Mohon tunggu...
Deddy K. Sandi
Deddy K. Sandi Mohon Tunggu... -

Orang kecil, tidak suka politik, senang membaca dan belajar I'm Dyren97@gmail/yahoo/hotmail/skype/crawler/4shared/twitter/youtube/aol.. etc

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rizki Tanpa Hijab (Part 1)

4 Agustus 2011   08:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:06 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keterpurukan ekonomi dan terlilit hutang membuatku bingung dan bimbang. Aku siap atau tidak, semua ini harus dihadapi. Toh... aku dan anak istriku tetap bisa makan, meski telah 4 tahun menumpang pada mertua.

Kamar kami, berukuran 2,5X2 meter, kasur tanpa dipan milik mertua, lemari milik adik. Aku, istri dan 2 anak kami, tidak pernah mengeluh tentang tidur. Meski aku diatas karpet lusuh dan selalu menjejak pada pintu karena tidak adanya tempat.
Kami biasa makan dengan apa adanya, dan keluarga istriku tidak menyukai kepala ikan asin, atau kepala ikan yg kecil sehingga biasanya diberikan pada kucing yang ada disekitar rumahku, tapi sejak aku ada disini, maka bila ada ikan, kepala ikan inilah lauk ku, alhamdulillah dalam kesederhanaan hidup ini aku temukan satu ketenangan. Yaitu, besarnya harapan dan keinginan untuk tetap bergantung dan memohon pada Nya.


Dalam kebingungan menghadapi permasalahan hidup, dan terasa semua jalan yang disampaikan tidak sesuai dengan hati kecil, maka kutekadkan diri untuk mengabdi pada Sekolah dan jamaah di kecamatanku.
Setiap ada penelpon yang menagih hutang, kusampaikan aku sedang jatuh, dan tidak bisa membayar.
Hingga sempat terucap, silahkan akan diperdatakan, atau ditahan, saya sudah pasrah, hutang tersebut mustahil saya bayar.
Dengan hutang yg sudah mencapai puluhan juta, mana mungkin dapat kubayar dengan penghasilan 80 ribu perbulan ?
Bahkan karena kurasa tidak dapat untuk kebutuhan keluargaku sendiri, kuberikan kembali uang tersebut pada sekolah dan jamaah. Biarlah aku tetap yakin, Alloh yang akan mengganti dan menyelesaikan masalahku.


Beberapa kali kakak yang di Malang, menelpon dan mengajak untuk memasukkan aplikasi lamaran untuk bekerja di luar negeri, dan semua aku tolak, karena aku sudah tahu jejak langkah PJTKI dari keluarga yang memiliki usaha ini, juga dari mempelajari sistem perekrutan dan pendapatan mereka.
Satu saat, kakakku memberikan informasi lagi untuk bekerja di Baghdad, dan seperti semula semua tawaran ini aku tolak. Hingga terjadi beberapa kali pergantian calon pelamar karena adanya yg tidak memenuhi persyaratan. Setelah kupertimbangkan permasalahan yang ku hadapi, dan kepada siapa aku akan bekerja, serta karena terus didesak aku kirimkan juga berkas-berkasku.
Aku tidak berharap banyak, dari berkas yang ku sampaikan. Satu hal yang sempat membuatku berpikir positif, berkas ini akan diselesksi untuk bekerja diperusahaan Amerika yang ada di Baghdad.


Tanpa pemberitahuan, aku menerima telpon, dan awalnya sangat terkejut, karena menggunakan bahasa Inggris, sesantai mungkin ku jawab setiap pertanyaan yang disampaikan,  satu hal yang diluar dugaanku adalah pernyataan yang meng-interview "I like your english, you can communicate with others", dan ketika diberi kesempatan untuk bertanya, pertanyaanku membuatnya bingung dan langsung menyatakan bahwa anda  termasuk kandidat utama, karena mengerti pekerjaan dan bekerja.
Mulailah impian dan harapan muncul dalam benak. Dan harapan terbesar adalah untuk jamaah dan sekolah.


Proses panjang harus dilalui, 15 bulan. Dari persiapan dan scan semua dokumen, medikal, SKCK untuk clearence, dan pengisisan form on line yang cukup rumit harus dijalanai. Dan saat pengumuman yang harus berangkat, ternyata hanya 4 orang dari 26 orang kandidat, padahal ketika pengumpulan pelamar berjumlah ratusan. Alhamdulillah aku salah satu diantaranya.


Pengumuman ini disertai dengan e-ticket pesawat menuju Singapur dan dokumen lain yang di emailkan, saat itu aku tidak mengerti. Bahkan sempat terpikir, apakah benar dengan kertas ini aku bisa berangkat ? Inikan seperti jadwal penerbangan pesawat dengan namaku ada didalamnya, kalau tiket kok tidak ada nomor kursinya ? Istriku pun sempat ragu, tapi karena semua dokumen ini jelas pengirim, nama perusahaan dan nomor telponnya, maka keraguan kamipun mulai mereda.


Tengah malam, pukul 12 dini hari, dengan menggunakan sepeda motor, aku meluncur dari Tanjungsari menuju rumah kakak di Bandung. Tak ingin aku mengganggu saudara atau tetangga. Toh aku hanya orang kecil, yang mimpinya berulang gagal dan runtuh.
Kesedihan terberat saat berangkat adalah mengingat murid-murid SMP dan Jamaah di beberapa masjid, serta sahabat di organisasi Pemuda Islam Sumedang yang keberatan atas kepergianku, tangis mereka membekas dalam. Rasa sedih dan berat itu masih tetap terasa, hingga kini.


Kakakku yang di Bandung telah menungguku dirumahnya, dia sangat senang melihat aku datang seorang diri. Banyak pesan dia titipkan, dan yang paling ku ingat adalah "jangan biarkan siapapun memanfaatkan keberhasilanmu dengan hubungan, baik persahabatan ataupun persaudaraan". Kemudian diantarnya aku dengan BMW nya menuju BSM pangkalan Bis menuju Bandara. Sungguh kakak yang mendidik dan sayang padaku, hal ini kurasakan sebagai dorongan dan didikan yang tetap ku ingat.


Setiba dijakarta, uangku hanya akan cukup untuk membayar Airport tax dan naik bis  kembali ke Bandung bila aku ditolak di bandara, 250 ribu. Alhamdulillah, aku bisa masuk bandara dengan menunjukkan e-ticket dan pasport,  perasaan saat itu langsung plong, secepatnya ku sms istriku agar tenang pikiranya.
Di Imigrasi proses sangat lancar,  dokumen yang diberikan oleh perusahaan yang memanggil ku tunjukkan semua, termasuk hotel yang akan dituju, berapa lama, dan ada surat penjaminan kebutuhan selama di Singapur ditanggung oleh perusahaan ini.
Kami berangkat menggunakan Garuda, dan setiba di Singapur, perusahaan yang akan menerimaku telah menyiapkan penjemput dengan membawa banner bertulisan nama kami. Kami pun langsung menuju Gedung Shaw Centre.


Kami harus menjalani Medical Check ulang , dan selama proses kami ditempatkan dihotel, dan mendapatkan uang untuk makan $20 USD, dan mendapat uang penggantian untuk pengurusan semua dokumen kami, dari SKCK, Pasport, Medikal check up dari Indonesia, Sepatu Safety dan uang jajan. Saat itu sempat kaget dan tidak percaya. Datang dilayani dan diperlaukan dgn baik, plus diberi uang buaaaanyak.


Karena kondisi keamanan di Baghdad ketika itu dalam keadaan gawat, pengurusan Visa Emergency untuk masuk ke Iraq menjadi sulit, disamping Airport sempat mengalami buka tutup, maka kami terpaksa harus menunggu di Singapur lebih lama. 3 minggu di Singapur akhirnya dimanfaatkan dengan berjalan-jalan menggunakan MRT, keseluruh penjurunya, hingga mendekati perbatasan Malaysia, tiap hari berjalan kearah yang berbeda. Bermodal peta yang mudah diperoleh di Singapur.


Tak terbayang sebelumnya, terbesit untuk ke Singapur pun tidak, bukankah sedetik yang lalu aku bingung mencari makan ?
Semua ini, justru makin membuat aku mengecil,  dan membuat senang bersimpuh. Ternyata syukurku tak bisa membandingi nikmat Mu.

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun