Baru saja ingin bertumbuh dan meningkatkan OMZET setelah sekian lama terdampak oleh model-model pembatasan sosial yang ada di DKI Jakarta. harga pangan hasil pertanian yaitu cabai rawit merah melambung tinggi.Â
Meroketnya kenaikan harga cabai rawit merah ini, sangat berdampak ke pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) pada kriteri usaha kuliner yang menggunakan bahan utama atau campuran dari cabai rawit merah.
Mirisnya lagi usaha tersebut digeluti hanya mengharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bukanlah bercita-cita untuk menjadi konglemerat kelas dunia.
Padahal UMKM pada kriteri usaha kuliner ini merupakan bagian dari roda penggerak perekonomian indonesia.
Dari laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hasil monitoring curah hujan ekstrem harian pada bulan Nopember, secara umum hampir seluruh Wilayah Indonesia mengalami hujan lebat, kejadian hujan lebat harian dengan kriteria lebat sebanyak 53.75% hujan ekstrem dengan kriteria sangat lebat teramati sebesar 11.75%.
Tingginya curah hujan ini akan terjadi hingga Bulan Maret 2022, dengan sifat hujan yang bervariasi normal hingga atas normal.
Faktor alam inilah yang menjadi indikasi kuat atas meroketnya cabai rawit merah, sehingga mempengaruhi produksi cabai rawit merah atau ketersediaan pangan hasil pertanian ini.
Para pakar sering menyebutnya dengan istilah Teori penawaran dan permintaan dalam ilmu ekonomi.
Selain faktor alam, setelah natal dan menjelang tahun baru. tingginya akan permintaan cabai rawit merah, juga merupakan faktor yang mempengaruhinya.
Secara kuantitas cabai rawit merah yang tersedia dan dibutuhkan oleh konsumen, pada level produksi terganggu oleh curah hujan yang tinggi sejak bulan Nopember.
Artinya, tingginya permintaan akan suatu produk tersebut secara otomatis akan menjadikan harga/nilai produk tersebut mengalami kenaikan harga/nilai