodo (Jokowi) ke masa pilpres 2019 nanti.

Bahkan tak hanya bencana alam yang menimpa Indonesia, namun, berbagai bencana yang disebabkan oleh ulah manusia, juga turut hadir. Seperti, teror bom yang pernah terjadi di kota Surabaya, kasus-kasus korupsi massal yang kian terungkap, ulah para pelaku sepakbola tanah air yang terus membuat resah, dan segala permasalahan lainnya.

INDONESIA BERDUKA!

Tak hanya bagi golongan kanan, kiri, putih, dan hitam yang merasakan kesedihan. Namun, semua golongan yang menjadi penduduk wilayah Indonesia adalah korban dari segala bencana yang terjadi di Indonesia tahun ini.

Duka mendalam adalah milik kita semua, tanpa terkecuali. Namun, yang menjadi soalnya adalah kenapa masih ada perdebatan tentang agama, siapa yang bertanggungjawab, dan sebab-musabab bencana tersebut?

Masihkah perlu, kita membicarakan soal fatwa ajaran agama untuk menilai bencana itu merupakan azab kepada umat tertentu?

Masihkah perlu, kita membicarakan siapa yang harus bertanggungjawab menanggulangi dan 'menyembuhkan luka' para korban bencana tersebut?

Masihkah perlu, kita membicarakan siapa calon pemimpin negara terbaik ketika ada bencana yang terjadi---dan terus menerus?

Segala perdebatan masih saja muncul, ketika negeri tercinta sedang berduka. Seolah-olah tak ada waktu untuk merenung, mengingat waktu esok yang menjadi misteri. Seolah-olah, kerongkongan tak bisa sabar menahan haus. Haus untuk terus mengoceh---mengobral segala kata-kata yang tidak penting.

Indonesia akan sangat kesulitan untuk bergerak maju, jika di dalam diri masyarakatnya masih saja memperdebatkan hal-hal yang sangat penuh dengan rasa keberpihakan dan saling menjatuhkan. Padahal, ketika bencana datang, kita tidak bisa memilih siapa yang selamat dan siapa yang mati terkena bencana tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun