Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika Politisi "Nyambi" Jadi Sastrawan

17 Desember 2018   21:51 Diperbarui: 18 Desember 2018   13:43 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka adalah cangkir pelindung air hangat dengan seduhan teh tak manisnya. Namun aromanya sangat harum. Merekalah sastrawan yang sepatutnya lebih diapresiasi oleh publik secara luas. Tak perlu mengenal mereka seperti apa, namun kenalilah karyanya. Sehingga kita dapat menilai seperti apa itu puisi yang sejatinya.

Lalu, bagaimana dengan puisi-puisi yang bercorak propaganda atau berlatar belakang politis---dari penulisnya? Mereka sah untuk hadir, bahkan puisi semacam itu juga pernah ada di Bumi ini---seperti Rusia, China atau Jepang*. 

Tapi, kita harus melihat seperti apa tujuan dari keberadaan puisi seperti itu, dan masihkan dapat berlaku untuk masyarakat Indonesia yang sudah sepatutnya lebih matang dalam menyikapi segala macam tulisan yang berserakan di laman sosial media.

Orang politisi tak haram untuk menyentuh puisi, namun seyogyanya mereka sadar terhadap apa tujuan dan isi yang ada di puisi---yang dihasilkannya---tersebut.
Begitu pula dengan masyarakat. Sangat disayangkan jika masyarakat juga gagal dalam menyikapi keberadaan politisi dan puisinya dengan sewajarnya.

Apresiasi boleh, namun tidak perlu dibesar-besarkan---yang perlu dibesarkan adalah kinerjanya yang seperti apa saat berkecimpung di ranah politik Indonesia. Sudahkah mereka (para politisi) memberikan pengaruh baik terhadap pembangunan dan pengembangan negara ini dengan karya politiknya? Jangan sampai mereka menutupi kekurangannya dalam berpolitik sehat dengan karya puisinya.

Apabila ingin menjadi pemuisi yang layak dielu-elukan masyarakat, seyogyanya lepas statusnya sebagai politisi dan mari berkarya dengan sehat dan kontekstual demi kemartabatan negeri ini.

Supaya Indonesia tak terlalu kebanyakan berita dan kasus yang sangat kurang penting untuk diperbincangkan. Apalagi jika sampai membuat para penikmat puisi dan sastra mulai kebingungan untuk menilai karya yang layak dibaca, diresapi dan diikuti pola pikirnya dengan karya yang bahkan seharusnya tidak dibaca.
Sayangi negeri ini dengan apa yang bisa masing-masing lakukan, sesuai dengan porsi, status dan perannya.

Jangan nyambi, jika belum kuat. Apalagi nyambi jadi sastrawan.

Malang,
16 Desember 2018
Deddy Husein S.

Catatan:
*) tentang seluk-beluk puisi propaganda yang dapat dilihat di buku Tifa Penyair dan Daerahnya yang ditulis oleh Hans Bague Jassin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun