Mohon tunggu...
Fery Deddy Fahriza
Fery Deddy Fahriza Mohon Tunggu... Lainnya - Music is my soul

Without deviation from the norm, progress is not possible by Frank Zappa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sindiran Sayang Kepala BKPM tentang Ekuitas 30 Persen

10 Maret 2021   15:55 Diperbarui: 10 Maret 2021   16:14 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: liputan6.com

Ada sindiran dari Bahlil Lahadalia selaku Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kepada pihak bank. Dikutip dari Bisnis.com pada acara Rakernas Hipmi pada hari Sabtu (6/3/2021) lalu, Bahlil mengungkapkan persyaratan pengajuan peminjaman modal belum berpihak kepada pengusaha lokal yang bergerak di sektor pertambangan.

Rasa tidak percaya masih menghantui pihak perbankan dalam memberikan pinjaman modal untuk sektor pertambangan. Mengejutkannya lagi, bank meminta ekuitas sebesar 30 persen kepada pengusaha.

"Satu smelter untuk satu tungku skala besar butuh Rp1 triliun, lebih efisien bisa tiga sampai empat tungku, minta equity 30 persen, boro-boro 30 persen, 10 persen saja (pengusaha) harus patungan dulu," ujar Bahlil.

Akibat persyaratan dari perbankan inilah yang membuat pengusaha lokal kurang kompetitif jika dibandingkan dengan eksplorasi yang dilakukan pengusaha asing.

Realisasi Investasi Tahun 2020

Mari melihat realisasi investasi di tahun 2020 lalu. Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi mencapai Rp826,3 triliun dimana penyerapan tenaga kerjanya sebesar 1.156.360 orang yang bekerja di 153.349 proyek.

Lebih rinci lagi, investasi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp413,5 triliun atau setara dengan 50,1 persen dari total investasi, sementara investasi Penanaman Modal Asing (PMA) yaitu Rp412,8 triliun atau setara dengan 49,9 persen dari total investasi.

Bahlil menyebutkan bahwa Sulawesi Tenggara dan Maluku menjadi target tujuan PMA dikarenakan di wilayah tersebut sedang dibangun smelter nikel saat ini.

Adanya tembok besar yang seolah menjadi penghalang untuk pengusaha lokal tentunya perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Sektor pertambangan sendiri khususnya nikel sedang naik daun.

Pada pertambangan nikel, untuk membangun smelter nikel membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karenanya, demi mendapatkan dana untuk mewujudkan pabriknya pemerintah gencar untuk menarik investor bahkan dari luar negeri.

Dua perusahaan global yang diketahui sudah menanamkan modalnya di sektor pertambangan nikel Tanah Air untuk membangun pabrik baterai listrik yakni LG Energy Solution dan Contemporary Amperex Technology atau CATL.

Bila dari dalam negeri saja sudah "dihadang", bagaimana bisa para pengusaha lokal dapat berkembang dan melanjutkan perjalanannya demi mewujudkan mimpi Indonesia sebagai salah satu pemain besar serta supply global chain di era kendaraan listrik?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun