Sebelum masuk ke pembahasan utama mari kita pelajari terlebih dahulu apa itu endogenous development atau teori pertumbuhan endogen.
      Apa itu endogenous development?
      Menurut Massey(1984), endogenous development merupakan suatu pendekatan pembangunan yang bersifat kewilayahan dalam proses pertumbuhan ekonominya serta perubahan struktural yang diasosiasikan oleh komunitas lokal dan memanfaatkan potensi lokal dalam perbaikan tingkat kehidupan penduduk lokal.
      Menurut Arocena (1995), endogenous development adalah sebuah peroses pembangunan yang berintegrasi sosial serta memiliki aspek ekonomi.
      Muhlighaus dan Walty (2001) berpendapat bahwa endogenous development merupakan strategi pembangunan self determined yang bersifat partisipatif dan berbasis pada kebutuhan penduduk lokal dengan menggunakan potensi dari dalam.
      ITP (2007) juga berpendapat bahwa endogenous development merupakan strategi pembangunan yang didasarkan pada sumberdaya lokal, budaya, pengetahuan lokal, serta kepemimpinan lokal, yang memiliki keterbukaan guna memadukan pengetahuan tradisional dengan pengetahuan yang berasal dari luar.
      Sehingga dapat disimpulkan bahwa endogenous merupakan sebuah pendekatan ekonomi yang bersifat kewilayahan serta pembangunannya ditentukan sendiri dengan pemanfaatan sumberdaya lokal yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kehidupan penduduk lokal. Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini memanfaatkan segala potensi yang ada dari dalam suatu wilayah tersebut. Pembangunan difokuskan dengan pemusatan perhatian terhadap kebutuhan, kapasitas, serta perspektif dari masyarakat lokal. Hal tersebut berarti bahwa suatu wilayah sebaiknya melakukan pengembangan kapasitasnya untuk melakukan pembangunan sosiologi ekonomi yang khas dari wilayah tersebut.
      Indonesia menggunakan pendekatan ini dengan otonomi daerah. Otonomi daerah sendiri merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur serta mengurus rumah tangganya sendiri dengan mengacu pada perundang-undangan yang berlaku. Menurut UU No.23 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya dalam sistem NKRI.
      Studi kasus kali ini membahas tentang wilayah Probolinggo. Probolinggo sendiri terdiri dari kota dan kabupaten. Tentu saja dalam pelaksanaan pemerintahan berbeda, akan tetapi keduanya berlomba-lomba dalam pembangunan serta pemanfaatan potensi lokal yang ada. Pemerintah Probolinggo tidak ada henti-hentinya dalam melakukan pembangunan potensi lokal yang ada. Masyarakat juga turut membantu pemrintah dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, karena menurut masyarakat hal tersebut akan berjalan beriringan dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi masyarakat serta daerah.
      Pemerintah sedang gencar membangun perekonomian dikarenakan efek dari pandemi Covid-19 yang telah terjadi sejak 2 Tahun lalu. Seluruh sektor perekonomian mengalami penurunan terutama sektor pariwisata dan juga perdagangan dan jasa. Sektor pariwisata sendiri mengalami penurunan besar-besaran akibat dari dilarangnya seluruh penduduk untuk beraktifitas diluar rumah. Dimana ketika pandemi berlangsung masyarakat sekitar wilayah pariwisata bekerja sebagai pendukung tempat wisata tersebut.
      Sebagai contoh wisata Gunung Bromo yang ditutup karena pandemi Covid-19. Masyarakat Kecamatan Sukapura kebanyakan berprofesi sebagai tour guide, membuka usaha penginapan, bekerja di bidang jasa transportasi ke wisata Bromo, dan penunjang lain wisata tersebut seperti membuka usaha warung dan rumah makan. Pada saat pandemi tersebut berjalan keadaan pengunjung yang sepi membuat masyarakat kebingungan dalam mencari pundi-pundi rupiah. Hingga pada akhirnya, masyarakat banyak yang memilih untuk menjadi petani ataupun kuli bangunan.