Mohon tunggu...
Decky Novandri
Decky Novandri Mohon Tunggu... Penulis - Belajar Menulis.

- Pria Sederhana, yang ingin belajar dan berkembang. - Master of Public Administration Alumni. National University, Jakarta Indonesia. - IDP_LP

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ambiguitas Pernyataan, Dari Sang Gubernur

20 Januari 2022   16:25 Diperbarui: 31 Januari 2022   01:21 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil tangkapan layar pribadi. Karya dari Humas JABAR (Gambar : idxchannel.com)

Aneh rasanya, jika penamaan bentuk suatu peninggalan bangunan bersejarah bagi Bangsa ini, ada yang manganggapnya dan menyebutnya, "bentuknya Monumen Nasional (Monas) dan Masjid Istiqlal, yang hanya menyesuaikan selera pemimpin pada jaman itu" apalagi pernyataan ini dari orang yang terkemuka (seorang anak bangsa, yang merupakan pemimpin, orang nomor satu diprovinsinya)

Lisan yang asal ucap dari paradigma berpikir yang keliru, jika menyebut bentuk bangunan yang dimaksud tersebut di atas, merupakan hanya selera pemimpin pada zaman itu "kenapa Monas dan Istiqlal bentuknya begitu? karena itu selera pemimpin pada zaman itu, ungkapnya"

Apa mungkin pendapat yang dimuat media tersebut atas dasar emosi belaka.

Semestinya seorang pemimpin itu menyampaikan asumsinya secara lisan ataupun tulisan dengan Kata-kata yang sejuk, tidak ambiguitas (perbedaan penafsiran teks, yang menyebabkan ketidakjelasan atau kebingungan) dan tidak membuat orang yang mendengar dan membacanya keliru memahami subtansi dari lisanya tersebut.

Bukan tidak mungkin dapat menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat yang mengetahuinya.

"Di karya yang mana Bung Karno mengatakan bahwasanya bentuk dari bangunan Monas, Masjid Istiqlal dan Jakarta hari ini adalah berdasarkan selera dari beliau, sejak kapan pemimpin ini bertemu dengan Bung Karno?

Sehingga mengeluarkan pernyataan yang seperti itu"

Makna dari bentuk tugu Monas dan Masjid Istiqlal

MONAS, yang dibangun di era Presiden Soekarno. bentuk tugu ini memliki arti yang sangat bermakna, bukan sembarangan bentuk yang hanya mengikuti selera pemimpin pada zaman itu. tugu yang dimahkotai lidah api dan dilapisi lembaran emas, melambangkan semangat perjuangan yang Menyala-nyala dari Rakyat Indonesia.

Pembangunanya dimulai pada Tanggal 17 Agustus 1961.

Apakah makna ini pantas disebut oleh seorang pemimpin, dengan ucapanya : "bentuknya hanya mengikuti selera saja" Bung, bentuk ini memiliki makna yang dalam, tentulah berdasarkan masukan dari para ahli, rancangan dari arsitek ternama.


Kemudian itu, bentuk dari Masjid Istiqlal, yang disebutnya "bentuknya juga mengikuti selera pemimpin pada zaman itu"

Padahal literasi sejarah sangat jelas menjelaskan. bahwasanya, pembangunan Masjid ini bukan hanya atas dasar selera pemimpin pada zaman itu, melainkan bentuk untuk pembangunan masjid ini ada sayembaranya, sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal. 

Pada saat itu dewan juri sayembara rancang bangun Masjid Istiqlal, terdiri dari para Arsitek dan Ulama terkenal (arsitek berkelas dan ulama yang memiliki kompetensi) dengan susunan dewan juri yang terdiri dari Presiden Soekarno sebagai Ketua, dengan Anggotanya Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo, Ir. Djoeanda Kartawidjaja, Ir. Suwardi, Ir. R. Ukar Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), H. Aboebakar Atjeh, dan Oemar Husein Amin. 

Jelaslah sudah, latar belakang kompetensi mereka, tidak dapat diragukan lagi dengan menyandang gelar "Insinyur"(Arti kata insinyur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah in.si.nyur [n] sarjana teknik (sipil, listrik, pertambangan, per-tanian, mesin, dsb)

Pernyataan sang Gubernur

Dari laman instagram idx channel, yang dimuat pada Tanggal 19 Januari Tahun 2022. "Orang nomor satu di provinsinya ini, mengeluarkan statement (pernyataan) "tuturnya di sela kunjungan kerjanya di Bali, Selasa (18/1/2022).

Terlebih, Ibu Kota Jakarta pun dibangun berdasarkan sudut pandang dan keinginan Presiden RI pertama, Soekarno, jadi Jakarta hari ini seleranya Bung Karno.

Gak perlu dipertanyakan kenapa Istiqlal bentuknya begitu, Monas begitu. karena itu selera pemimpin pada zamannya,"tegas dia"

Yang harus ditanyakan justru Jakarta setelah ditinggal, jadi apa. Judulnya itu dia juga belum pernah dibahas,"tandasnya.

 

Mengutip pernyataanya, jika Jakarta setelah ditinggal, jadi apa?

Tentulah Jakarta akan menjadi sebuah Daerah yang sudah lama dicita-citakan selama ini, apalagi Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, sudah lama mengenggam kekuasaan serta memiliki kewenangan yang dipimpin oleh seorang Gubernur dan Wakil Gubernur.

Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih tinggi dari semua Propinsi yang ada di Negara ini, bukan tidak mungkin Jakarta akan lebih fokus dalam melaksanakan pembangunan fisik dan non fisik di daerah ini.

Berkosenstrasi menjadi sebuah Provinsi dengan pusat bisnis, dan perdagangan, yang tentunya dengan prinsip keadilan.

Lucu memang, Jelas-jelas Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah (PemDa), sudah mengatur mengenai Ketentuan-ketentuan normatif untuk Pemerintah Daerah. 

Pemerintah daerah dan wakil rakyat di daerah merupakan penyelenggara urusan pemerintahan di daerah kekuasanya, yang memiliki hak, wewenang serta kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri masyarakatnya.

Tentulah bukan dengan cara yang otoriter. untuk wilayah administratif, Gubernur adalah wakil dari pemerintah pusat sebagai penyelenggara urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di Daerah dan wilayah kerja Gubernur.

Merujuk pada UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. BAB I Ketentuan Umum. 

Pada Pasal 1 Ayat (2) Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ayat (6) Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (12) Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Ayat (13) Wilayah Administratif adalah wilayah kerja perangkat Pemerintah Pusat termasuk gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di Daerah dan wilayah kerja gubernur dan bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum di Daerah.
"Sungguh jelas bukan?

Semestinya pimimpin ini, fokus sajalah dengan kepimimpinya, fokus dengan bagaimana pelaksanaan terkait kebijakan di provinsinya, apa saja yang perlu di evaluasi.

Misalnya saja, dalam penghematan anggaran, pemanfaatan anggaran, kemudian mengenai pendidikan, apakah pelaksanaanya sudah sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dan UU nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi, khususnya pada Pasal 73 Ayat (4) dan Ayat (5), apakah pelaksanaanya sudah sesuai dengan ketentuan normatif yang ada?

Ingat, Gubernur adalah Decision Maker Se-Provinsi, seharusnya lebih Obyektif dalam dalam membuat pernyataan.

 "Apa sebenarnya maksud dan tujuan dari pernyataan sang Gubernur ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun