Mohon tunggu...
Dechika Anjeli
Dechika Anjeli Mohon Tunggu... Mahasiswa - UPN "Veteran" Yogyakarta

Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pergeseran Politik Luar Negeri Indonesia dalam Krisis Kemanusiaan di Myanmar Selama Periode Presiden Jokowi

1 Desember 2023   14:30 Diperbarui: 18 Januari 2024   17:42 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orientasi politik luar negeri Indonesia terhadap isu kemanusiaan berpegang pada prinsip upaya menjaga perdamaian dunia serta tanggung jawab akan hak asasi manusia. Prinsip ini dipegang kuat dengan tidak lupa ikut menjunjung tinggi asas non intervensi dengan melakukan pendekatan dialog dan bantuan kemanusiaan demi menjaga kedaulatan sesama negara.  Politik luar negeri indonesia ini dapat dilihat dari berbagai permasalahan kemanusiaan dunia yang tengah terjadi. Salah satunya yang kembali mencuat ke publik yakni krisis kemanusiaan etnis rohingya di Myanmar. Krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar telah terjadi sejak bertahun tahun lalu dan meninggalkan luka dalam dan penyelesaian yang tidak kunjung ditemukan. Konflik yang kembali memuncak pada tahun 2016 ini disebabkan karena adanya tindakan yang dilakukan oleh anggota pejuang Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) yang menyerang pos penjagaan dan membunuh setidaknya hampir 13 anggota keamanan disana. (Bashar, 2019) Atas hal tersebut memicu kemarahan militer Myanmar sehingga melancarkan tindakan keras terhadap masyarakat etnis Rohingya. 

Yang sebelumnya berhasil membunuh sekitar 400 gerilyawan , dan per tanggal 5 september lebih dari 120,000 warga etnis Rohingya berhasil melarikan diri ke negara - negara tetangga salah satunya Bangladesh. Atas tindakan ini banyak pihak yang berasumsi bahwasanya Militer Myanmar sengaja melakukan “pembersihan etnis” (DW, 2021), ini mengingat bahwasanya memang akar permasalahan yang ada di Myanmar ini bermula dari pemerintah yang tidak mengakui keberadaan etnis Rohingya sebagai bagian dari masyarakatnya sehingga terjadilah tindakan diskriminasi etnis disana.  Dengan banyaknya korban jiwa atas perlakuan tidak adil dari pemerintah dan masyarakat setempat terhadap warga etnis Rohingya, maka terjadilah pengungsian besar - besaran sejak bertahun - tahun lalu ke berbagai negara tetangga atas dasar moral internasional. 

Sebagai salah satu negara yang menerima kedatangan para pengungsi etnis Rohingya ini, memperlihatkan Indonesia yang memiliki hubungan baik dengan negara tetangganya ini. Keakraban yang sudah terjalin antara keduanya semenjak puluhan tahun lalu berlandaskan dari adanya perasaan senasib sebagai negara yang berjuang untuk melepaskan diri dari tangan asing. Selepas meraih kemerdekaan, Myanmar membuka kantor perwakilan RI di Yangon yang menjadi tempat terbentuknya Indonesia Indonesia Airways. Hubungan para pemimpin kedua negara yang terbentuk baik membangun kerjasama bilateral yang merambah pada sektor pertanian, infrastruktur. Tidak luput Indonesia juga membujuk Myanmar untuk bergabung menjadi bagian dari ASEAN, agar sama - sama dapat mewujudkan keamanan dan stabilitas kawasan Asia Tenggara. 

Sebagai negara tetangga dan sesama anggota ASEAN yang menjunjung tinggi prinsip non intervensi, namun disatu sisi harus menegakkan hak asasi manusia atas nama moral internasional sebagai maka Indonesia berusaha untuk tetap mengusahakan keduanya. Maka pada Mei 2015 perwakilan tiga menteri luar negeri yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand melakukan pertemuan demi mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi di Myanmar tanpa melakukan campur tangan berlebihan. Hasil pertemuan ini menghasilkan kesepakatan agar Indonesia dan Malaysia menerima kapal pengungsi untuk berlabuh di negaranya serta bersedia menampung para pengungsi disana. Kesepakatan ini menerapkan syarat bahwa masyarakat internasional juga harus turut untuk memberikan bantuan dan usaha pemulangan (BBC News Indonesia, 2015).

Di masa pemerintahan presiden Jokowi, Indonesia yang sudah berusaha untuk menerima para pengungsi Rohingya dan menjunjung tinggi HAM Internasional. Para pengungsi yang melarikan diri menggunakan kapal melabuhkan diri mereka di daerah paling barat Indonesia tepatnya di daerah Provinsi Aceh Indonesia. Namun ternyata gejolak pengungsi sudah begitu menggeludak, yang menyebabkan masyarakat setempat yang menerima para pengungsi mengambil sikap tegas. Sesuai dengan laporan Kabid Humas Polda Aceh mengatakan bahwa masyarakat menolak kehadiran mereka sebab tempat penampungan yang overload serta adanya kesan serta perilaku yang tidak baik bagi masyarakat (Tim detik.com, 2023) Penolakan ini otomatis menyita perhatian publik terhadap Politik Luar Negeri Indonesia yang tiba-tiba bergeser. 

Di masa pemerintahan Jokowi pada periode pertama Indonesia berusaha untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyelesaian krisis kemanusiaan ini. Berbagai pendekatan diplomasi dilakukan oleh pemerintah  dalam merespon permasalahan ini. Dengan mengedepankan prinsip non intervensi dan moral kemanusiaan, Indonesia menerapkan diplomasi publik dalam prakteknya kali ini. Diplomasi publik yang kali ini dipilih mempertimbangkan keberpihakan masyarakat Indonesia akan solidaritas sesama muslim. Sehingga Indonesia dengan gencar melibatkan diri sebagai sesama negara ASEAN dan sebagai negara dengan populasi masyarakat muslim terbanyak di dunia. Respon Indonesia pada masa pemerintahan Jokowi ini juga dilihat dari adanya tekanan Internasional, tekanan ini membuat Indonesia harus turut berkontribusi pada upaya penyelesaian krisis kemanusiaan di Myanmar demi menunjukkan solidaritasnya di komunitas internasional. Dengan membentuk reputasi yang baik, besar harapan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan serta dukungan - dukungan sesama negara di kemudian hari. 

Keprihatinan Indonesia terhadap diskriminasi yang terjadi di Myanmar yang turut mempengaruhi kebijakan luar negerinya terealisasi selama bertahun tahun sejak tahun 2015. Namun ketersediaan Indonesia ini menjadi bergeser atas peristiwa yang terjadi pada November 2023 lalu. Dimana sebanyak 249 pengungsi Rohingya yang tiba di Bireuen ditolak oleh warga setempat sebab adanya tindakan yang kurang baik oleh para imigran seperti tidak menjaga kebersihan serta tidak mengindahkan adat masyarakat dan syariat Islam serta kapasitas penampungan yang sudah tidak memadai lagi (Tim detik.com, 2023) Kedatangan para pengungsi ini juga tidak luput dari peran para penyelundup yang ternyata merupakan warga Aceh Timur sendiri yang menerima bayaran sekitar 15 Juta rupiah (Dewabrata, 2023).

Atas apa yang dilakukan oleh warga setempat ini direspon oleh Kemlu yang mengatakan bahwasanya Indonesia sebenarnya tidak memiliki kewajiban untuk menampung para pengungsi ini, karena bukan merupakan negara dari pihak konvensi pengungsi 1951, sebab Indonesia yang masih merasa keberatan untuk melaksanakan ketentuan dalam konvensi tersebut. Apa yang dilakukan Indonesia selama ini sebenarnya karena prinsip Indonesia yang diyakini untuk menjunjung tinggi HAM. 

katatetangga.id
katatetangga.id

Alasan Indonesia untuk menolak kedatangan para pengungsi Rohingya, disebabkan dinamika situasi internal yang kian berubah. Hal terkait pertimbangan keamanan nasional menjadi faktor vital di era Presiden Jokowi karena adanya kekhawatiran terkait potensi terhadap stabilitas keamanan Juga tekanan internal yang menjadi desakan paling kuat dalam menjaga keamanan nasional sebab terkait dengan isu politik , sosial , ekonomi , sumber daya dan infrastruktur masyarakat yang seharusnya menjadi fokus utama. Mengingat misi pada masa pemerintahannya menitikberatkan pada kesejahteraan sosial, dan keberadaan permasalahan ini dianggap dapat mengganggu kesejahteraan sosial yang sedang dipertahankan.

Indonesia pun pada akhirnya memberikan pembenaran terkait dengan pergeseran sikap politik luar negerinya terhadap kedatangan sejumlah pengungsi dikarenakan beberapa pertimbangan terkait dengan stabilitas keamanan nasionalnya. Meski demikian masih banyak pihak yang terus mendesak Indonesia agar mau menerima kembali para pengungsi yang sudah berlabuh di Aceh dengan alasan penegakan janji kemanusiaan yang kian dipertanyakan. Namun begitu Indonesia harus tetap bersikap tegas akan pendiriannya, dan tetap membuka diri untuk berusaha mencari solusi dari kompleksitas krisis kemanusiaan yang tengah terjadi diantara dinamika situasi politik yang dihadapi di masa pemerintahan presiden Jokowi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun