[caption caption="Puti Guntur Soekarno berpidato di Bekasi tentang Trisakti Bung Karno, Berkepribadian dalam Berkebudayaan"][/caption]Tidak banyak yang menyangka Puti Guntur Soekarno mahir berpidato. Saat hadir di pagelaran budaya di Mustikajaya, Kota Bekasi, Sabtu (16/4/2016) malam, ia berpidato selama 17 menit tanpa teks.
Meski masyarakat antusias mendesaknya maju ke Pilgub DKI Jakarta, Puti justru tidak mau berbicara mengenai itu dalam pidatonya. Isi pidato Puti lebih banyak mengupas soal kebudayaan dan pemikiran Bung Karno. Ini Isi Pidato Lengkapnya ;
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya.
Pertama-tama, mari kita memekikkan Salam Persatuan Kita...
Merdeka....!!!
Yang saya hormati senior saya Bapak Mochtar juga Bapak Adang Ruhyatna, dan seluruh sahabat-sahabat saya, rekan-rekan baik satu partai maupun para perwakilan dari fraksi-fraksi partai sahabat yang hadir, yang tentunya tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya mohon maaf.
Alhamdulillah dalam kesempatan ini saya mendapatkan satu kehormatan untuk hadir dalam acara Pagelaran Budaya Sunda di Kota Bekasi ini yang juga mengusung Trisakti Bung Karno.
Saya tidak tahu apakah ini satu kebetulan atau memang sudah menjadi jalannya atau garisnya, untuk saya hadir di Kota Bekasi ini diundang oleh Bapak Mochtar Mohamad yang sebenarnya undangan baru disampaikan kepada saya itu kira-kira dua hari yang lalu.
Tetapi karena saya tahu ini adalah bicara masalah kebudayaan maka saya bersedia untuk hadir, saya bersedia hadir karena saya tahu ini bicara masalah Trisakti.
Bung Karno pernah mengatakan, bahwa di dalam politik, bahkan di dalam Revolusi-pun itu adalah bagian dari kebudayaan. Maka tidak salah ketika Bung Karno mengatakan, bahwa hakekat kemerdekaan kita adalah Berdaulat di bidang politik, Berdikari dalam bidang ekonomi dan Berkepribadian dalam kebudayaan.
Bung karno juga mengatakan untuk menatap masa depan kita tidak boleh buta. Untuk menatap masa depan kita tidak boleh buta.
Maka jadikanlah masa lampau kita sebagai Kaca Benggala untuk menata masa depan. Karena itulah kita perlu berkepribadian dalam kebudayaan, saudara-saudara Bapak-Ibu sekalian.
Tadi Pak Mochtar bilang, bahwa gedung ini, rumah ini, dinamakan Chandrabaga. Kalau Bapak-Ibu yang hadir disini tahu apa itu Candrabhaga, pada zaman dahulu kala Chandrabhaga adalah merupakan awal cikal bakal dari nama Kota Bekasi.
Pada zaman Kerajaan Tarumanegara Raja yang terkenal Raja Purnawarman menggali Kali yang membelah Bekasi, ini adalah kali Chandrabhaga, maka dengan selanjutnya kata Baga menjadi Bagasi dan selanjutnya timbulkan kata Bekasi untuk Kota Bekasi ini.
Ini yang dinamakan sejarah.!
Peradaban suatu Bangsa akan tetap ada, suatu Bangsa akan dilihat, apabila Bangsa itu memiliki identitasnya, memiliki karakternya, maka itu kita dikatakan kita harus Berkepribadian dalam Berkebudayaan. Tapi ini sudah dilupakan.
Coba yang hadir di sini, para pelaku seni, saya ingin bertanya, benarkah kebudayaan kita sudah ditinggalkan? benarkah kebudayaan nasional kita sudah dilupakan?
Bapak-Ibu sekalian, para politisi, inilah yang terjadi bahwa kita di dalam Bernegara, di dalam bermasyarakat, hanya sibuk, hanya sibuk dan sibuk dengan urusan Berpolitik dan urusan ekonomi.
Tetapi apa yang dikatakan Bung Karno mengenai kebudayaan itu semakin lama semakin ditinggalkan, dianggapnya Kebudayaan adalah sesuatu yang kuno belaka, sesuatu yang tidak bisa menata bangsa ini ke depan.
