Bandara Incheon, 9 AM KST
Namanya Jenny, Jenny Park. Lahirnya di Seoul, tapi sejak umur 12 tahun dia bersekolah di Amerika. Di pagi yang mendung kelabu itu dia baru saja menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Dia hirup udara di bandara itu, apa benar ini Seoul? Kalau masih bau pie, berarti dia masih di Amerika! Beruntung udara yang ia hirup kala itu adalah bau ramyun, bau mi instan Korea yang sedang dimakan oleh seorang anak kecil berjaket hello kitty.
Suasana bandara itu sedikit ribut, beberapa artis sedang mengikuti darma wisata. Jadilah para fansnya berkumpul semua di bandara. Para wartawanpun tak kalah ribut guna meliput airport fashion dari para idola K-Pop. Ada seorang idola yang bercelana pendek sekali-laki-laki, pahanya kelihatan, rambutnya dicat pelangi. Jenny kala itu juga sedang memakai short yang tak kalah pendek. Dia hanya menoleh sebentar saja pada gerombolan itu.
"Appa1!!" Jenny berteriak kegirangan melihat sosok ayahnya yang sedang melambaikan tangan. Ayahnya itu tidak muda lagi tapi badannya masih tegap. Jenny berlari kecil sambil menyeret koper warna merahnya. Cara berlarinya sama seperti anak kecil, sama seperti jiwanya yang memang kekekecil-kecilan.
Mereka berpelukan sejenak. Terharu sebentar, ditatapinya anaknya yang sudah tumbuh dewasa. Sekarang kalau tidak salah hitung umurnya sudah 16 tahun, kalau di-Korea-kan jadi 17 tahun. Sudah besar, sudah cantik. Rambutnya hitam panjang, wajahnya putih bersih dengan bibir yang bentuknya lucu, monyong kalau berbicara. Kakinya jenjang, walau tak bisa dibilang tinggi. Intinya anaknya itu sudah remaja dan tumbuh cantik di Amerika! Ahh, sayang sekali, mengapa rambutnya tidak jadi blonde?
Utara Sungai Hanggang, Mapo-gu, Seoul.
Rumah Jenny tak besar, kecil tapi muat untuk kedua orang tuanya, Jenny sendiri dan dua ekor anjing yang kecil-kecil. Kamarnya masih sama seperti yang dulu, ada hiasan bintang-bintang di dindingnya. Direbahkannya tubuhnya di kasur empuk itu, lebih empuk daripada kasur bertingkat asrama Gehring yang ia tempati di Bethel, Maine. Rasanya bahagia berada di rumah sendiri, perasaan nyaman yang tak ia temui di tempat lain.
"Bommie!! Turun ada temanmu!" suara ibunya menaik ke atas.
Jenny masih lelah, matanya masih menyipit. Teman? Teman yang mana? "Bommie" lagi, aku tak suka dipanggil Bom! Nama itu sudah kutinggalkan sejak berangkat ke Amerika. Namaku sekarang Jenny! Jenny menggerutu dalam hati. Tapi dia bukan anak durhaka, dan akhirnya menurut turun ke bawah walau dipanggil "Bommie" oleh ibunya.
Seorang anak laki-laki tersenyum manis. Jenny membalasnya dengan senyuman juga.
"Noona2.." anak laki-laki itu setengah berlari ingin memeluk Jenny. Jenny minggir, tak mau dipeluk oleh anak laki-laki itu. Brukk, anak laki-laki itu bibirnya memeluk tembok.