Tak cuma itu, sadar akan biaya hidup yang semakin tinggi dengan kelahiran buah hati, saya dipaksa memutar otak untuk mencari penghasilan tambahan. Pemasukan kami masih terasa kurang, meski saya telah melakoni dua pekerjaan sekaligus. Malam hari yang biasa saya habiskan dengan bermain game, saya alihkan untuk mengasah kembali hobi lama yang tak pernah serius ditekuni: menulis.
Bukan bermaksud sombong. Hanya dalam hitungan minggu sesudah 'tobat' dari kebiasaan begadang karena game, tulisan-tulisan yang saya ketik dengan menggunakan Lenovo ideapad 330 mulai menemukan takdirnya, dimuat di rubrik opini dua surat kabar top di Medan---Harian Analisa dan Harian Waspada. Honornya pun lumayan. Kiprah menulis saya terus berlanjut. Tulisan-tulisan saya kemudian mulai merambah media-media berskala nasional seperti detik.com, Koran Jakarta dan Koran Sindo.
Saya sering bertanya pada rekan-rekan penulis, mana yang lebih nyaman bagi mereka, menulis dengan pena atau dengan cara langsung mengetik di laptop. Ternyata, kebanyakan dari mereka mengaku mendapatkan ide dan inspirasi dengan cara menulis di atas kertas terlebih dahulu. Konon, menurut jurnal Psychological Science oleh John Hopkins University, menulis denqan tangan lebih meningkatkan kinerja saraf motorik halus dan motorik perseptual manusia dibandingkan dengan mengetik di komputer.
Saya justru merasakan sebaliknya. Lembutnya tuts keyboard Lenovo ideapad 330 membuat ide-ide dalam kepala saya dapat dengan mudah bertransformasi menjadi tulisan. Hingga sekarang, selain konsisten menulis di media, saya pun telah menulis dua buah buku serta pernah beberapa kali memenangkan kompetisi menulis tingkat nasional dengan hadiah yang tergolong besar. Dan, semua tulisan itu saya buat di laptop ini.Â
Lenovo ideapad 330 juga berjasa besar selama masa pandemi Covid-19. Dunia pendidikan adalah salah satu sektor yang paling terkena dampak penyebaran virus corona. Betapa tidak, sistem pembelajaran tatap muka dihentikan seluruhnya.Â
Demi memastikan keberlangsungan pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi melakukan adaptasi secara kilat. Ya, terhitung sejak Maret 2020 hingga akhir Juni 2022, lembaga-lembaga pendidikan beralih ke sistem belajar mengajar secara daring.
Saya---dan banyak tenaga-tenaga pengajar lainnya---yang sebelum pandemi hanya memiliki kemampuan mengajar secara konvensional (baca: tatap muka), berpacu mengasah diri mengenal dan menguasai metode mengajar online. Lagi-lagi, lewat piranti berukuran 14 inci inilah saya sekarang mampu mengelola pembelajaran lewat Google Classroom, Google Meet dan Zoom Meeting serta membuat video bahan ajar sendiri dengan aplikasi Active Presenter.
Kini, pembelajaran memang sudah kembali lewat tatap muka. Tapi, keterampilan menguasai pengajaran secara daring adalah aset yang sangat berharga. Dan, di samping itu, tentu saja ada rutinitas menulis yang terus saya lakukan bersama Lenovo ideapad 330:Â sebuah produk hasil inovasi Lenovo yang begitu berjasa bagi saya dan keluarga. Jika suatu hari Lenovo ideapad 330 milik saya ini sudah terlalu tua untuk menunaikan tugas-tugasnya, ia akan tetap saya simpan dan saya jadikan bahan cerita untuk anak dan cucu kelak. Bravo Lenovo Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H