Mohon tunggu...
Debora Michelle Valencia
Debora Michelle Valencia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Psikologi Universitas Pembangunan Jaya

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Susah Percaya Orang lain, Mari Kenali Trust Issue

8 Juni 2023   08:44 Diperbarui: 8 Juni 2023   08:55 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tulisan trust issue. Sumber foto: (https://www.shutterstock.com/image-photo/recycled-paper-note-pinned-on-cork-260225438)

"Aku tidak percaya orang lain, aku hanya percaya diriku"

Kepercayaan menjadi salah satu hal yang krusial bagi kebanyakan orang. Kepercayaan merupakan gerbang kita membangun hubungan dengan orang lain. Bayangkan jika kita tidak memiliki kepercayaan, maka tidak akan bisa terbentuk hubungan yang harmonis dengan orang lain dan juga tidak akan ada interaksi sosial yang bermakna. Tahukah kamu? Secara psikologis menurut teori Erikson (Mokalu & Boangmanalu, 2021), menyatakan bahwa kepercayaan kita itu mulai terbentuk sejak kita masih tahap bayi yaitu pada usia 0--1,5 tahun tepatnya kepercayaan kita dengan orang tua atau pengasuh kita. Nah, menarik kan! Kepercayaan ini dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Sayangnya di Indonesia, masih banyak keluarga yang kurang sadar akan pentingnya pola perkembangan anak pada masa awal. Padahal perkembangan anak berpengaruh besar terhadap kepribadian atau sifat anak yang dimunculkan hingga ia dewasa (Murni, 2017), termasuk mengenai kepercayaan terhadap orang lain.

Mengenal Lebih Dekat Trust Issue

Seorang anak pada tahap awal yang tidak bisa mengembangkan kepercayaannya kepada pengasuh atau orang tua akan memunculkan mistrust atau ketidakpercayaan (Mokalu & Boangmanalu, 2021), lama-kelamaan mistrust itu akan menyebabkan anak sulit percaya dengan orang lain, ini disebut trust issue atau krisis kepercayaan. Trust issue bisa terjadi disebabkan faktor pengasuhan yang buruk, pola asuh orang tua yang melepas, trauma, penolakan, pengalaman masa lalu yang buruk, krisis identitas, dan lingkungan sekitar yang cenderung mengabaikan. Anak yang memiliki masalah kepercayaan akan cenderung memiliki ciri, yaitu ingin melakukan sendirian, menghindari berinteraksi dan berdiskusi dengan orang lain, tertutup, dan menghindari hubungan yang mendalam.

Trust issue menjadi boomerang di kemudian hari yang menyulitkan kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Kita menjadi susah percaya dengan orang lain, bahkan dengan orang terdekat sekalipun seperti keluarga kita. Lalu, bagaimana sih cara mengatasi dan menghindari trust issue ini agar tidak terjadi? Berikut ada empat cara untuk kamu dapat mengatasi dan menghindari trust issue.

  1. Parenting atau Pola Asuh Orang Tua

Keluarga menjadi lingkungan pertama yang membentuk anak belajar berbagai hal, mulai dari sifat, sikap, dan pola pikirnya. Pola pengasuhan yang dilakukan orang tua memiliki peran dan pengaruh yang besar pada perkembangan anak. Gaya pengasuhan terhadap anak akan memengaruhi perkembangan sosial dan kepribadian anak (Sari et al., 2020). Anak bisa tumbuh memiliki kepercayaan yang baik dimulai dari pola asuh orang tuanya. Pentingnya kesadaran orang tua untuk menjadi orang tua yang aware akan pengasuhan anak yang benar sangat dibutuhkan. Orang tua harus bisa menjadi tempat ternyaman bagi anak untuk bercerita ataupun berinteraksi tanpa rasa takut. Dimulai dengan mengobrol hal-hal kecil dengan anak, orang tua menjadi panutan sekaligus teman terdekat anak. Hal ini bisa meningkatkan kepercayaan yang dibangun anak sejak masih kecil.

  1. Meyakinkan Diri untuk Percaya

Banyak orang yang mengalami trust issue karena penolakan, hubungan yang buruk dengan orang tua, dan lainnya. Faktor-faktor luar tersebut tidak bisa kita kendalikan sepenuhnya. Namun faktor dari dalam diri kita bisa kita kendalikan dengan meyakinkan diri sendiri untuk mau berubah. Kita meyakinkan diri sendiri kalau tidak semua orang tidak bisa dipercaya, banyak hal yang akan terjadi lebih baik saat kita membuka kesempatan diri kita untuk berelasi dengan orang lain. Dengan afirmasi positif tersebut, diri kita akan berusaha menerima apa yang terjadi dan tidak membatasi diri.

  1. Menaruh Ekspektasi yang Rendah

Banyak orang berpendapat kalau ekspetasi itu menyakitkan. Kita bisa kecewa karena ekspetasi kita yang kita pasang terlalu tinggi berbanding terbalik dengan realita yang ada. Kekecewaan ini membuat kita takut dan enggan percaya dengan orang lain, padahal bisa saja yang salah ekspektasi kita yang terlalu tinggi. Taruhlah ekspektasi yang rendah kepada orang lain dan kendalikan dirimu dari rasa kecewa. Maka ketika hal tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi kita, tidak akan membuat kita kecewa mendalam yang menjadi pemicu munculnya trust issue.

  1. Membangun Hubungan yang Mendalam

Tidak sedikit dari kita yang berinteraksi secukupnya saja. Pembahasan luar hanya sebagai formalitas belaka yang setiap harinya kita jalani. Pernahkah kamu menjalin hubungan dekat dengan teman atau pasangan? Membahas topik-topik lain selain tugas, kantor, pelajaran, dan lainnya. Berdiskusi panjang lebar untuk mengetahui satu sama lain. Hal ini perlu diterapkan sebagai bentuk kepercayaan kamu terhadap orang lain. Hidup tidak selalu tentang diri kamu yang berjuang sendirian, tetapi tentang kita yang saling melengkapi untuk berjuang bersama.

Membangun kepercayaan merupakan proses yang panjang. Ketidakpercayaan yang berulang memunculkan trust issue, hal ini tidak bisa kita hindari banyak terjadi di kalangan muda saat ini. Banyak orang yang sulit percaya dengan orang lain. Kepercayaan menjadi pondasi yang kokoh untuk berelasi. Perlunya parenting yang baik sejak dini dan kesadaran diri kita yang mau berubah untuk percaya dengan orang lain dan menaruh ekpsektasi yang rendah menghindari kekecewaan. Menjadi kunci utama agar kita Jangan jadikan trust issue ini menjadi label di diri kita. Tetapi, jadikalah pengingat untuk kita berubah menjadi versi kita yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun