Mohon tunggu...
deby
deby Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

mengekspresikan diri melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meruntuhkan Stereotip: Peran Penting Feminisme dalam melawan Male Gaze

14 Desember 2023   02:52 Diperbarui: 14 Desember 2023   02:56 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring perkembangan zaman, transformasi dalam domain media tidak hanya terkait dengan kemajuan teknologi, melainkan juga melibatkan pergeseran paradigma dalam menggambarkan peran gender. 

Dalam era kontemporer, fenomena Male Gaze, yang mencakup interpretasi dan penempatan obyektif perempuan dalam produk media, menjadi fokus utama perhatian gerakan feminis. 

Perjalanan panjang perjuangan feminis telah mengungkap akar-akar patriarki yang terdapat dalam perspektif ini, dan tulisan ini akan mengeksplorasi peran penting gerakan feminis dalam menghancurkan stereotip yang dihasilkan oleh Male Gaze. 

Pada dasarnya, feminisme merupakan gerakan advokasi yang memperjuangkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Tujuan dari gerakan ini adalah meyakini bahwa perempuan dan laki-laki seharusnya ditempatkan pada posisi yang setara, di mana keduanya memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menjalani kehidupan mereka dalam berbagai aspek, termasuk sosial, budaya, politik, dan ekonomi. 

Dalam konteks Male Gaze, gerakan feminis berperan penting dalam membongkar dan menentang representasi stereotip perempuan dalam media. Male Gaze menciptakan pandangan yang terbatas dan sering kali merendahkan perempuan menjadi objek, bukan sebagai individu dengan keberagaman, kecerdasan, dan potensi yang sama seperti laki-laki. 

Oleh karena itu, upaya untuk meruntuhkan stereotip yang dihasilkan oleh Male Gaze menjadi bagian integral dari perjuangan kesetaraan gender. Berbagai media mainstream sudah lama menjadikan gagasan 'Male Gaze' sebagai pandangan dominan hingga telah mendarah daging dan menjadi sesuatu yang doktrinal.

"Pandangan laki-laki" atau "Male Gaze" memiliki dampak yang signifikan terhadap pembentukan stereotip perempuan dalam budaya populer, khususnya dalam media seperti film, televisi, dan iklan. Salah satu dampak utamanya adalah objektifikasi perempuan, di mana Male Gaze cenderung melihat perempuan sebagai objek untuk memuaskan pandangan laki-laki, mengabaikan aspek-aspek unik seperti kepribadian, keinginan, dan keberagaman. 

Lebih lanjut, Male Gaze sering kali menyebabkan perempuan digambarkan dalam konteks seksual atau estetika yang ditujukan untuk memenuhi fantasi pria, memperpetuasi stereotip seksual dan membatasi ruang representasi perempuan dalam peran yang lebih kompleks atau beragam. Penggunaan Male Gaze yang berlebihan juga dapat memperkuat norma kecantikan yang sempit, menciptakan tekanan pada perempuan untuk memenuhi standar visual yang sesuai dengan harapan laki-laki. 

Selain itu, Male Gaze dapat memperpanjang dan memperkuat peran tradisional gender, menggambarkan perempuan terutama dalam konteks domestik atau sebagai objek penyejuk mata untuk pria, yang pada gilirannya dapat membatasi perempuan dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan. Oleh karena itu, kesadaran akan dampak-dampak ini mendorong upaya untuk mendukung representasi yang lebih inklusif dan kompleks dalam media, di mana perempuan dapat digambarkan sebagai individu yang memiliki kedalaman, kekuatan, dan peran yang beragam dalam masyarakat.

Di era kemajuan digital saat ini, berbagai media, seperti media sosial dan perfilman, seringkali memengaruhi perkembangan gerakan feminisme. Media memiliki kemampuan untuk mengubah konsep feminisme dan pembentukan persepsi diri wanita, yang erat kaitannya dengan diskusi seputar Male Gaze. 

Menurut Mulvey (dalam Mubarok, 2013), Male Gaze adalah konsep teoritis di mana media membentuk citra perempuan melalui perspektif pandangan pria heteroseksual, di mana perempuan direpresentasikan sebagai objek pasif yang memuaskan keinginan pria. Kepuasan dalam menonton dibagi menjadi dua aspek, yaitu laki-laki (aktif) dan perempuan (pasif), di mana laki-laki berperan sebagai penonton (spectator), sementara perempuan menjadi tontonan (spectacle). Perempuan sering dijadikan objek seksual dan tontonan erotis untuk memenuhi hasrat laki-laki heteroseksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun