Mohon tunggu...
Ali Husin
Ali Husin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - +62 tulen

konten ramah otak

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Media Bacaan di Indonesia yang Cukup "Meresahkan"

5 Maret 2022   08:20 Diperbarui: 5 Maret 2022   08:24 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapan terakhir kali aku membeli buku karya anak bangsa indonesia asli? ah rasanya itu sudah sangat lama sekali. Aku tidak menyiapkan budget yang terlalu banyak ke buku, aku masih kuliah serta masih mengandalkan bulanan dari orang tua. Senggaknya aku merasa lebih perlu mengalokasikan bulanan untuk melengkapi keperluan serta membiasakan diri menabung. Namun, sesekali aku tetap membeli buku, bagaimanapun buku tetaplah jendela wawasan bagiku. Dan buku yang kubeli akhir-akir ini adalah buku impor, kebanyakan berasal dari Amerika Serikat.

Kenapa aku lebih memilih buku impor, padahal belum tentu nilai etika yang kita anut atau kondisi sosial dan ekonomi yang bertentangan cukup jauh. Ini adalah pertanyaan menarik untuk memberikan keluhan terhadapa "orang ahli" di Indonesia.

Pertama, buku yang ditulis penulis asing cenderung ditulis oleh orang berpengalaman, biasanya yang menjadi penulis buku nonfiksi bukanlah orang yang kerjaaannya sebagai penulis tok.

Karena isi tulisan mereka adalah berdasarkan pengalaman, untuk sejenak kita seperti merasakan kehidupan yang berbeda, seperti menjalani kehidupan seperti mereka rasakan. Tulisannya lebih informatif dan aplikatif. Buku yang terakhir kubeli berjudul "The Psycology Of Money", penulisnya sudah puluhan tahun bekerja sebagai konsultan keuangan selama puluhan tahun. 

Lalu coba bandingkan dengan penulis Indonesi, betapa sulitnya mendapat buku semacam itu, buku-buku yang populer adalah yang bertema romantisme dan penuh nuansa anak muda. Mengikuti umur yang semakin dewasa, aku merasa yang lebih aku butuhkan adalah wawasan baru ketimbang kisah fiksi dengan alur menarik.

Buku paling terakhir dari buku nonfiksi asli Indonesia adalah beberapa karya Buya Hamka. Beliau mungkin lebih dikenal dengan novel teggelamnya kapal van der wijck atau di bawah lindungan ka'bah, sebagian lagi lebih mengenal beliau sebagai penceramah ulung serta  ketau MUI pertama.

Sedikit berbeda, aku lebih menyukai karya-karya buku nonfiksinya, sebut saja lembaga hidup misalnya. Buku tersebut bermuatan inti ilmu agama namun beberapa argumennya berbasih sains, sejarah, ataupun sosial budaya. Buku yang sangat bergizi untuk generasi muda, sebagian isinya tidak begitu relevan di masa sekarang. Ketimbang novel-novel yang membuat terbuai dengan alur yang mengagumkan, rasanya cukup perlu memikirkan bagaimana caranya agar buku yang lebih seru, lebih informatif dan aplikatif, bisa dihasilkan oleh orang-orang terhebat di Indonesia.

Ada banyak orang yang seharusnya menuliskan pengalamannya dan berbobot untuk dikonsumsi. Dari kalangan akademis, cukup banyak dosen yang ilmunya tinggi dan produktif juga, namun buku yang dihasilkan hanya  untuk lingkaran materi perkuliahan. Mungkin layak dicoba buku ilmiah tipis hanya 100-150 lembar serta dirancang untuk bahan bacaan orang umum, kita masih ingat bukan buku stephen hawaking yang cukup populer tentang terbentuknya alam semesta. Buku itu bisa juga dibaca oleh awam.

Sisi agama juga tetaplah tema yang sudut krusial, karakter mendasar bangsa Indonesia adalah agama. Ada banyak ustad yang berwawasan agama cukup dalam namun bukunya kurang disukai anak muda, orang-orang lebih suka "sains" hari ini. Harusnya kolaborasi penulis latar belakang agama dengan expert sains menjadi ide yang menarik.

Sekarang masuk ke bagian terakhir, buku tetaplah penting meski dengan mudah segala informasi bisa didapat di internet. Di youtube, di google, orang tidak mungkin menjelaskan semuanya sampai detail yang memakan durasi 5 jam jika itu berbentuk video youtube. Untuk mengetahui innformasi yang lebih detail ya buku. Untuk saat ini, jika ingin berfokus ke buku yang lebih bersifat membuak wawasan, dengan berat hati aku harus mengakui bahwa rak buku yang pertama harus kita datangi di toko buku adalah label buku impor. Aku berharap agar sesegera mungkin para ahli menulis buku populer tentang keahliannya, apapun itu. Anak-anak muda yang memiliki minat yang sama fikirannya lebih terbuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun