Sumba Barat, Tabera 26/1/2018 Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sumba melaksanakan kegiatan pemetaan partisipatif yang dilaksanakan dari tanggal 23-29 Januari 2018 di Kampung Tabera, desa Doka Kaka, Kecamatan Loli, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.
Pengurus Wilayah AMAN (PW AMAN) Sumba Deby Rambu yang juga turut hadir dalam musyawarah bersama para "Rato" (kepala Suku) mengatakan bahwa hari ini kegiatan musyawarah bersama bertujuan untuk menyatukan konsep pemetaan wilayah masyarakat adat, sehingga masyarakat adat juga lebih mengetahui dengan jelas potensi wilayah adat yang ada. Para Rato dikumpulkan untuk menggali data sosial terkait dengan sejarah asal usul wilayah adat". Ujar Deby Rambu.
Selaku perempuan adat sekaligus Pengurus Wilayah AMAN Sumba, Deby Rambu  mengungkapkan betapa kompleksnya persoalan pengakuan Wilayah Masyarakat Adat, oleh karena itu lewat kesempatan ini PW AMAN sangat berharap partisipasi semua pihak baik itu pemerintah, LSM, Masyarakat adat untuk turut memperjuangkan hak-hak masyarakat adat di NTT. Kominten yang dibangun bersama masyarakat adat hari ini akan menjawab berbagai persoalan masyarkat adat di Pulau Sumba, kami berharap ini akan menjadi contoh yang baik untuk dilakukan secara serentak di empat kabupaten di pulau Sumba dan NTT pada umumnya.
Musyawarah bersama ini dihadiri oleh Sembilan Rato diantaranya Rato Rumat dari kampung Ina Ama, Rato Bew Dangu Wole suku Taida Logoko, Rato Saingo Buni suku Tangu Toto, Rato Lango Ubu Rei suku Sugu Bedu, Rato Balu Dangu Kula suku Wetalo, Rato Dongu Wole suku Toto Gaura, Rato Nono Buni Kose suku Welowo, Rato, Rato Kuri Dena suku Ledo Maba, Yakobus Tagu Dedo dari tokoh masyarakat,s disamping itu hadir juga aparat pemerintah desa Umar Ahmat dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM).
Musyawarah bersama ini untuk merumuskan perencanaan pemetaan wilayah masyarakat adat Tabera yang di fasilitasi oleh AMAN wilayah Sumba. Menurut Rato Nono Buni Kose bahwa musyawarah ini untuk melahirkan kesepahaman bersam. Para Rato (kepala Suku) yang berkumpul saat ini membicarakan berbagai persoalan yang selama ini dialami oleh masyarakat adat baik dalam pemanfaatan hutan dan hak ulayat masyarakat itu sendiri yang dirasa tidak memihak kepada masyarakat adat". Ujar para Rato
 Nono Buni Kose selaku Rato Tabera menjelaskan mengapa hari ini air mata anak muda jatuh saat memberikan pemahaman terkait masyarakat adat dan persoalannya, ini semata-mata karena kepedulian generasi muda terhadap masyarakat adat untuk mendapat pengakuan dan hak-hak masyarakat adat diperhatikan, sehingga ketika orang tua kami membangun rumah adat tidak lagi di kriminalisasi (dipenjara). Kriminilisasi masyarakat adat hari ini menjadi pergumulan besar yang perlu disikapi secara bersama baik pemerintah dan masyarakat adat, saling kerjasama menjadi bagian dari meminalisir potensi konflik". Ujar Rato Tabera
Menurut Yakobus sebagai tokoh masyarakat perlu adanya data atau sejarah asal usul sehingga tempat-tempat sakral di wilayah adat masuk dalam pemetaan ini untuk mendukung proses yang dilakukan oleh AMAN. Musyawarah akbar ini akan memberikan gambaran sejarah asal usul masyarakat adat.
Lebih lanjut diungkapkan Rato Tabera "Hak masyarakat adat hari ini sudah di klaim oleh pihak pemerintah, proses kehidupan masyarakat adat yang selama ini bersumber dari hutan yang dijaga dengan kearifan lokal kini terancam dengan berbagai kebijakan yang terkadang membuat masyarakat adat sangat sulit mengakses atau melakukan ritual adat di wilayah adat".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H