Mohon tunggu...
Decy Iraya
Decy Iraya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di UPN Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gejolak Gerakan 'Black Lives Matter': Eksistensi Rasisme Pasca Kematian George Floyd

5 Juni 2023   10:37 Diperbarui: 5 Juni 2023   10:39 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Racism atau Rasisme merupakan permasalahan yang selalu menjadi perhatian dunia hingga saat ini. Rasisme merupakan suatu perilaku diskriminasi yang didasarkan oleh warna kulit, suku, ras, atau asal-usul seseorang sehingga mengakibatkan adanya ketidaksetaraan dan pelanggaran hak serta kebebasan seseorang. Perilaku rasis ini menggolongkan masyarakat ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan ras atau warna kulit seseorang, seperti 'White', 'Black', 'Arab', 'Jews' atau 'Yahudi', dan lain sebagainya. Penggolongan ini juga disertai dengan berbagai stereotip mengenai ras-ras tertentu, yang mana biasanya merupakan stereotip negatif yang sudah lama tertanam dalam diri masyarakat terhadap ras-ras tersebut.

Tindakan rasisme sendiri rawan terjadi di negara-negara yang memiliki masyarakat yang bersifat majemuk atau plural, seperti Amerika Serikat. Dalam sejarahnya, rasisme di Amerika Serikat sudah lama terjadi bahkan sebelum era kapitalisme dimulai. Pada awal tahun 1492, penggabungan dari Eropa, Afrika, dan Amerika dalam membentuk 'Atlantic world' menciptakan sebuah proyek kolonial Eropa yang melibatkan dua hal: (1) menyingkirkan penduduk asli Amerika (Native American) dari tanah mereka di Amerika; dan (2) perdagangan yang dilakukan kepada masyarakat berkulit hitam (Africans) untuk bekerja sebagai 'budak' di perkebunan. Perbudakan tersebut berlangsung lama sehingga menjadi hal yang sudah turun temurun dan menjadi budaya yang tertanam dalam masyarakat.

Keberadaan rasisme di Amerika semakin memburuk dengan diberlakukannya aturan keseragaman pada tahun 1790. Dimana sistem peraturan ini mengatur kewarganegaraan Amerika Serikat berdasarkan naturalisasi yang ditujukan untuk masyarakat berkulit putih saja. Hal ini menyebabkan masyarakat asli Amerika (Native American), masyarakat berkulit hitam (African-American), dan orang-orang Asia (Asian-American) tidak mendapatkan hak kewarganegaraan di Amerika Serikat. Hal ini juga merupakan salah satu faktor utama mengapa rasisme di Amerika Serikat terus berlangsung hingga berabad-abad lamanya. Dimana hak-hak untuk berpartisipasi dalam politik dan hak untuk memilih hanya didapatkan oleh masyarakat berkulit putih, sehingga membuat kursi pemerintahan di Amerika Serikat dipenuhi oleh masyarakat berkulit putih yang kemudian menghasilkan berbagai kebijakan publik yang hanya menguntungkan bagi masyarakat berkulit putih saja.

Kasus Kematian George Floyd Sebagai Momentum Kembalinya Gerakan 'Black Lives Matter'

Di era globalisasi ini, dimana hal-hal mengenai HAM sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat internasional, permasalahan-permasalahan mengenai rasisme merupakan pembahasan yang sensitif dan selalu menjadi perhatian dalam dunia internasional. Tentunya, berbagai macam pergerakan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat berkulit hitam (African-American) dalam rangka menuntut kesetaraan dengan masyarakat berkulit putih di Amerika Serikat juga membuahkan hasil sehingga membuat masyarakat berkulit hitam (African-American) mulai mendapatkan hak mereka dalam masyarakat walau masih belum sepenuhnya.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa rasisme masih dialami oleh masyarakat berkulit hitam di Amerika Serikat hingga saat ini. Diskriminasi ras dan perbudakan yang terjadi selama berabad-abad lamanya telah menanamkan stereotip negatif terhadap masyarakat berkulit hitam. Sebagian masyarakat berkulit putih di Amerika Serikat bahkan masih menganggap bahwa masyarakat berkulit putih merupakan pihak yang lebih superior dibandingkan dengan masyarakat berkulit hitam. Berbagai macam tindakan diskriminasi terhadap masyarakat kulit hitam masih sering dilakukan bahkan oleh aparat kepolisian di Amerika Serikat. Kasus rasisme yang masih terus terjadi juga berdampak pada kesenjangan dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan di Amerika Serikat, terutama perlakuan diskriminatif antara warga kulit hitam dengan warga kulit putih (Banda 2020, hal 4).

Kemudian, pada Mei 2020, terjadi kasus kematian George Floyd yang berhasil mencuri perhatian masyarakat internasional dan menjadi momentum dimana gerakan 'Black Lives Matter' kembali diserukan oleh masyarakat Amerika Serikat yang juga mendapat dukungan dari masyarakat internasional dari negara-negara lain (Cheung 2020).

Kasus ini terjadi ketika seorang pria bernama George Floyd (46) ditangkap oleh polisi dengan tuduhan pemalsuan uang di sebuah toko di Minneapolis, Minnesota pada 25 Mei 2020. Seorang polisi berkulit putih, Derek Chauvin (44), berlutut di leher Floyd ketika ia ditangkap dalam posisi diborgol dan telungkup di jalanan. Floyd yang terhimpit memohon-mohon dan mengatakan kepada Chauvin bahwa ia tidak bisa bernapas, tetapi Chauvin tidak menghiraukannya dan terus menekan leher Floyd selama 7 menit 46 detik. Hingga pada akhirnya, Floyd tidak sadarkan diri dan dinyatakan meninggal satu jam setelah dilarikan ke Pusat Medis Hennepin County.

Kabar mengenai kematian Floyd cepat tersebar melalui tagar #BlackLivesMatter di media sosial. Kematian Floyd menyulut rasa solidaritas masyarakat internasional dan memicu demonstrasi yang terjadi di beberapa negara seperti Selandia Baru dan Australia. Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan di berbagai negara tersebut menuntut keadilan terhadap pria kulit hitam yang tidak bersenjata yang meninggal dalam penahanan tersebut. Peristiwa ini membangkitkan reaksi emosional yang sangat kuat bagi mereka yang telah merasakan penindasan dan eksploitasi yang berasal dari sikap dan perilaku rasis sehingga memicu aksi dalam solidaritas dengan melakukan demonstrasi di Amerika Serikat, dan bersatu untuk mengecam pembunuhan George Floyd.

Dalam kasus ini, gerakan 'Black Lives Matter' dilakukan oleh masyarakat internasional untuk memberantas rasisme sistematis dan mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap masyarakat berkulit hitam. Gerakan 'Black Lives Matter' memperjuangkan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap masyarakat berkulit hitam.

'Black Lives Matter' Dan Eksistensi Rasisme Pasca Kematian George Floyd

Gerakan 'Black Lives Matter' yang dilakukan setelah kematian George Floyd menerima dukungan dari masyarakat internasional, tidak hanya masyarakat berkulit hitam saja, tetapi juga masyarakat berkulit putih, dan masyarakat etnis lain seperti Asia hingga Hispanik. Dengan banyaknya dukungan yang didapat dalam gerakan 'Black Lives Matter', gerakan ini telah membentuk suatu konsolidasi agenda untuk memberantas praktik rasial sistematik yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. 

Adanya gerakan 'Black Lives Matter' telah memberi ruang bagi masyarakat berkulit hitam untuk menyatukan harapan-harapan mereka dalam suatu gerakan positif untuk mencapai kebebasan dan mendapatkan hak-haknya kembali. Tidak hanya itu, Gerakan ini juga digunakan untuk mendukung segala tindakan diskriminasi yang dilakukan terhadap para imigran, wanita, serta orang-orang cacat. Gerakan ini dilakukan dengan damai sehingga berhasil mendapat dukungan dari masyarakat internasional dan mulai mengalami perubahan menuju kesetaraan (BlackLivesMatter, 2013).

Pasca kematian George Floyd, permasalahan-permasalahan ras yang terjadi kepada masyarakat berkulit hitam selalu berhasil mencuri perhatian masyarakat internasional melalui tagar #BlackLivesMatter di media sosial. Walaupun gerakan 'Black Lives Matter' sendiri tidak berdampak terhadap kebijakan Amerika Serikat yang cenderung berpihak kepada 'White Supremacy', tetapi gerakan ini berhasil mempengaruhi alur pemerintahan di dunia terutama di Amerika Serikat. Masyarakat berkulit hitam di Amerika Serikat juga semakin proaktif dalam mengirimkan perwakilan ke berbagai institusi politik, serta membangun sarana dan prasarana dan berbagai konferensi yang membahas tentang reformasi sosial, hukum, dan politik dan meninggalkan sikap-sikap diskriminatif (BlackLivesMatter, 2020).

International Contact juga membawa gerakan 'Black Lives Matter' di Amerika Serikat untuk membentuk suatu jaringan perlawanan terhadap rasisme dengan NGO yang memiliki suatu kesamaan nilai, norma, gagasan dan tujuan, seperti Humanitarian Coalition, International Women's Health Coalition, dan Greenpeace dengan memperjuangkan perlawanan terhadap rasisme di Amerika Serikat dan internasional.

Setelah kasus kematian George Floyd, Dewan Kota Minneapolis mengeluarkan larangan bagi departemen kepolisian untuk melakukan pengekangan leher (neck-choke) dalam melakukan penahanan terhadap terduga pelaku. Selain itu, New York City bahkan mengambil kompromi dalam menghadapi tuntutan Defund The Police dengan mengalihkan uang yang sebelumnya ditujukan untuk departemen kepolisian kota dan dialihkan kepada layanan-layanan sosial (BBC, 2020).

Penutup

Dari kasus kematian George Floyd, dapat dikatakan bahwa hukum Amerika Serikat tidak mampu menangani kasus diskriminasi karena masih menerapkan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif terhadap People of Color (POC). Diskriminasi dan perbudakan yang telah berlangsung selama berabad-abad di Amerika Serikat ternyata menciptakan stereotip negatif terhadap masyarakat berkulit hitam yang sudah tertanam dalam norma-norma masyarakat dan sulit untuk dihilangkan hingga saat ini. 

Di sisi lain, gerakan 'Black Lives Matter' yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, terutama pasca kematian George Floyd telah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pandangan masyarakat di Amerika Serikat dan masyarakat internasional terhadap masyarakat berkulit hitam. Gerakan ini juga membangkitkan reaksi emosional yang sangat kuat terutama bagi mereka yang mengalami segala tindak diskriminasi dan perilaku rasis oleh suatu oknum, sehingga gerakan ini menarik banyak simpati dari masyarakat internasional dan mendorong terciptanya berbagai macam gerakan lain yang mendukung kesetaraan dan mengecam rasisme.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan 'Black Lives Matter' tidak cukup untuk memberantas rasisme. Terlepas dari banyaknya kasus rasisme yang terjadi di Amerika Serikat, 'Black Lives Matter' tetap tidak dapat mengubah kebijakan Amerika Serikat yang cenderung berpihak kepada 'White Supremacy'. Diskriminasi yang terjadi di Amerika Serikat maupun di negara lain, tidak dapat dihilangkan selama masih ada persepsi atau stereotip terhadap suatu ras tertentu. Di negara yang bersifat plural seperti Amerika Serikat, rasisme sangat rentan terjadi karena masyarakatnya majemuk dan memiliki persepsi yang berbeda-beda. Selain itu, terdapat juga oknum yang berpikir bahwa rasnya lebih superior dibandingkan dengan ras lainnya (etnosentrisme) sehingga membuat rasisme semakin sulit untuk diberantas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun