[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="Sumber : Kompasianer Ariyani Na"][/caption] Sumber : Klik Gambar [caption id="" align="aligncenter" width="495" caption="Edelweis"]
Sumber : Klik Gambar (ririnpotabunga.blogspot.com)
Terpana Firman kala ia terbangun dari tidurnya. Tidur panjang yang tak pernah diharapkannya. Dilihatnya Asih, Mahar, Ranti, dan Acik telah ada disekelilingnya, sesaat dilihatnya labuh infus dan peralatan kedokteran ditubuhnya.
Pandangannya tertuju pada Asih, pandangan dalam penuh makna. Tersenyum Firman memandang Mahar, Ranti, Acik, dan cukup lama dia memandang Asih.
Mahar tampak tersenyum gembira melihat Firman telah sadar, walau ada rasa tidak senang kala melihat Firman memandang Asih, meski perlahan perasaan itu dapat dikalahkannya, lalu segera mendekat dan berada tepat disisi kanan Firman.
"Mas Firman, istirahat saja dulu, tenangkan pikiran. Kami seluruh warga Desa secara bergiliran akan menjaga mas Firman", Mahar dengan lembut berkata pada Firman.
"Mas..., Asih minta maaf tidak sempat menunggu mas Firman, Asih ada tugas diluar Desa", dari sisi Kiri Asih tampak berusaha meminta maaf, terlihat kesedihan dan penyesalan dari matanya yang berkaca-kaca.
Ranti dan Acik, tampak terdiam, keduanya merasa apa yang disampaikan Mahar dan Asih telah mewakili perasaan mereka.
"Maafkan saya. Maafkan saya sehingga membuat kalian semua repot dan terbebani", Firman berkata lirih dengan suara yang sangat berat, matanya nampak mulai basah.
"Sudah berapa hari saya tertidur, Mahar ?", Firman bertanya sambil sekilas melihat Mahar, lalu pandangannya tertunduk.
"Sudah 3 hari mas", jawab Mahar sambil berusaha melihat mata Firman. Mahar ingin mengambil semua beban yang ada dibenak Firman.
"Badan saya sulit digerakkan, mungkin karena terlalu lama saya tertidur. Kepala saya pun terasa berputar-putar. Mbak Asih, saya bisa minta tolong? Tolong ambilkan handuk kecil dan air hangat. Saya harus wudlu", Sambil terpejam, Firman menyandarkan kepalanya di bantal.
Tanpa berkata apapun, Asih langsung mencari handuk kecil di lemari pasien, sementara Mahar langsung mengambil termos dan menuangkan air di baskom yang telah di isi Acik dengan air kran. Asih mengambil baskom, merasakan kehangatan air, dan memasukkan handuk dalam baskom. Di perasnya handuk agar tidak terlalu basah.
Ketika Asih memegang tangan kanan Firman untuk membantunya berwudlu dengan handuk basah, Firman langsung terduduk, dan memegang handuk dari tangan mbak Asih.
"Maafkan saya mbak. Belum saatnya. Biarkan saya berwudlu sendiri. Terimakasih atas bantuannya", Firman berkata sangat dekat dengan wajah Asih.
Asih hanya bisa tertunduk dan meneteskan air mata. Sementara Mahar tampak menutup mulutnya, menahan gejolak dihatinya "Mengapa kalian begitu dekat", perang dalam batin Mahar.
Dengan sekuat tenaga Firman berusaha memeras handuk, baginya hal ini sangat berat, karena kondisi badannya yang masih lemah. Hingga ketika membasuh kaki, tampak betapa sulit Firman meraih telapak kakinya, perjuangan keras terus dia lakukan.
"Mas Firman, hentikan. Biar saya bantu", teguran keras El Hida yang muncul bersama Ranti, disambut senyum gembira Firman.
"Assalamu'alaykum El, terimakasih sobat, terimakasih", Firman lalu berusaha berjabat tangan dan menarik sahabatnya di bahunya, tangannya sulit bergerak karena infus, juga dadanya yang dipenuhi kabel-kabel alat kedokteran.
