Mohon tunggu...
Dewa Ayu Putu Debita
Dewa Ayu Putu Debita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lagi-lagi Perempuan

12 Juni 2022   12:25 Diperbarui: 20 Juni 2022   17:34 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bagi saya tumbuh menjadi seorang perempuan bukanlah hal yang mudah, terlebih saat saya dewasa seperti sekarang. Banyak sekali pemberitaan yang berhubungan erat dengan perempuan, mulai dari berita kekerasan seksual hingga kasus kematian artis perempuan yang kelihatannya selalu menarik perhatian jika, dibandingkan dengan kasus kematian artis laki-laki. Contohnya saja yang kemarin sempat hangat dibicarakan oleh warga internet yaitu, kematian artis Vanessa Angel dan salah satu selebgram Edelenyi Laura. Disini saya tidak akan membicarakan kronologi kematian artis dan selebgram diatas, tapi tentang bagaimana pemberitaan media online berlomba-lomba membuat berita sebanyak-banyaknya mengenai topik tersebut. Saya melihat ternyata pemberitaan tentang kematian artis perempuan sengaja dimanfaatkan oleh pihak-pihak media untuk mendulang klik semata. Bahkan judul pemberitaan di media online banyak yang tidak sesuai dengan isi dari pemberitaan yang ada, dan hal inilah yang banyak dikonsumsi oleh warga internet, mereka pastinya akan membuka pemberitaan dengan judul-judul yang menggugah dan diluar dugaan.

Saya sebetulnya cukup gerah dengan berbagai pemberitaan online yang nyeleneh apalagi menyangkut perempuan, dan dalam hal ini pemberitaan kematian artis perempuan menurut saya sudah cukup keterlaluan. Dari apa yang saya lihat pemberitaan yang muncul tidak jarang membahas kasus-kasus lampau, yang pernah dialami oleh artis perempuan bahkan, ada pula beberapa berita yang ternyata hoax dan sengaja dibuat untuk memanfaatkan momen saat kematian artis perempuan tersebut. Menyedihkan memang, saat keluarga artis tersebut sedang berduka ada aja pihak yang memanfaatkannya dengan cara-cara yang menurut saya receh hanya demi sebuah keuntungan. Lalu timbul pertanyaan dalam benak saya, dalam membuat sebuah berita para jurnalis pastinya akan berpatokan pada Kode Etik Jurnalistik. Lantas mengapa mereka berani membuat berita-berita bisa dibilang tidak ada nilainya dan kemudian di publish, apa yang seperti itu bisa disebut seorang jurnalis profesional.

Menurut saya seorang jurnalis yang profesional adalah mereka yang memiliki etika, entah itu saat bekerja ataupun di dalam kehidupan sehari-hari. Kita juga sebagai manusia yang diberi akal dan pikiran oleh Tuhan harusnya mempunyai etika jika ingin diakui sebagai manusia yang beradab. Dari sebuah jurnal yang saya baca etika ternyata merupakan sebagian dari ilmu pengetahuan dan ragam ilmu pengetahuan salah satunya adalah filsafat ilmu pengetahuan. Ada salah satu contoh judul berita yang dipublish di media online saat kematian artis perempuan yang berjudul "Singgung Kematian Vanessa Angel, Netizen: Dia Kena Azab Karena Melacur" dari berita ini kira-kira siapa yang tidak beretika? apakah pihak media online atau justru netizen yang berkomentar. Jika saya harus memilih saya tidak akan memilih diantara keduanya, karena seharusnya hal seperti ini tidak seharusnya dijadikan sebuah berita saat keluarga artis tengah berduka dan merasa kehilangan. Dan sebagai seorang netizen yang berakal dan memiliki etika tidak sepantasnya mengeluarkan kata-kata seperti itu di media sosial, karena mungkin memang tidak semua manusia memiliki etika di dalam kehidupannya. Pihak media online juga seharusnya bisa meliput berita yang lebih berkualitas dan terpercaya untuk dapat diberitahukan kepada warga internet, karena saya yakin jika semakin banyak media online berita berkualitas akan pula menghasilkan warga internet yang berkelas. 

Dalam mata kuliah filsafat yang pernah saya pelajari ada membahas mengenai Falsifikasi. Yang menurut saya masih cukup relevan jika digunakan untuk menghadapi pemberitaan online seperti yang dibahas tadi. Falsifikasi sendiri merupakan cara pandang terhadap suatu hal berdasarkan sisi kesalahan, jika hal tersebut salah maka akan dilakukan berbagai upaya untuk membuktikan jika hal tersebut memanglah salah. Seperti halnya warga internet saat membaca sebuah berita yang cakupannya mengenai kematian artis perempuan, akan lebih baik jika setelah membaca berita tersebut kita mencari tahu apakah berita tersebut benar-benar sesuai atau tidak. Ada beberapa langkah-langkah seperti, melakukan perbandingan-perbandingan secara logis dengan pemberitaan yang lain, kemudian melihat kesesuaian antara berita yang menjadi perbandingan, dan selanjutnya kemungkinan kita dapat mengetahui apakah berita tersebut benar atau tidak.

Sadar atau tidak perempuan memang sering dijadikan sebagai sebuah objek, seperti yang saya bicarakan sebelumnya mengenai kasus kematian artis perempuan yang terus diberitakan baik dalam media online maupun media lainnya. Bahkan bila yang mengalami kasus adalah seorang artis perempuan yang cantik ataupun seksi. Seperti halnya yang dulu pernah hangat adalah kasus kematian artis Julia Perez, yang saat itu terus menerus di beritakan mulai dari berita yang penting hingga yang remeh temeh yang sengaja dibuat. Saya melihat pemberitaan seperti ini termasuk kedalam kekerasan simbolik, entah itu benar atau tidak tetapi pandangan saya saat ini seperti itu. Di dalam sebuah jurnal, kekerasan simbolik menciptakan sebuah sistem sosial yang bersifat objektif, dimana pihak yang didominasi menerima dengan begitu saja tanpa mempertanyakannya, dan akan terbentuk kelompok dominan dan kelompok yang didominasi.

Kekerasan simbolik adalah kekerasan yang paling sulit diatasi kenapa seperti itu? karena kekerasan simbolik tidak nampak, tidak ada bekas lukanya, tidak ada trauma bahkan korbannya tidak merasa jika dirinya mengalami kekerasan tersebut. Jika dikaitkan dengan kasus kematian artis perempuan diatas, kelompok dominan adalah pihak-pihak media dan kelompok yang di dominasi adalah artis perempuan tersebut. Kekerasan simbolik dapat dilihat berdasarkan tiga konsep yaitu ras, gender, dan kelas. Dan pada kasus ini kekerasan simbolik terjadi pada gender, yaitu kepada perempuan. Namun di dalam jurnal juga disebutkan bila kekerasan simbolik pada gender bukan semata karena pihak medianya namun, kekerasan ini juga merupakan pengakuan dari pihak perempuan. Jatuhnya memang kedua belah pihak sama-sama meng-iyakan namun mereka tidak menyadari bila hal tersebut merupakan kekerasan simbolik.

Banyak sekali pemberitaan yang berhubungan erat dengan perempuan, mulai dari berita kekerasan seksual hingga kasus kematian artis perempuan yang kelihatannya menjadi hal yang disukai oleh warga internet. Disini saya juga mencoba menggunakan tiga konsep dalam filsafat yaitu mengenai falsifikasi, etika dan kekerasan simbolik. Melihat bagaimana media online terus memanfaatkan topik tersebut tanpa memikirkan bagaimana akibat dari pemberitaan tersebut. Namun yang menjadi highlight disini adalah perempuan yang menjadi objek dalam pemberitaan tersebut, terlebih mengenai kekerasan simbolik yang tidak mereka sadari dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Saya berharap kepada pihak-pihak media baik online maupun cetak untuk dapat menciptakan berita yang lebih berbobot lagi, dan tidak merugikan pihak manapun. Sebagai warganet saya ingin berpesan jadilah warganet yang pintar dan selektif dalam pemilihan berita. Dan terakhir saya juga ingin bersuara sebagai perempuan yang kerap kali mengalami berbagai hal yang memberatkan baik dari lingkungan masyarakat, bahkan di dalam dunia internet. Untuk berhenti menjadikan perempuan sebagai objek yang merugikan kami sebagai perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun