Mereka adalah cangkir pelindung air hangat dengan seduhan teh tak manisnya. Namun aromanya sangat harum. Merekalah sastrawan yang sepatutnya lebih diapresiasi oleh publik secara luas. Tak perlu mengenal mereka seperti apa, namun kenalilah karyanya. Sehingga kita dapat menilai seperti apa itu puisi yang sejatinya.
Lalu, bagaimana dengan puisi-puisi yang bercorak propaganda atau berlatar belakang politis---dari penulisnya? Mereka sah untuk hadir, bahkan puisi semacam itu juga pernah ada di Bumi ini---seperti Rusia, China atau Jepang*.Â
Tapi, kita harus melihat seperti apa tujuan dari keberadaan puisi seperti itu, dan masihkan dapat berlaku untuk masyarakat Indonesia yang sudah sepatutnya lebih matang dalam menyikapi segala macam tulisan yang berserakan di laman sosial media.
Orang politisi tak haram untuk menyentuh puisi, namun seyogyanya mereka sadar terhadap apa tujuan dan isi yang ada di puisi---yang dihasilkannya---tersebut.
Begitu pula dengan masyarakat. Sangat disayangkan jika masyarakat juga gagal dalam menyikapi keberadaan politisi dan puisinya dengan sewajarnya.
Apresiasi boleh, namun tidak perlu dibesar-besarkan---yang perlu dibesarkan adalah kinerjanya yang seperti apa saat berkecimpung di ranah politik Indonesia. Sudahkah mereka (para politisi) memberikan pengaruh baik terhadap pembangunan dan pengembangan negara ini dengan karya politiknya? Jangan sampai mereka menutupi kekurangannya dalam berpolitik sehat dengan karya puisinya.
Apabila ingin menjadi pemuisi yang layak dielu-elukan masyarakat, seyogyanya lepas statusnya sebagai politisi dan mari berkarya dengan sehat dan kontekstual demi kemartabatan negeri ini.
Supaya Indonesia tak terlalu kebanyakan berita dan kasus yang sangat kurang penting untuk diperbincangkan. Apalagi jika sampai membuat para penikmat puisi dan sastra mulai kebingungan untuk menilai karya yang layak dibaca, diresapi dan diikuti pola pikirnya dengan karya yang bahkan seharusnya tidak dibaca.
Sayangi negeri ini dengan apa yang bisa masing-masing lakukan, sesuai dengan porsi, status dan perannya.
Jangan nyambi, jika belum kuat. Apalagi nyambi jadi sastrawan.
Malang,
16 Desember 2018
Deddy Husein S.
Catatan:
*) tentang seluk-beluk puisi propaganda yang dapat dilihat di buku Tifa Penyair dan Daerahnya yang ditulis oleh Hans Bague Jassin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H