Padahal Indonesia saat ini, disaat kita mengalami degradasi moral, disaat kita tidak bisa berdiri tegak sama dengan negara lain, karena kita merasa tidak punya percaya diri, adalah karena kita tidak bisa menonjolkan identitas Kebudayaan kita saudara-saudara sekalian.
Dan inilah yang harus lahir dari Kota Bekasi, mengapa?
Karena masa dahulu kala kita tahu Budaya Sunda, budaya Sunda adalah Kebudayaan tertua di Indoensia, yang menjadi cikal bakal dari seluruh Kerajaan-kerjaan di Indonesia.
Jadi jangan main-main dengan Kebudayaan Sunda sudara-sudara..!
Sunda berasal dari Bahasa India, Suda. Suda itu artinya putih, terang, bersih.
Jadi kalau saya baca di buku, kalau saya belajar sejarah, karena saya memang dari kecil senang atau sering didongengi sejarah oleh ayah saya, oleh ibu Fatmawati Soekarno nenek saya, jadi kebudayaan sunda adalah kebudayaan tertua, yang sebenarnya dibawa dari tanah India, dari Palawa. Kata Sunda itu berasal dari kata Suda, yang artinya putih, terang, bersih.
Makanya kalau di sini ada tokoh-tokoh Budaya yang hadir, tentu kita tahu bahwa Kebudayaan Sunda dalam watak sosialnya mempunyai sifat, Silih Asah- Silih Asih- Silih Asuh.
Apa Silih Asah - Silih Asih - Silih Asuh?. Kalau Bung Karno berkontemplasi, mengkristalisasi menggali budaya-budaya Indonesia, Bung Karno mengatakan “Aku adalah penggali Pancasila”
Bung Karno bukan pencipta Pancasila, karena Saripati Pancasila itu sebenarnya terkubur di bumi Indonesia saudara-saudara.
Kalau seperti tadi yang Pak Mochtar katakan, seperti mengambil mutiara di tengah lautan, di bawah lautan, di dasar lautan. Maka Bung Karno menggali, mencari mutiara itu, mutiara Indonesia, Saripati Indonesia, itulah kebudayaan Indonesia, yang bisa menjadi identitasi kita, dan ini sekarang sudah ditinggalkan, apalagi oleh generasi muda.
Kebudayaan bukan hanya menyanyi, Kebudayaan bukan hanya Ketuk Tilu, Kebudayaan bukan hanya menari ronggeng, Kebudayaan bukan hanya Kecapi Suling, Kebudayaan adalah nilai, daya pikir, falsafah, filsafat yang ada di bumi Indonesia ini, yang menjadi keseharian masyarakat Indonesia.
Jangan Bapak-Ibu mengeluh kalau kemudian anak-anak kita lebih tahu lagu-lagu dari Korea, dengan K-POP nya, jangan kemudian kita mengeluh mengapa bioskop-bioskop lebih banyak memutar film-film asing, jangan kemudian kita Misuh-misuh, marah-marah dengan Negara tetangga kita yang dianggap merebut kebudayaan kita, produk budaya kita, yang kemudian diakui oleh Negera tetangga kita.
Kalau bukan dari kita yang memulai, maka siapa lagi..!!!
Kebudayaan Sunda kalau tidak salah, ada etos ; Cager- Bager-Pinter-Bener. Ini semua etos yang ada dalam Pancasila ; Gotong Ronyong.
Dari Kelima Sila, diperas menjadi Tiga Sila, tidak suka dengan Tiga Sila, diperas menjadi Satu Sila atau Eka Sila. Bung Karno mengatakan bahwa inilah budaya Bangsa kita ; Gotong Royong.
Gotong Royong itu lebih dinamis dari faham kekeluargaan, Gotong Royong itu kalau dimintai tolong tidak dihitung dengan materi, Gotong Royong itu tidak saling menjelekkan teman atau sahabat kita, tidak saling menjelekkan Partai-Partai teman kita.
Gotong Royong itu ya...hari ini terlihat. Gotong Royong bicara soal Kebudayaan. Ini adalah Politik Kebudayaan, yang tadi Bung Karno katakan bahwa di dalam Kebudayaan ada Politik dan ada Revolusi.
Contoh kecilnya adalah malam ini, kita bersama-sama hadir di sini melakukan suatu Gotong Royong untuk suatu Kesenian dan Kebudayaan Sunda.
Tadi berkali-kali saya diperkenalkan oleh Pak Mochtar, kalau ada yang bertanya sebenarnya Puti Guntur Soekarno ini darahnya apa? Darah saya ini Bhineka Tunggal Ika.!!!
Seperempat ada Sundanya, Ibu saya berasal dari Ciamis, konon katanya keturunan Galuh Pakuan. Ayah saya sudah jelas, ada seperempat Bali, ada seperempat Jawa Timur, ada seperempat Bengkulu.
Jadi di dalam diri saya ini, kalau ditanya, dari mana mbak asalnya? Saya tidak tahu asal saya dari mana dan darah saya dari mana, karena saya merasa diri saya adalah Indonesia..!!!
Dibilang Sunda boleh, saya ini kan anggota DPRI RI, Dapil saya di Jabar X ; Ciamis, Kuningan, Banjar, Pangandaran. Tapi lahir besar, dari kecil sampai tinggal sekarang ini di Jakarta. Logat Sunda? Saya mengerti Bahasa Sunda, saya mengerti logat Sunda. Nanti di lain waktu saya bisa berbahasa Jawa, saya bisa dan fasih berlogat Jawa, tetapi tentunya karena saya besar di Jakarta, maka saya lebih fasih bergaya Jakarta.
Tapi kemudian kalau menjawab tadi Pak Mochtar bilang, biarkan nanti Mbak Puti yang menjawab. Saya tidak akan menjawab malam ini.
Tetapi yang saya katakan bahwa, Kebudayaan Sunda adalah Kebudayaan tertua di Indonesia, kebudayaan Sunda atau Sunda adalah cikal bakal dari seluruh kerajaan-keraaan yang ada di tanah Jawa, jadi silahkan terjemahkan sendiri.
Kalau ditanya soal pengabdian, saya banyak baca buku tentang Bung Karno, saya banyak menyelami pemikiran-pemikiran Bung Karno. Saya rasa pengabdian dimana saja. Itu yang diajarkan oleh Bung Karno.
Ada satu wejangan yang diberikan oleh Kresna kepada Arjuna dalam kitab Bhagavadgita : “Karmane Evadhi Karaste Maphalesu Kadacana”. Artinya ; Kerjakanalah kewajibanmu sebaik-baiknya tanpa menghitung-hitung hasilnya. Itulah Saya..!!!
Tapi saya sangat bergembira, dan saya sangat berterimakasih karena saya bisa hadir dalam acara Kebudayaan ini, saya hanya berharap ini harus dilestarikan, ini harus menjadi identitas, baik dari Bekasi, maupun menjadi bagian identitas Nasional, produk Budaya, produk Kebudayaan, yang menjadi nilai-nilai luhur kita dalam berjalan, baik itu berpolitik, bermasyarakat, maupun bersosial.
Pertanyaan adalah ; apakah kita setelah selesai acara ini, melangkah keluar, apakah kita akan menjadi penggerak-penggerak untuk menjalankan Trisakti Bung Karno, Berkepribadian dalam Kebudayaan, untuk membentuk suatu kepribadian Bangsa, tanpa melihat Kebudayaan masa lalu kita?
Apakah kita mau menjadi sekedar pewaris Budaya saja, tanpa menghiraukan kemana arahnya generasi muda kita? Atau apakah kita menjadi agen-agen penggerak budaya, membentuk kepribadian Bangsa kita ke depan dengan membawa nilai-nilai luhur, kearifan lokal, budaya yang ada di bumi kita ini?
Jawabannya ada di hati Bapak-Ibu semua...
Jawabannya ada di Nurani Bapak-Ibu semua...
Tapi ingat pesan dari Bung Karno Founding Father kita ; “Kembalilah kepada jati diri Bangsa, kembalilah kepada jiwa Bangsa Indonesia, kembalilah kepada Pancasila..!!!”
Sekian
Terimakasih
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarokatuh.
Om Santi Santi Santi Om
Namo Buddhaya.
Merdeka!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H