Setelah El selesai membantu Firman wudlu, El meminta semuanya untuk meninggalkan ruangan, dan membiarkan Firman sholat.
El sendiri menemani Firman, dan memberitahukan Firman, jumlah raakaat dan sholat apa yang tengah dilakukan Firman, mengikuti permintaan Firman.
"El..., aku harus mengerjakan semua sholat yang belum ku kerjakan. Tolong ingatkan dari sholat pertama yang belum ku laksanakan, tiga hari yang lalu", ucap Firman pada sahabatnya.
Lebih dari setengah jam, El menemani Firman. Sementara Asih, Mahar, Acik dan Ranti, telah berkumpul dengan bunda Yety, bunda Enggar, serta beberapa warga yang kebetulan hari ini hendak menjenguk Firman.
Asih menarik tangan Mahar, dan mengajaknya ke taman rumah sakit, yang agak jauh dari kamar tempat Firman dirawat.
"Mahar..., apakah engkau benar-benar mencintai mas Firman, seperti yang engkau sampaikan dulu di Kantor Desa?" tanya Asih dengan sungguh-sungguh
"Iya mbak, entah mengapa saya mencintainya. Saya pun yakin mbak mencintai mas Firman, bahkan mungkin melebihi cinta saya padanya" Mahar menjawab dengan tenang, matanya memandang Asih, mencoba membaca apa yang ada di pikiran Asih.
"Bila mas Firman memilihmu, aku yakin dia tidak salah. Engkau menjaganya dengan setia dan iklas. Terimakasih telah menjaganya dengan baik Mahar", Asih mengutarakan isi hatinya, air matanya tampak mulai membasahi pipinya, tampak pergolakan perasaan dan kedewasaan berpikirnya.
"Mbak Asih..., selama ini tidak ada yang tahu siapa sebenarnya orang yang dicintai mas Firman......, kalau pun itu mbak Asih...., Mahar juga iklas, karena keteguhan mbak Asih mencintai mas Firman. Semua warga sudah tahu mbak. Mahar minta maaf ya mbak..." Mahar pun larut dalam kecamuk dalam hatinya.
Kedua wanita yang telah matang pemikiran dan kedewasaannya ini pun larut dalam perasaan dan kegundahan masing-masing. Tak banyak yang mereka ucapkan, selain menangis dan mencoba saling menenangkan.
################*************################
"Mbak Asih...., eh... maaf.. ada apa ini ??. Eh.. anu mbak maaf, mas Firman ingin bicara dengan mbak Asih dan mbak Mahar" tergopoh-gopoh El berlari mendekati Mahar dan Asih di taman Rumah Sakit.
Sambil berjalan cepat, Asih dan Mahar tampak sibuk membersikah wajahnya, mereka tidak ingin Firman tahu bekas air di wajah mereka.
Firman, tampak sangat gembira, wajahnya cerah dan selalu tersenyum melihat warga yang membesuknya. Warga Desa Rangkat pun mengikuti peraturan rumah sakit, sehingga diruangan Firman tidak nampak terlalu banyak orang. Walaupun kamar Firman luas, tetapi warga dapat tertib dan mengutamakan ketenangan Firman.
El, memberi isyarat pada kang Inin, Acik, mas Halim, Cupi, Sekar dan Bocing untuk keluar ruangan, sementara bunda Yety, bunda Enggar dan Mommy mengikuti El dari belakang bersama Mahar dan Asih.
Sejenak suasana hening. Beberapa kali Firman mengambil nafas panjang, menunduk dan memperhatikan wajah semua yang dikamarnya.
"Mahar..., aku tahu apa yang engkau sampaikan saat aku tertidur, meski bagai suara dalam mimpi, aku yakin itu tulus dari hati yang bersih. Terimakasih atas perhatian dan ketulusan mu" Firman memulai pembicaraan dan menatap Mahar dengan teduh.
Mahar hanya mematung, dan dapat merasakan ucapan jujur dari Firman yang ditampakkan dari sorotan matanya yang teduh.
"Adalah orang bodoh yang menolak rasa cinta dan sayangmu Mahar. Dan aku bukan termasuk yang bodoh" lanjut Firman, tetapi kali ini pandangannya tertunduk.
Bunda Enggar, bunda Yety, Mommy memandang Mahar dan Asih bergantian dengan perasaan tegang. Sementara El, hanya bisa diam dan bingung melihat ketenganan di ruang itu.
"Saya yakin, tas saya telah dibuka. Benar bukan Mom?" tanya Firman sambil tersenyum ramah pada Mommy
"Iya mas... Mommy, mbak Enggar, dan Dorma yang membukanya, kami hanya mengambil dokumen yang kami rasa diperlukan Rumah Sakit" Mommy menjawab, sambil duduk disamping tempat tidur Firman.
'Terimakasih Mommy. Saya mohon maaf telah merepotkan Mommy dan warga Desa" Firman berkata dengan nada merendah.
"Ada map kecil dari plastik dengan tulisan warna kuning diluarnya. Itu untuk mbak Asih. Dan satu lagi satu surat yang kusut, itu titipan dari sahabat saya, untuk bunda Enggar. Tolong diberikan pada mbak Asih dan bunda Enggar ya Mom" lanjut Firman, dengan suara yang berat, menahan emosi kesedihan dan bingung.
"Mas Firman.., istirahat saja dulu, kita bisa bahas nanti kalau mas sudah sehat, dan bisa kita bicarakan di Desa", bunda Yety mendekat hingga tubuhnya bersandar pada tempat tidur sebelah kiri Firman.
"Terimakasih Bunda..., tetapi setiap kita berpacu dengan waktu", Firman menghentikan kalimatnya, tampak berat dia mengutarakannya.
"Mbak Asih....., maafkan saya mbak. Saya mencintai mbak Asih, tetapi tiada keberanian tuk mengutarakannya. Sebelum waktu berakhir, saya berharap mbak tahu, betapa besar kerinduan dan rasa cinta ini pada mbak, sejak kita bertemu. Keadaan mbak yang sudah menikah, mengharuskan saya tahu diri, lalu saya menikah dengan Acik dengan harapan dapat memberikan yang terbaik untuknya, hingga kesibukan pekerjaan saya menghancurkan rumah tangga saya dan Acik, dan setelah itu, saya selalu merindukan mbak Asih".
"Kedekatan saya pada Umi Rere dan semua yang wanita saya kenal, hanyalah kebaikan yang iklas dari hati kecil untuk menghormati dan menghargai wanita sebagai sesosok yang harus dilindungi dan dijaga" Firman melanjutkan ucapannya tanpa ada yang menyela, meskipun beberapa kali Firman terdiam.
Asih dan Mahar sudah tidak bisa menahan tangisnya, keduanya tampak saling memegang bahu. Sementara bunda Yeti, bunda Enggar, dan Mommy tampak beberapa kali mengusap air mata yang menetes dipipinya. El,, terdiam menundukkan pandangan.
"Mahar..., seandainya aku mengenalmu sebelum mbak Asih, tentu aku akan memilihmu. Tetapi Tuhan tidak memberikan aku dua hati..." Firman terdiam, suaranya nampak sangat berat. Beberapa kali dia mengambil nafas panjang, lalu terbaring dan menyandarkan kepalanya di bantal.
"Jika masih ada umurku..., Mommy, dan semua yang ada disini, sudah tahu siapakah yang akan kupilih. Ketulusan Mahar, semoga mendapatkan orang yang memiliki ketulusan cinta dan kasih sayang yang lebih baik", Firman lalu bangkit, duduk bersandar pada bantalnya dan menatap penuh arti pada Mahar, senyumnya terkembang lebar, kepalanya mengangguk beberapa kali.
"Mahar...percayalah, aku bukan yang terbaik untukmu. Ada seseorang yang kelak akan mengasihi dan mencintaimu, dengan hati dan jiwanya" lanjut Firman mantap.
"Mbak Asih.... baca dan renungkan surat di map yang lama saya simpan, bukan satu surat didalamnya, bacalah semuanya dengan baik-baik dan iklaslah dalam menerimanya. Bukan saya lambat dalam mengungkapkan perasaan saya mbak. Tapi akan ada luka bila saya sampaikan terlalu cepat" Firman mengalihkan pembicaraan pada Asih.
"Saya rasa hal penting yang akan saya sampaikan sudah semua. Mengapa semua menjadi tegang ?? Cobalah tersenyum meski sakit dan tidak menyenangkan. Insya Alloh hati kita akan tenang" Lanjut Firman sambil memandang satu persatu yang ada diruangan itu.
"Mas... makan yaa... saya suapin, tadi ransum makan saya simpan di lemari" El berusaha memecah ketegangan
"Iya.. El, rasanya perutku juga lapar" sambung Firman. Firman pun makan disuapin El, sementara bunda Enggar memegang gelas berisi air putih disamping Firman, matanya lekat memandang Firman sambil tersenyum.
****************########****************
Pagi itu, Dorma bertugas menjaga Firman. Dia cukup kaget melihat Firman diangkut dengan tempat tidur dorong dan dilarikan ke ruang ICU. Sambil berlari-lari dia berusaha bertanya pada petugas medis.
"Dok... ada apa? Kenapa kok dibawa ke ruang ICU?" tanya Dorma berusaha setenang mungki, perasaannya berkecamuk penuh tanda tanya
"Biarkan kami bekerja dulu ya mbak...pasien harus ditangangi lebih intensif, detak jantungnya melemah dan tidak beraturan" jawab petugas tanpa melihat pada Dorma.
Dorma segera menelpon A'a Kades Hans Rangkat, mengabarkan kondisi yang dianggapnya gawat.
##########XXX##########
Sore itu, suasana Desa Rangkat tampak cerah. Tetapi suasana hati warga Desa Rankat tampak mendung. Tampak kesedihan warga mendengar kabar Firman Rangkat telah tiada. Dia telah pergi meninggalkan keindahan dan keramahan Desa Rangkat.
==================####==================
Tulisan ini sebagai akhir posting Firman Rangkat, sekaligus pemberitahuan pada Warga Desa Rangkat, Akun FB Firman Rangkat pun telah tidak ada lagi, sebagai penjiwaan atas kisah ECR yang disusun bersama Asih Suwarsy sejak 14 September 2011 dalam karya Asih Suwarsy yang berjudul "Setangkai Edelweis Ketika Angin Berhembus"
ECR masih belum berakhir meski tokoh Firman Rangkat telah tiada untuk selamanya
Terimakasih atas dukungan sahabat Desa Rangkat pada khususnya, dan semua sahabat Kompasiana pada umumnya, dalam membantu menyusun dan meramaikan ECR ini, juga atas komentar-komentar membangun yang sangat berharga bagi setiap penulis. Edit seluruh posting ECR berkaitan akan secara bertahap, dan didiskusikan bersama
Ditunggu saran dan kritik selanjutnya untuk menulis sebuah karya yang lebih baik
Salam persahabatan, salam KOMPASIANA
mari terus berkarya nyata melalui goresan pena
Deddy K. Sandi
Sumber Lagu : Youtube Rapuh (Tentang Dia) by Opick
Tulisan Sebelumnya (belum di edit seluruhnya) :
Alam Bawah Sadar Firman by El Hida
Cinta itu Harus Diperjuangkan by bunda Yety Ursel
Meniti Jalan Berduri Di Kota Bunga
Setangkai Edelweis Ketika Angin Berhembus
Masih Banyak Cinta Yang Menanti
Reuni Keluarga di Pengadilan Agama
Marganita yang Tak Kunjung Berbunga
Episode Cinta Firman oleh : Bunda Yety Ursel
Tiga yang Terlalu Banyak oleh : Sekar Mayang
Firman dan Do’a oleh : El Hida
When Will I Hear Your Words oleh :Â Sekar Mayang
Puisi yang tak Selesai oleh : Bunda Enggar Mudiarsih
Pandangan dan Isyu Warga Desa Rangkat : Surat Sahabat, Mahar dan Firman oleh Bunda Enggar Murdiasih
Diakah Jodohku ??? oleh Bunda Yety Ursel
Desa Rangkat menawarkan kesederhanaan dan cinta untuk anda
Ingin bergabung? silahkan klik logo di bawah ini..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H