"Tak hanya di Indonesia, di Inggris, Spanyol, dan Italia, mereka alami nasib serupa."
Semua tahu bahwa dalam kompetisi Liga 1 dua musim terakhir ini, kita menemukan nama asing dan terlewat asing (baru) di sepakbola Indonesia. Yaitu, Sylvano Comvelius (top skor 2017) dan Aleksandar Rakic (2018). Seorang Belanda dan Serbia datang ke Liga Indonesia pertama kali dan berhasil mencetak banyak gol. Lalu, di manakah pemain Indonesia di daftar pencetak gol terbanyak?
Mereka sebenarnya ada di daftar pencetak gol, namun tidak bisa menjadi yang terbanyak dan menyabet gelar top skor liga. Lalu, apakah itu buruk?
Sebelum menjawab tentang itu, mari, kita simak daftar peraih gelar top skor* di kompetisi liga Italia (Serie A), Inggris (Premier League) dan Spanyol (La Liga) dari musim 2010/11 sampai 2017/18.
Top skorer Serie A: Antonio Di Natale-Italia (28 gol), Zlatan Ibrahimovic-Swedia (28), Edinson Cavani-Uruguay (29), Ciro Immobile-Italia (22), Mauro Icardi-Argentina dan Luca Toni-Italia (22), Gonzalo Higuain-Argentina (36), Edin Dzeko-Bosnia Herzegovina (29), Ciro Immobile-Italia dan Mauro Icardi-Argentina (29).
Top skorer La Liga: Cristiano Ronaldo-Portugal (40), Lionel Messi-Argentina (50), Lionel Messi-Argentina (46), Cristiano Ronaldo-Portugal (31), Cristiano Ronaldo-Portugal (48), Luis Suarez-Uruguay (40), Lionel Messi-Argentina (37), Lionel Messi-Argentina (34).
Top skorer Premier League: Carlos Tevez-Argentina dan Dimitar Berbatov-Bulgaria (20), Robin van Persie-Belanda (30), Robin van Persie-Belanda (26), Luis Suarez-Uruguay (31), Sergio Aguero-Argentina (26), Harry Kane-Inggris (25), Harry Kane-Inggris (29), Mohammed Salah-Mesir (32).
Dari data tersebut, kita dapat ketahui bahwa, semua liga domestik tidak bisa dikuasai dengan mudah oleh para pemain asli dari kompetisi tersebut. Mungkin, liga Italia yang masih memiliki daya saing yang ketat antara pemain lokal dengan pemain asing dalam perburuan gelar pencetak gol terbanyak setiap musimnya.
Bahkan, jika ditarik ke musim yang jauh ke belakang, Serie A memang liga terbaik bagi para pemain lokalnya untuk dapat unjuk ketajaman. Selain Antonio Di Natale yang merupakan 'produk' lama, ada pula nama-nama seperti Luca Toni, Alberto Gilardino, hingga Francesco Totti dan Alessandro Del Piero. Kini, kita lebih akrab dengan pemain lokalnya seperti Ciro Immobile, Andrea Belotti, Antonio Candreva dan pemain lainnya.
Salah satu liga terbaik di dunia, ada di liga Inggris. Bahkan liga ini adalah liga tujuan dari para pemain hebat dari berbagai negara dan benua untuk membuktikan diri sebagai salah satu pemain terbaik di dunia. Di liga ini, cenderung lebih banyak pemain dari berbagai benua yang tampil trengginas termasuk dalam urusan mencetak gol.
Nama-nama seperti Tevez dan Aguero seolah membuktikan kepada kita, bahwa tak hanya di liga Italia dan Spanyol saja, pemain dari Amerika Latin dapat memukau publik penikmat sepakbola dunia. Di Inggris yang memiliki aroma persaingan yang jauh lebih ketat dalam urusan gelar juara tim, rupanya juga menghadirkan persaingan sengit dalam urusan mencetak gol. Namun, sedikit sama dengan Serie A, bahwa di Premier League kita masih dapat melihat pemain lokal dan lawas seperti Jermaine Defoe, Wayne Rooney, dan Theo Walcott mencetak gol. Termasuk di era baru, yang kemudian mulai melahirkan pemain Inggris yang tajam. Seperti Harry Kane, Daniel Sturridge, Jamie Vardy dan Raheem Sterling.
Justru, ada kompetisi yang sedikit mengenaskan dalam urusan daftar pencetak gol dari pemain domestiknya, yaitu La Liga. Kompetisi terbaik yang dimiliki publik Spanyol ini, sangat kesulitan untuk melihat pemain domestiknya dapat menguasai puncak top skor liga. Bahkan di beberapa musim terakhir seperti hanya berkutat pada pemain Barcelona dan Real Madrid yang semuanya bukan pemain asli Spanyol.
Namun, dari ketiga kompetisi ini, sebenarnya masih memunculkan para pemain lokalnya untuk dapat mengisi daftar pencetak gol terbanyak. Memang tidak seketat Serie A dan Liga Inggris (dalam waktu dekat ini), namun La Liga juga masih memunculkan nama-nama seperti pemain gaek Aritz Aduriz, Fernando Llorente (saat masih di La Liga), David Villa (saat masih di La Liga), Paco Alcacer, Iago Aspas dan yang masih diperhitungkan sampai saat ini adalah Diego Costa.
Artinya, Spanyol masih punya harapan untuk mencari penyerang subur untuk mengisi skuad timnasnya. Namun, faktanya jika disandingkan dengan pemain impor seperti Messi, Ronaldo, Suarez, dan Griezmann, torehan golnya masih memiliki jarak.
Hal ini juga terjadi di Inggris. Perbedaannya adalah Inggris memiliki semangat untuk merubah peta persaingan secara individu pemainnya dengan adanya kesempatan dalam mengorbitkan pemain muda asli Inggris---hal ini juga harus diimbangi dengan pertumbuhan dan perkembangan kualitas yang memuaskan bagi pelatihnya. Maka, tak heran, jika kita mulai mengenal sosok-sosok predator lokal seperti Kane, Sterling, Alli, dan bahkan kini juga muncul nama baru seperti Loftus-Cheek.
Mereka (publik sepakbola Inggris) tahu faktanya harus seperti itu---persaingan individu harus bersaing dengan pemain asing yang kualitasnya sangat bagus. Namun, mereka tidak gentar dan tidak menyalahkan liganya---yang membuka pintu lebar kepada pemain asing, walaupun beberapa bagian juga mengecam adanya kebebasan transfer pemain asingnya. Mereka menyiasatinya dengan tetap fokus untuk pembibitan (pola didik di akademi) dan penyebaran (pemain dipinjamkan ke klub-klub untuk mendapatkan waktu main yang maksimal).
Begitu pula dengan Serie A. Mereka juga kedatangan banyak pemain asing, apalagi dari daratan Latin (Brazil dan Argentina). Bahkan, pemain-pemain asing ini sangat sengit untuk menunjukkan kualitasnya---uniknya kultur sepakbola mereka (Latin dan Italia) hampir tak beda jauh. Sehingga, memberikan kenyamanan bermain yang bagus bagi para pemain asingnya.
Namun, hal ini tak dibiarkan begitu saja---diantisipasi, karena masing-masing tim juga seringkali melakukan promosi pemain muda dari akademinya. Mereka juga memberlakukan penyebaran pemain dengan meminjamkan pemainnya ke klub-klub kasta lebih rendah yang memungkinkan untuk memberikan menit dan pengalaman bermain yang sesuai harapan---menumbuhkan level permainan. Sehingga, ketika pemain lokal tersebut muncul ke permukaan (mentas di Serie A atau membela klub besar), akan tak kesulitan untuk bersaing dengan para pemain asing.
Fakta semacam inilah (bagaimana mengelola liga/kompetisinya) yang seharusnya lebih diperhatikan oleh publik sepakbola Indonesia juga. Gerbang kompetisi boleh dibuka untuk menyambut pemain-pemain asing---apalagi yang sangat berkualitas, namun harus diimbangi dengan kompetisi junior yang memungkinkan untuk melahirkan regenerasi yang tak terputus.
Generasi Bambang Pamungkas dkk masih bertahan di lapangan sampai sekarang bukan karena pemain tersebut masih mencintai profesinya, namun bisa jadi karena kurang cepatnya kemunculan pemain hebat yang dapat segera menggusur pemain-pemain lawas, dan siapakah yang sudah siap menggantikan generasi Boaz Solossa---pemain lokal terakhir yang merengkuh titel top skor liga?
Dari situlah, tak mengherankan jika kemudian timnas kekurangan penyerang haus gol. Karena stok melimpah yang dimiliki adalah para pemain sayap. Itupun tidak mampu konsisten mencetak gol. Karena, di klubnya, mereka terbiasa melayani penyerang asing, bukan menerima bola dan mencetak gol---inilah tugas striker yang bahkan tak semuanya pemain (termasuk lokal) bisa melakukannya.
Stok penyerang tajam lokal yang masih terjaga (mungkin) hanya tersisa Samsul Arif Munip. Mantan pemain Persela Lamongan ini rupanya tidak kehilangan ketajamannya meski harus merapat ke klub Barito Putera. Bahkan di musim 2018 (yang baru saja tuntas), dia adalah penyerang lokal tersubur dengan torehan 14 gol---setelah berhasil mencetak gol di laga terakhir lawan Persib Bandung. Artinya, stok penyerang lokal memang tidak banyak dalam urusan mencetak gol. Namun, ini bukan karena dominasi penyerang asingnya, melainkan kualitas pemain lokalnya yang belum dapat meyakinkan pelatih dan klub agar dapat benar-benar mempercayakan lini depan 100% kepada penyerang lokal.
Kita bisa lihat klub Arema FC yang tidak memiliki penyerang asing maupun penyerang naturalisasi. Lini depan mereka tidak sepenuhnya tajam. Ketika penyerangnya tumpul, maka sumbangan gol akan bergantung ke pemain tengah, dan pemain tengah itu adalah Makan Konate. Lagi-lagi bukan pemain lokal---padahal sudah diturunkan posisinya ke pemain tengah. Artinya, bukan saja sulit mencari penyerang lokal yang haus gol, pemain tengah yang haus gol juga sulit.
Maka dari itu, kita tidak bisa menyalahkan regulasi tentang pemain asing, karena ini menyangkut pilihan terhadap kualitas pemain dan ini tentunya berada di ranah kekuasaan pelatih. Bukan manajemen, juga bukan pemainnya sendiri. Jika, anda memiliki klub dengan pelatih sehebat Robert Rene Albert, Mario Gomes dan Stefano Cugurra, tentu yang dipikirkan oleh pelatih tersebut adalah pemain yang sesuai dengan taktiknya. Bukan taktik yang menyesuaikan pemainnya. Karena, ini adalah klub. Artinya, klub jangkauannya (seharusnya) lebih luas dibandingkan tim nasional. Karena, jika bisa datangkan pemain hebat asal mancanegara, why not?
Kecuali, jika ini berbicara tentang tim nasional, maka bisa jadi taktik dari pelatih menyesuaikan dari potensi pemain yang ada di penjuru negeri tersebut. (mungkin kita bisa merenungkan pemikiran ini)
Lalu, apakah kita bisa menerima secara lapang dada jika gelar top skor selalu diraih oleh pemain asing?
Jika tidak, bagaimanakah seharusnya pemain (khususnya penyerang) lokal tersebut, agar dapat menguasai daftar top skor liga?
Sebenarnya kita masih punya penyerang berkualitas pada Ferdinan Sinaga, Pattrick Wanggai, Hari Nur, Dedik Setiawan, bahkan juga ada penyerang bayangan seperti Osvaldo Haay, Titus Bonai, dan lainnya. Hanya, kita perlu melihat konsistensi bermain mereka. Jika, tanpa ada cedera, kemungkinan besar mereka dapat menunjukkan kemampuan mereka dalam mengoyak jala lawan.
Semoga.
Malang,
11-12-2018
Deddy Husein S.
Catatan:
*: data yang disajikan berasal dari berbagai sumber, seperti merdeka.com, goal.com, bola.bisnis.com, suara.com, simomot.com, sportssatu.com, bolalob.com, sidomi.com, detik.com, bola.tempo.co dan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H