Mohon tunggu...
Decky Novandri
Decky Novandri Mohon Tunggu... Penulis - Belajar Menulis.

- Pria Sederhana, yang ingin belajar dan berkembang. - Master of Public Administration Alumni. National University, Jakarta Indonesia. - IDP_LP

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

JHT 56 Tahun, Telah Menimbulkan Pro dan Kontra yang Sangat Panas, Bak Minyak Goreng yang Sedang Dipanaskan

17 Februari 2022   08:58 Diperbarui: 1 Oktober 2023   21:54 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar Ilustrasi : Doc Pribadi)

(Gambar Ilustrasi : Doc Pribadi)
(Gambar Ilustrasi : Doc Pribadi)

(Gambar Ilustrasi : Doc Pribadi)
(Gambar Ilustrasi : Doc Pribadi)

Lebih lanjut jika Merujuk data dari Pusdatik Kemnaker RI per bulan Juli Tahun 2021 menyebutkan bahwasanya Jumlah kasus klaim JHT paling banyak pada Juli tahun 2021 untuk segmen Penerima Upah (PU) terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu 185.200 kasus, Di Ikuti Jawa Timur 167.162 kasus, DKI Jakarta 144.919 kasus, Jawa Tengah 139.065 kasus, kemudian Sumatera Utara dengan angka 76.195 kasus.
Sementara itu pada segmen Bukan Penerima Upah (BPU) Jumlah kasus klaim JHT paling banyak masih terdapat di Provinsi Jawa Barat sebesar 1.052 kasus, Banten dengan 1.014 kasus, DKI Jakarta 919 kasua, Jawa Timur 843 kasus, Jawa Tengah 429 kasus. Kepesertaan JHT PU aktif terbanyak yaitu DKI Jakarta dengan jumlah 4.292.236, Jawa Barat 2.409.749. Jawa Timur 1.655.654, Jawa Tengah 1.624.072, Banten 1.123.119 Peserta.


Fakta-fakta empiris yang ada di atas tersebut kemudian dijadikan salah satu sumber data yang dirujuk oleh pelaku kebijakan khusunya di Kemnaker RI untuk dikaji dan dianalisa agar dapat mencapai tujuan kebijakan yang efektif serta dapat menyelesaikan masalah publik secara efisien. Karna pada esensinya kebijakan publik merupakan hasil dari kesepakatan antar aktor dan Aktor-aktor politik untuk melaksanakan Program-program kemudian dijalankan oleh Birokrasi serta diikuti oleh Masyarakat demi tercapainya tujuan yang efektif dan menyelesaikan masalah publik secara efisien, namun sebelum menjadi suatu kebijakan maka informasi yang dikumpulkan merupakan informasi yang kredibel terkait permasalahan yang ada. Akan tetapi sudah Seyogyanya di NKRI ini setiap kebijakan publik menjadikan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai landasan berpikir dan dapat pula dijadikan sebagai landasan untuk bertindak.

Saran saya untuk Pekerja Penerima Upah yang menginginkan pensiun dini, tentulah harus dipikirkan secara matang sebelum mengambil keputusan terkait. bagaimana kita dapat memenuhi kebutuhan hidup saat tidak bekerja lagi? Apakah kita sudah memiliki kamampuan untuk mencukupi kebutuhan hidup tanpa bekerja di usia tersebut? misalnya dalam bentuk tabungan untuk dijadikan modal usaha. Beda halnya jika pada usia tersebut kita tidak dapat bekerja lagi, karna cacat total tetap, misalnya.

Lucu memang, jika ada pekerja yang ingin pensiun di bawah usia 40 Tahun, namun belum memiliki tabungan/modal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Mau ngapain kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun