Mohon tunggu...
Decky Novandri
Decky Novandri Mohon Tunggu... Penulis - Belajar Menulis.

- Pria Sederhana, yang ingin belajar dan berkembang. - Master of Public Administration Alumni. National University, Jakarta Indonesia. - IDP_LP

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

JHT 56 Tahun, Telah Menimbulkan Pro dan Kontra yang Sangat Panas, Bak Minyak Goreng yang Sedang Dipanaskan

17 Februari 2022   08:58 Diperbarui: 1 Oktober 2023   21:54 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar Ilustrasi : Kemnaker RI) 

PP tersebut di atas juga telah mengatur Tentang Tata Cara Pembayaran Iuran JHT, di Pasal 18 hingga Pasal 22. untuk Peserta penerima upah yang bekerja pada Pemberi Kerja (Pengusaha/di perusahaan) dan Peserta bukan penerima upah.

Bagi  Peserta penerima upah yang bekerja pada Perusahaan pembayaran iuranya wajib dibayarkan oleh Pemberi Kerja setiap tanggal 15, sebesar 5.7% dari upah dengan ketentuan 2% ditanggung oleh Pekerja (dari upah sebulan yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. 3.7% ditanggung oleh Pemberi Kerja (besar juga ya pengeluaran operasional pengusaha?) dan jika Pemberi Kerja terlambat membayarkan iuaran JHT tersebut akan dikenakan denda 2% untuk setiap bulan keterlambatan, tentulah dendanya ditanggung oleh Pemberi Kerja.


Seyogyanya, sebelum bertanya terlebih dahulu membaca, karna semua Peraturan perundang-undangan dan jenisnya, sudah pasti memiliki dasar hukum (dengan kalimat, Menimbang : bahwa peraturan ketenagakerjaan, dan seterusnya) Dasar hukum tersebutlah yang dijadikan acuan atau bahan untuk mengetahui normatif yang tidak ada dalam jenis peraturan perundang-undangan yang dibawahnya.

(Gambar Ilustrasi : Kemnaker RI) 
(Gambar Ilustrasi : Kemnaker RI) 


Saya tertarik memiliki perbedaan pendapat dengan seseorang yang mengatakan bahwa aturan tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang sudah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi" menurut hemat saya : aturan tersebut bukan turunan dari UU Cipta Kerja, melainkan pengejawantahan (perwujudan) dari UUD 1945 Pasal 28H Ayat (1, 2 dan 3) Pasal 34 Ayat (1, dan 2).

Kemudian diwujudkan di UU nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJNS), Dengan Peraturan Pelaksananya dalam wujud PP nomor 46 Tahun 2015 diturunkan lagi ke Permenaker Tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran dan Manfaat Jaminan Hari Tua.


Bagaimana bisa disebut turunan dari UU Cipta Kerja, lah wong UU Cipta Kerja saja masih dalam tahap perbaikan, jika dalam waktu 2 tahun tidak dilakukan perbaikan maka secara otomatis inskonstitusional bersyarat secara parlemen. Itu artinya tidak dapat dirujuk sebagai dasar hukum.

Saya lebih berharap, Agar kiranya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Serikat-serikat Pekerja yang ada, sangatlah perlu memperhatikan dan mengkritiki, kinerja pejabat pembinaan dan pengawasan dan Kepala Seksi (KASI) norma di tingkat Provinsi, terkait dengan konsistensi semua normatif yang sudah menjadi Hak-hak Pekerja.

Apalagi DPR RI, khususnya Komisi IX yang merupakan Ruang Lingkup dan Tugas dari komisi ini, sudah Jelas-jelas memiliki fungsi pengawasan, sesuai amanat dari UUD 1945 pasal 20A Ayat 1, itu artinya fungsi yang tidak dapat ditawar lagi, bukan? 


Keberhasilan suatu kebijakan publik, akan ditentukan oleh Implementatornya (Pelaksana, pejabat administrator) bukan pada pembuat keputusan/pembuat kebijakan.

Contohnya saja, Jika secara normatif Pekerja mendapatkan uang pergantian hak atas pengabdianya, namun pada realitanya hak itu tidak didapatkan oleh Pekerja, itu artinya : yang salah bukan pada pembuat kebijakan, namun kesalahan semacam itu terletak pada lemahnya fungsi pembinaan dan pengawasan Pejabat terkait, pada akhirnya merugikan para Pekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun