"sinyal baik dari semangat tinggi yang nyaris punah"
Arsenal selalu bisa memberikan cerita dari masa ke masa. Dari keberhasilan mereka menjadi pesaing terhadap dominasi Manchester United (MU) dan Liverpool dalam perebutan juara Premier League, kemudian menjadi tim dengan torehan rekor yang sampai saat ini belum terpecahkan---satu musim tak terkalahkan. Sampai menjadi sebuah tim selain MU (dengan pelatih Sir Alex Ferguson) yang berhasil mempertahankan pelatih dalam kurun waktu yang lama bersama pelatih asal Prancis, Arsene Wenger.
Arsenal dan Arsene Wenger memang sudah berpisah di akhir musim 2018 dengan torehan negatif kembal---tanpa gelar dan hanya menjadi peserta kompetisi Eropa level kedua di Europa League. Namun, perpisahan itu bukan hal yang buruk namun juga menjadi suatu hal yang patut dikhawatirkan tentang bagaimana nasib klub asal London Utara ini untuk dapat masih stabil bersaing---setidaknya kembali ke big four. "Masa depan konon adalah sebuah teka-teki."
Mereka memang tidak merekrut kandidat dari nama-nama seperti Massimilliano Allegri, Antonio Conte, Thierry Henry, atau mencoba mencari keberanian dengan menarik Mikel Arteta yang dianggap patut diperhitungkan karena faktor pengalamannya bekerja sama dengan Josep Guardiola di Manchester City.Â
Namun, tim Meriam London memilih orang Spanyol lainnya yang sebelumnya 'mengungsi' ke tim raksasa asal Prancis bersama Paris St. Germain (PSG) setelah dianggap sangat sukses bersama dengan Sevilla di kancah Europa League. Di liga malam Jumat ini, pelatih bernama Unai Emery itu sukses membawa Ivan Rakitic (sebelum gabung ke Barcelona) dkk menjuarai kompetisi kasta kedua tersebut tiga kali beruntun. Sungguh fenomenal!!
Di sinilah, kemudian kedatangannya ke skuad Meriam London dinilai akan dapat menghasilkan sesuatu yang menarik nan baru untuk dapat dimainkan oleh Aaron Ramsey dkk. Sesuatu yang mencitrakan sepakbola Spanyol yang taktis dan penuh dengan enerji untuk meraih hasil semaksimal mungkin.
Arsenal memang sudah cukup matang secara identitas permainan, namun mereka semakin menurun terhadap sebuah poin penting yang sepertinya meluntur seiring berjalannya waktu. Yaitu, semangat untuk menang.
Sudah bukan rahasia lagi jika membicarakan tentang Arsenal adalah klub paling unik di Inggris yang memainkan sepakbola kolektif yang cantik dan mengutamakan penguasaan bola yang dominan. Sesuatu yang mirip dengan permainan klub asal Spanyol yang identik dengan strategi tiki-takanya, FC Barcelona.
Namun, di antara keduanya, ada perbedaan yang mencolok.
Yaitu adanya variasi, kecepatan, dan keakuratan.
Barcelona memang memainkan bola dari kaki ke kaki, namun mereka tak segan untuk memainkan bola umpan lambung dan through pass. Selain itu, mereka mengalirkan bola dengan lebih cepat dan dinamis. Setiap pergerakan antar pemainnya sangat diperhatikan oleh masing-masing pemainnya.Â
Sehingga kita bisa melihat bagaimana Lionel Messi selalu tahu bagaimana membuka ruang pertahanan lawan dengan memanfaatkan overlapping dari Jordi Alba dan bek kiri ini juga tau apa yang harus dilakukan saat menerima bola tersebut. Selain itu, mereka berani berspekulasi dalam membangun serangan ketika mengalami semacam deadlock dalam upaya membongkar pertahanan lawan. Inilah yang membuat Barcelona masih bisa menakutkan bagi pertahanan lawan.
Sebuah catatan penting lainnya yang menjadi perbedaan antara Arsenal dengan klub asal Catalan ini adalah pelatihnya. Arsenal bersama dengan Arsene Wenger sejak 1996-2018, sedangkan dalam kurun waktu yang sama, Barcelona sudah mengalami banyak pergantian pelatih.Â
Bahkan di era tahun 2000-an, Barcelona pasca populer dengan Tiki-Takanya Pep Guardiola (sebelum pindah ke Bayern Munchen dan Man. City), mereka kemudian pindah tangan ke Tito Vilanova, Gerardo Martino, Luis Enrique, dan kini ditangani Ernesto Valverde. Artinya, Barcelona juga mengalami perubahan, atau mungkin disebut dengan penginovasian terhadap culture tiki-taka dengan gaya permainan yang dibawakan oleh masing-masing pelatih tersebut.
Berbeda dengan Arsenal yang hanya bersama dengan sosok yang sama pada diri Arsene Wenger. Otomatis apa yang terjadi pada sosok tersebut, juga akan terjadi pada permainan timnya. Meski ketika sudah di lapangan, permainan akan lebih bergantung pada keputusan yang terbaik pada masing-masing pemain.
 Namun, mereka tak akan bisa melupakan taktik yang sudah dititipkan oleh pelatihnya---apalagi jika sudah ditanamkan taktik tersebut sejak lama. Artinya, Arsenal semakin menua seperti Arsene Wenger yang kian rapuh dan harus terus bertarung dengan generasi di bawahnya yang tak segan untuk bermain pragmatis namun meyakinkan---dan masih punya enerji yang lebih.
Inilah yang sepertinya dibawa oleh Unai Emery. Menginginkan semangat untuk menggempur pertahanan lawan dengan berbagai cara.
Arsenal memang masih tak kehilangan banyak penguasaan bola di sebuah pertandingan. Namun, mereka menguasai bola bukan untuk dijadikan statistik permainan belaka, melainkan selalu diharuskan bahwa bola tersebut dapat dibawa ke pertahanan lawan bagaimanapun caranya dan apapun yang dihasilkan. Jika dapat menghasilkan gol berarti itu telah sesuai ekspektasi. Namun jika hanya menjadi peluang, itu juga sudah baik---setidaknya mereka dapat meneror secara pasti pertahanan lawan.
Dari sanalah kita bisa mulai mengetahui perbedaan filosofi bermain dari Arsene Wenger ke Unai Emery. Permainan Arsenal menjadi lebih berani mengintimidasi pertahanan lawan dan mampu membuat gelora penyerangan menjadi atraktif dan penuh enerji.
Bahkan, permainan Arsenal saat ini juga diakui pelatih rival sekota, Mauricio Pocchetino. Pelatih Spurs ini mengatakan bahwa permainan Arsenal lebih fresh, dan ini bisa diartikan bahwa permainan Arsenal jauh lebih dinamis dan penuh semangat untuk menggempur pertahanan lawan---mencari gol sebanyak-banyaknya. Bahkan Emery sempat mengatakan bahwa dirinya lebih menyukai kemenangan dengan skor 4-5 dibandingkan 1-0. Bisa diartikan bahwa Emery menginginkan adanya keberanian para pemainnya dalam menyerang dan menghasilkan kemenangan di akhir---banyak pertandingan yang dijalani Arsenal dengan ketertinggalan terlebih namun di babak kedua mereka berhasil come back.
Kita bisa melihat bagaimana kemenangan Arsenal di Derby London Utara dengan Tottenham Hotspur di akhir pekan lalu adalah dengan cara yang fantastis. Tertinggal 1-2 di babak pertama, namun berhasil mencetak 3 gol di babak kedua yang kemudian membuat skor akhir menjadi 4-2 dan Arsenal menjadi pemenangnya. Sekaligus membuat Arsenal berhasil menggeser posisi sang rival sekota di papan klasemen sementara.
Di pertandingan ini pun para penikmat bola disuguhkan dengan permainan yang menarik, bahkan terlewat menarik di kala pertandingan juga diwarnai dengan hujan cukup deras di babak kedua yang membuat lapangan seringkali membuat pemain tergelincir. Bagi pendukung tuan rumah, mungkin perasaan was-was terhadap kekalahan mulai menghantui. Begitu pula dengan naik-turunnya emosi saat pasca gol tim tamu melalui Dier yang juga melahirkan kisruh di antara pemain Arsenal dan Tottenham Hotspur di tepi lapangan---di babak pertama.
Namun, cerita seolah menjadi berbeda ketika pertandingan masuk ke babak kedua. Meski, terlihat bahwa Spurs masih mencoba mengambil inisiatif menyerang. Namun, Arsenal semakin gencar dalam membangun serangan. Khususnya dengan cara membangun transisi dari bertahanan ke menyerang yang sangat cepat dan itu gagal diantisipasi dengan baik oleh pertahanan tim tamu.
Tiga gol tercipta dengan pembangunan serangan yang apik antar pemain, sekaligus dengan agresivitas menyerang yang variatif. Terlihat bahwa seorang pemain seperti Lucas Torreira juga penuh dengan keyakinan tinggi untuk dapat merangsek masuk ke area kotak penalti lawan sendirian dan berhasil mengeksekusi bola dengan baik untuk menaklukkan kiper sekaligus kapten Spurs, Hugo Lloris. Skor 4-2 (1-2) menjadi bukti bahwa Arsenal tidak bisa diremehkan saat ini---rentetan hasil positif masih terjaga.
Permainan yang semakin atraktif, dinamis, dan cepat juga membuat Arsenal memiliki aura kehausan dalam mengejar kemenangan. Sepertinya kamus menyerah tidak ada di kaki-kaki Aubameyang, Lacazette, dan para pemain lainnya. Mereka ingin mencari hasil yang maksimal bersama gol-gol yang harus bisa mereka hasilkan dalam skema penyerangannya.
Lalu, apakah Arsenal sudah bisa disambut dengan, "Welcome to the track of victory!"?
Musim kompetisi Premier League memang masih panjang. Namun, ada kalanya publik mulai dapat kembali ke mejanya untuk berlagak sebagai dukun guna memprediksi masa depan tim-tim yang sedang bertransisi dan mencoba kembali ke  jati diri sebagai pemenang seperti Arsenal---di kala permainan tim lain seperti Liverpool dan Manchester City semakin menunjukkan keseriusan dan konsistensi dalam bersaing memperebutkan gelar juara Premier League musim 2018/2019.
Kisah masih berlanjut dan selamat untuk Arsenal dan para pendukungnya atas perjalanan yang menarik di petualangan musim ini!
Malang,
4 Desember 2018
Deddy Husein S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H