"Firman, bunda boleh tanya yaa ? Bagaimana sebenarnya antara Firman dengan Mahar dan Asih" bunda Enggar langsung bertanya pada Firman dengan tersenyum tetapi sorot matanya serius.
Firman terdiam. Pandangannya tertunduk. Sesekali nampak ia menarik nafas panjang meski tampak dia menahannya.
"Bunda, keduanya adalah wanita yang harus dihormati, keduanya memiliki keteguhan hati dan pengalaman hidup yang berat. Keduanya pun......, baik dan menyenangkan" Firman menjawab dengan nada yang berat, tapi nampak tulus.
"Eh.. bukan itu yang Bunda tanyakan. Tapi perasaan kamu terhadap keduanya, maksud bunda, mana yang akan kamu pilih?" bunda Enggar berusaha menerangkan pertanyaanya
"Mas Firman !!! Mau ke Pos Ronda tidak ??? Ayo bareng. Ditunggu Dorma loh. Katanya mau ngeliwet bareng" Suara kang Inin mengagetkan bunda Enggar dan Firman.
"Bunda, suatu saat semua akan mengerti. Saya tidak bisa memberitahukannya saat ini. Saya harus segera ke Pos Ronda, kasihan kang Inin menunggu dengan sepeda Onthel nya" Firman menarik tangan bunda Enggar, menempelkannya pada keningnya, mengucap salam dan berlari kecil menuju kang Inin.
"Eh..loh... wah.. gimana ini" Bunda Enggar hanya bisa geleng-geleng, sambil tersenyum.
"Kang Inin, lain kali jangan treak-treak dong, kang tidak enak tuh sama Bunda Enggar. Gimana kalau ada Bunda Yeti ? Wah.. bisa-bisa tidak boleh mendekat ke Aya loh" kata Firman sambil ikut menuntun sepeda kang Inin.
"Eh.. apanan tidak tahu atuh. Kirain teh, lagi ngobrol sama siapa, pan sudah malam mas" kang Inin mengeluarkan jurus alibinya.
"Lain kali kasih isyarat atuh mas Firman. Terutama kalau ada bunda Yeti dan Aya" sambung kang Inin sambil mengerlingkan alisnya.
Merekapun melanjutkan perjalanan sambil membicarakan banyaknya warga yang akan ikut dalam acara ngeliwet ini. Dari kejauhan di Pos Ronda sudah nampak Ranti, Sekar, Dorman, El Hilda, Vianna, Auda, Ki Dalang, Cupi, Mehmet, dan warga yang berada dibelakang Pos Ronda. Pembicarann tentang Bocing sesekali membuat kang Inin dan Firman saling pandang dan tersenyum.