Mohon tunggu...
Fery Deddy Fahriza
Fery Deddy Fahriza Mohon Tunggu... Lainnya - Music is my soul

Without deviation from the norm, progress is not possible by Frank Zappa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Eropa Harusnya Lakukan Ini Terkait Larangan Ekspor Nikel RI

2 Desember 2021   16:04 Diperbarui: 2 Desember 2021   16:08 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukanlah sebuah rahasia bila sumber daya alam Indonesia yang kaya merupakan incaran dunia. Termasuk salah satu primadona mineral negeri ini, nikel. 

Diketahui nikel di Indonesia adalah 30% cadangan dunia (US Gelogical Survey, 2020). Dan Indonesia tengah memanfaatkan primadona ini untuk mengembangan sektor perindustrian menjadi lebih baik lewat hilirisasi industri nikel.

Selama ini, Indonesia diketahui mengekspor bijih nikel mentah dan malah mengimpor barang jadi nikel. Dengan hilirisasi nikel, bijih nikel bisa diolah menjadi produk-produk turunan, baik yang setengah jadi hingga produk jadi.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai salah satu upaya memaksimalkan hilirisasi industri dan menutup celah ketidakberhasilan, adalah melarang ekspor bijih nikel mentah ke dunia.

Hal ini ternyata mendapat reaksi dari negara negara Uni Eropa. Eropa menilai bahwa Indonesia telah menutup akses negara-negara global untuk mendapatkan sumber daya alam nikel. 

Tak butuh waktu lama, Eropa langsung melayangkan gugatan terhadap kebijakan larangan ekspor bijih nikel ini ke World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia.

Kemauan Indonesia Sebenarnya Sederhana

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dengan tegas menyatakan tidak masalah bila Indonesia digugat dan harus hadir di persidangan yang dihelat WTO. 

Lebih lanjut, Jokowi menyebut bahwa dirinya sudah menjelaskan duduk perkara kepada negara-negara Eropa saat pertemuan G20 pada Oktober silam bahwa bila menginginkan nikel, negara global bisa datang membawa pabrik, industri hingga teknologinya ke Indonesia.

Lebih lanjut, Jokowi mengaku masih terbuka dengan negara-negara luar soal pasokan nikel tetapi dengan syarat, negara-negara global bisa memboyong pasokan nikel bila mengolahnya terlebih dahulu di Tanah Air. Minimal menjadi barang setengah jadi.

Tetapi di saat Indonesia sudah mengembangkan industri mobil listrik, terlebih dengan didirikannya pabrik baterai kendaraan listrik, akan lebih efisien apabila seluruhnya dikerjakan di Indonesia. 

Toh, sudah ada bukti nyata 2 negara luar yang berinvestasi di industri kendaraan listrik yaitu  Korea Selatan dan Tiongkok. 

Perusahaan LG asal Korsel tersebut telah berinvestasi sebesar Rp142 triliun di pembangunan Karawang New Industry City (KNIC), pabrik baterai kendaraan listrik yang dibangun di Karawang. Ada juga investasi dari CATL asal Tiongkok yang berinvestasi sebesar US$5,2 miliar atau Rp75,4 triliun.

Negara Eropa dapat mencontoh dua negara Asia yang bersedia mengikuti permintaan Indonesia untuk turut mengembangkan industri kendaran listrik di Tanah Air. 

Bila dirasa memindahkan pabrik terlalu ribet, hanya dengan ikut menanamkan modal atau investasi, negara-negara global juga bisa menikmati hasil dari industri kendaraan listrik Indonesia. Hidup ini bukan hanya berputar di Benua Biru tersebut, kan? Bagaimana menurutmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun