Pelangi
Sumber gambar : Tackyraccoons.com
Setelah berpamitan dan mengajak Mahar ke masjid, Firman segera bergegas , waktu maghrib sudah hampir tiba, dia ingin segera mengumbandangkan adzan. Meski jarak dari rumah Mahar dengan masjid tidaklah jauh, bagi Firman terasa lama. Pikirannya merasakan beban yang berat, beban yang dirasakan timbul dari dirinya sendiri.
Firman ingin melepaskan semua beban yang dirasakannya, dengan mendekat pada Tuhan penguasa alam semesta, seperti saat kesendiriannya sebelum kembali ke Desa Rangkat.
Setelah selesai sholat maghrib, Firman menghabiskan waktunya hingga tiba waktu Isya dengan membaca Al-Qur'an di masjid. Usahanya untuk melepas beban terlihat dari membaca yang sering salah karena fokus pikirannya yang berkecamuk, hingga menjelang Isya nampak raut wajahnya berubah meski kini membacanya tampak aneh.
Firman membaca ayat demi ayat tidak terus menerus, tapi berhenti agak lama untuk membaca arti yang dibacanya lalu melanjutkan ke ayat selanjutnya.
Setelah memeriksa kran, kelistrikan di masjid dan merapihkan karpet serta sajadah, Firman mematikan lampu masjid dan pergi menuju pos ronda.
Baru sekitar 10 meter dia dikagetkan suara yang tak asing baginya
"Assalamu'alaykum, mau ke Pos Ronda ya mas Firman" tampak bunda Enggar menyapa dengan suara yang bernada memanggil
"Wa'alaykumsalam Bunda. Iya Bund, Bunda mau kemana ?" Firman menjawab sambil mendekat pada bunda Enggar.
"Firman, bunda boleh tanya yaa ? Bagaimana sebenarnya antara Firman dengan Mahar dan Asih" bunda Enggar langsung bertanya pada Firman dengan tersenyum tetapi sorot matanya serius.
Firman terdiam. Pandangannya tertunduk. Sesekali nampak ia menarik nafas panjang meski tampak dia menahannya.
"Bunda, keduanya adalah wanita yang harus dihormati, keduanya memiliki keteguhan hati dan pengalaman hidup yang berat. Keduanya pun......, baik dan menyenangkan" Firman menjawab dengan nada yang berat, tapi nampak tulus.
"Eh.. bukan itu yang Bunda tanyakan. Tapi perasaan kamu terhadap keduanya, maksud bunda, mana yang akan kamu pilih?" bunda Enggar berusaha menerangkan pertanyaanya
"Mas Firman !!! Mau ke Pos Ronda tidak ??? Ayo bareng. Ditunggu Dorma loh. Katanya mau ngeliwet bareng" Suara kang Inin mengagetkan bunda Enggar dan Firman.
"Bunda, suatu saat semua akan mengerti. Saya tidak bisa memberitahukannya saat ini. Saya harus segera ke Pos Ronda, kasihan kang Inin menunggu dengan sepeda Onthel nya" Firman menarik tangan bunda Enggar, menempelkannya pada keningnya, mengucap salam dan berlari kecil menuju kang Inin.
"Eh..loh... wah.. gimana ini" Bunda Enggar hanya bisa geleng-geleng, sambil tersenyum.
"Kang Inin, lain kali jangan treak-treak dong, kang tidak enak tuh sama Bunda Enggar. Gimana kalau ada Bunda Yeti ? Wah.. bisa-bisa tidak boleh mendekat ke Aya loh" kata Firman sambil ikut menuntun sepeda kang Inin.
"Eh.. apanan tidak tahu atuh. Kirain teh, lagi ngobrol sama siapa, pan sudah malam mas" kang Inin mengeluarkan jurus alibinya.
"Lain kali kasih isyarat atuh mas Firman. Terutama kalau ada bunda Yeti dan Aya" sambung kang Inin sambil mengerlingkan alisnya.
Merekapun melanjutkan perjalanan sambil membicarakan banyaknya warga yang akan ikut dalam acara ngeliwet ini. Dari kejauhan di Pos Ronda sudah nampak Ranti, Sekar, Dorman, El Hilda, Vianna, Auda, Ki Dalang, Cupi, Mehmet, dan warga yang berada dibelakang Pos Ronda. Pembicarann tentang Bocing sesekali membuat kang Inin dan Firman saling pandang dan tersenyum.
