Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah daerah kering dengan tingkat curah hujan yang kecil. Rata-rata volume curah hujan tahunan di NTT hanya sebesar 1.000 mm, dengan musim hujan berlangsung selama 3-5 bulan, dan musim kering berlangsung selama 7-9 bulan.
Pulau Sumba, salah satu pulau yang ada di wilayah NTT, merupakan pulau yang beriklim lebih kering dibandingkan pulau lainnya, terutama Kabupaten Sumba Timur.
Meskipun demikian, ditambah dengan kondisi tanahnya yang kurang subur, di mana hanaya 11% dari luas tanah kabupaten yang baru bisa digarap sebagai lahan pertanian tetapi lebih dari separuh penduduknya adlah petani. Bahkan menempati tempat pertama dalam PDRB.
Otomatis persoalan tata guna air menjadi hal yang sangat krusial dalam pembangunan di Sumba, khususnya Sumba Timur.
Terlebih Sumba Timur dalam RT dan RW-nya menyatakan bahwa program utamanya adalah pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan pertanian, yaitu pada seluruh wilayah kecamatan terutama wilayah Kecamatan Waingapu, Kambera, Pandawai, Kambata Mapambuhang, dan Lewa.
Apalagi motto kabupaten ini adalah "matawai amahu pada njara hammu", yang secara harfiah diartikan "mata air emas, padang kuda elok" yang seharusnya semakin menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya air untuk kepentingan semua pihak adalah hal yang sangat krusial untuk menjadi perhatian seluruh stake holder di Sumba Timur.
Dari data PU tahun 2014 saja Di Pulau Sumba teridentifikasi lebih dari 500 mata air, tersebar di seluruh wilayah pulau, sedangkan untuk wilayah Sumba Timur tercatat 268 mata air, yang tersebar di beberapa kecamatan, yaitu berada di Kecamatan Rindi, Umalulu, Pahunga Lodu, Paberiwai, dan Lewa. Artinya ada banyak sumber mata air yang dapat dioptimalkan.
Mata air dalam budaya masyarakat Adat Sumba
Dalam konteks budaya Marapu, air merupakah darah dari tanah humba. Dalam adat Marapu pula dikenal Pa Eri Wee atau Kalarat Wai (Pengkeramatan Sumber Mata Air), merupakan aktivitas religus aliran kepercayaan Marapu dengan melakukan persembahan di sumber mata air, selain merupakan ibadah ucapan syukur, kegiatan ini sekaligus sebagai ibadah permohonan kepada sang pencipta agar senantiasa melimpahkan karunia air buat orang Humba.
Kalarat Wai atau Pengkeramatan Air juga sebagai bentuk penghormatan dan pelestarian alam terhadap sumber-sumber mata air yang selama ini mendapat ancaman serius. Karena itu, sampai saat ini, masyarakat adat di kawasan tempat persembayangan masih mengkeramatkan/melarang aktivitas pengrusakan di tempat mata air. Air dipercaya bersumber dari keberadaan hutan yang terbentang luas membungkus gunung di pulau Sumba.
Meningkatkan kesejahteraan melalui investasi?
Sebagai salah satu kabupaten miskin di Indonesia, penanaman investasi seringkali dipandang sebagai shortcut terbaik untuk mengejar ketertinggalan melalui pemanfaatan teknologi.
Hal ini juga berlaku di Kabupaten Sumba Timur. Bahkan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi belum lama ini sempat meninjau lokasi perkebunan tebu yang akan berinvestasi seluas 52.000 hektar ini yang digadang-gadang akan mengangkat derajat perekonomian masyarakat Sumba Timur. Sebuah terobosan yang dipandang sebagai jalan keluar untuk dapat mengurangi secara drastis desa tertinggal dan mengentaskan kemiskinan.