########@@@@@@########
Pagi-pagi sekali, Firman mengetuk pintu rumah Mommy. Dia nampak sudah rapih dan membawa tas punggung berukuran besar.
"Assalamu'alaykum" sambil mengetuk pintu, Firman mengucap salam dengan suara yang keras.
Setelah tiga kali mengetuk , Firman akhirnya duduk di kursi yang ada di teras rumah Mommy, dia memutuskan untuk menunggu hingga Mommy keluar.
"Wa'alaykumsalam. Eh... mas Firman. Sebentar yaa, Mommy bereskan didapur dulu. Maaf yaa, tadi tidak terdengar jelas" jawab Mommy sambil tersenyum ramah.
"Maaf kalau saya mengganggu Mom. Silahkan dilanjutkan. Saya akan tunggu disini, bolehkan Mom?" Firman meminta ijin, meski nampak dia malu.
"Tidak apa-apa mas Firman. Silahkan ditunggu sebentar ya. Mau minum apa ?" Mommy tersenyum sambil memperhatikan Firman yang nampak bingung.
"Air putih saja Mom, terimakasih sebelumnya" jawab Firman sambil membereskan tali tas punggungnya, yang sudah rapih.
Tidak berapa lama kemudian, Mommy keluar sambil membawa dua gelas air putih dan 3 piring nasi goreng dengan telur mata sapi disetiap piringnya.
"Kita makan disini saja ya, sebentar lagi Pak Yayok akan kesini, dia sedang berpakaian dulu" sambil menyusun gelas dan piring.
"Aduh Mom, saya jadi merepotkan" sambil membantu Mommy menyusun gelas, terlihat Firman senang. Bagaimanapun tidak ada yang menyediakannya sarapan selama ini.
"Tidak apa-apa, tenang saja. Sekali-kali sarapan bersama kami" ujar Mommy dengan senyum ramahnya.
"Wah.. ada pemuda Desa nih. Bagaimana kabarnya Firman? Ini mau kemana kok bawa tas sebesar ini?" tanya pak Yayok sambil menyalami Firman.
"Ada yang ingin saya sampaikan pada pak Yayok dan Mommy, saya berharap Mommy dan pak Yayok dapat memberi saya nasihat yang terbaik" meski dengan berdiri tegak dan tersenyum Firman nampak enggan mengangkat wajahnya.
"Oh ya ? Silahkan disampaikan, tapi sambil sarapan ya, seadanya" jawab pak Yayok dengan hangat
Setelah dipersilahkan makan, Firman langsung menghabiskan nasi goreng mata sapi Mommy, tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Beberapa kali Mommy dan pak Yayok memperhatikan, tetapi Firman nampak menikmati sarapannya.
"Mas Firman mau nambah lagi ya ?" tanya Mommy sambil berdiri hendak menuju ke dalam rumah
"Tidak Mommy, cukup. Alhamdulillah, nasi goreng Mommy nikmat sekali" tampak Firman tersenyum puas, lalu menghabiskan air putih yang telah disediakan Mommy.
"Saya, jarang berbicara ketika makan Mom. Mungkin karena dulu dibiasakan oleh orang tua saya" lanjut Firman, mencoba menjawab pandangan heran pak Yayok dan Mommy yang masih belum habis sarapannya.
"Sebelumnya saya minta maaf bila mengganggu waktu Mommy dan pak Yayok, dan semoga tidak menjadi beban" Firman ingin segera menyampaikan permasalahannya.
"Tidak mengapa mas Firman. Kita sudah seperti keluarga sejak lama, bukankah mas Firman sendiri yang menyampaikan, disini setiap orang tua mas anggap sebagai orang tua mas Firman, karena orang tua mas Firman jauh" sambil tersenyum Mommmy mengingatkan Firman.
"Benar Mom" jawab Firman pendek.
"Anu...begini Mom. Ini tentang saya. Kemungkinan untuk sementara waktu, saya akan pulang ke rumah orang tua saya di Kota Bunga. Sebenarnya berat bagi saya untuk meninggalkan Desa Rangkat, meski sebentar. Saya sudah merasa disinilah rumah saya" perlahan Firman mulai menyampaikan permasalahannya.
"Saya kembali dari pengembaraan dan perantauan saya, hendak menebus kesalahan saya terdahulu. Rumah tangga saya dengan Acik berantakan karena saya terlalu fokus mencari nafkah. Sehingga saya tidak bisa memperhatikannya dengan baik. Mungkin bisa dikatakan saya tidak menafkahinya dengan sempurna. Saya mengerti kesalahan saya ini", Firman menundukkan pandangannya, sambil sesekali melihat pada pak Yayok dan Mommy.
Pak Yayok sesekali menarik nafas panjang, seolah dia mengerti betapa dalam beban yang dirasakan oleh Firman.
"Jadi mas Firman ingin kembali lagi dengan Acik ?" Mommy berusaha memecahkan kebisuan
"Tidak Mom. Saya tahu Acik sudah berumah tangga dengan mas Halim. Meski selentingan tidak baik terkadang saya dengar, saya tidak ingin ikut campur. Saya berharap rumah tangga Acik dengan mas Halim dapat langgeng. Cukup apa yang saya alami sebagai pelajaran untuk saya" duduk Firman sudah mulai tidak tegak lagi, rautnya wajahnya menunjukkan kesedihan.
"Hmm..jadi maksudnya menebus kesalahan disini bagaimana mas ?" pak Yayok menjadi penasaran
"Saya berharap mendapatkan seorang istri disini. Istri yang tidak akan saya sia-siakan lagi. Yang akan saya jaga perasaan dan keadaannya. Tetapi....?" Firman terdiam ketika matanya melihat bungkus roti tawar buatan Mahar yang menyembul di saku tas punggunya yang menutupi setengah bagian gantungan kunci berbentuk hati hadiah dari mbak Asih tahun lalu.
Firman lalu mengangkat dan memeluk tas punggung yang dibelinya bersama Acik dipasar desa Rangkat seminggu setelah pernikahannya. Meski berusaha tabah, Firman tampak mengusap kedua matanya
Pak Yayok dan Mommy, tampak bingung melihat Firman, keduanya saling pandang heran.
"Mas Firman, tetapi apa mas ?" Pak Yayok bertanya sambil mengusap pundak Firman
"Sulit bagi saya menyampaikannya Pak. Saya kagumi mereka, karena mereka harus dikagumi, dihargai dan dihormati" Firman tiba-tiba melihat dengan penuh senyum pada pak Yayok dan Mommy
"Mereka siapa mas Firman, memangnya mas Firman mengagumi berapa wanita ?" Mommy bertanya dengan wajah serius. Meski gunjingan di Desa Rangkat cukup ramai, Mommy ingin memastikan siapa saja sebenarnya yang telah mengguncangkan hati Firman.
"Saya mengagumi mereka yang berhati baja Mom. Mereka tetap berjuang meski tanpa seorang imam yang dapat melindungi dan menuntun mereka" jawab Firman sambil tersenyum tetapi matanya melihat sesuatu yang jauh dengan tatapan kosong.
******!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!******
Mas Hans berlari ingin ikut mengangkat tubuh Firman ke Ambulan, suasana rumah pak Yayok dan Mommy menjadi ramai dengan warga Desa Rangkat. Mbak Jingga, Mommy, Dewa dan Ranti terlihat menangis, sementara kang Inin, Bocing dan El sibuk membantu petugas medis menganggkat kereta dorong ke atas Ambulan.
"Firman terkena serangan jantung" petugas medis menjawab pertanyaan Sekar Mayang.
============>><<============
Bersambung......
Kisah sebelumnya :
Meniti Jalan Berduri Di Kota Bunga
Setangkai Edelweis Ketika Angin Berhembus
Masih Banyak Cinta Yang Menanti
Reuni Keluarga di Pengadilan Agama
Marganita yang Tak Kunjung Berbunga
Episode Cinta Firman oleh : Bunda Yety Ursel
Tiga yang Terlalu Banyak oleh : Sekar Mayang
Firman dan Do'a oleh : El Hida
When Will I Hear Your Words oleh :Â Sekar Mayang
Puisi yang tak Selesai oleh : Bunda Enggar Mudiarsih
Pandangan dan Isyu Warga Desa Rangkat : Surat Sahabat, Mahar dan Firman oleh Bunda Enggar Murdiasih
Diakah Jodohku ??? oleh Bunda Yety Ursel
Desa Rangkat menawarkan kesederhanaan dan cinta untuk anda
Ingin bergabung? silahkan klik logo di bawah ini..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H