Mohon tunggu...
Debi Rachmi
Debi Rachmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Karena sepi dirayakan, ramai direnungkan!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyoal Cacatnya Pendanaan Program 'Sekolah Adiwiyata'

19 Juni 2023   10:30 Diperbarui: 19 Juni 2023   11:21 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terima kasih kepada sejumlah pihak yang telah bersedia untuk berkontribusi dalam kelancaran kepenulisan artikel ini. Semoga artikel ini dapat menjadi bahan evaluasi untuk kita bersama.

Degradasi lingkungan tampaknya menjadi polemik serius yang tak berkesudahan. Bagaimana tidak? Bumi seakan murka terhadap perilaku serampangan yang selama ini dilakukan oleh umat manusia. Berbagai persoalan pelik, seperti deforestasi, tereduksinya biodiversitas alami, dan iklim yang kian terfluktuasi, merupakan beberapa implikasi dari pengkhianatan manusia terhadap lingkungan. Padahal, bila menilik lebih jauh, kecacatan lingkungan ini sejatinya dapat merampas kesejahteraan hidup umat manusia. Manusia membutuhkan sejumlah sumber daya untuk dapat menyambung kehidupan mereka. Apabila terjadi kelangkaan sumber daya akibat tereduksinya kualitas lingkungan, maka hal tersebut jelas mengancam eksistensi umat manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, diperlukan upaya-upaya pro-aktif dalam mengembalikan kemolekan lingkungan agar kembali lestari seperti sediakala.

‘Sekolah Adiwiyata’ agaknya menjadi salah satu wujud komitmen dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menanggulangi kecacatan lingkungan yang kian hari kian memburuk. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05, tahun 2013, mengenai “Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata” menjadi landasan utama dalam berjalannya program tersebut. Pembentukan program ini juga selaras dengan cita-cita gemilang yang telah disepakati oleh seluruh warga dunia akan keresahan mereka terhadap buruknya kualitas lingkungan, yang kemudian dituangkan melalui Sustainable Development Goals (SDGs). Tujuan utama dari program Sekolah Adiwiyata ini sendiri adalah memupuk kecintaan warga sekolah terhadap perbaikan ekosistem melalui diversitas kegiatan yang bersifat pro-aktif.

Bertolak dari Bahasa Sansekerta, istilah ‘Adiwiyata’ memiliki makna filosofis yang cukup mendalam. Kata 'Adi' yang berarti mulia atau agung, dan 'Wiyata' yang berarti tempat untuk memperoleh pengetahuan, maka secara keseluruhan ‘Adiwiyata’ sendiri dapat digambarkan sebagai suatu tempat gemilang untuk memetik sejumlah pengetahuan dan nilai etika yang dapat digunakan masyarakat sebagai acuan dalam mencapai kesejahteraan sosial dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Dilansir dari laman data.jakarta.go.id, terdapat 467 sekolah di seluruh Jakarta yang telah berhasil menerapkan program Sekolah Adiwiyata pada tahun 2022. SDN Kampung Rawa 02 merupakan salah satu dari sekian banyak sekolah yang berhasil mendapatkan gelar anugerah ‘Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi’ dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia. Sekolah yang terletak di belakang Kantor Kelurahan Kampung Rawa ini, mengawali keberhasilannya dalam mengaktualisasikan kurikulum berbasis lingkungan sejak tahun 2019 lalu. Pendekatan bersifat holistik dan kelingkungan selalu dikedepankan dalam setiap proses pembelajaran, hal ini didukung pula dengan dibentuknya sebelas kelompok kerja (pokja) yang terdiri atas guru pendamping dan para siswa untuk mengeksekusi langsung jalannya kurikulum berbasis lingkungan ini. Kelompok kerja tersebut terdiri atas: Pokja Bank Sampah, Pokja Hidroponik, Pokja Komposting, Pokja Biopori, Pokja Tanaman Obat, Pokja Perkebunan, Pokja Tabulampot, Pokja Lele dan Nila, Pokja Daur Ulang, Pokja perasi Semut, dan Pokja Kantin Sehat.

Setiap kelompok kerja memiliki tanggung jawab dan fungsi yang berbeda. Sebagai contoh, Pokja Bank Sampah memiliki tanggung jawab untuk memastikan daur ulang sampah dapat berjalan dengan baik dan lancar. Tugas pokja ini meliputi pengorganisiran penerimaan sampah, pengelolaan sampah, hingga pengolahan sampah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Berbeda dengan Pokja Bank Sampah, Pokja Komposting memiliki tanggung jawab untuk memastikan proses pembuatan kompos dapat berjalan dengan lancar, mulai dari pengumpulan bahan organik, seperti kulit bawang dan daun kering, hingga proses distribusi dan penggunaan kompos itu sendiri.

Sayangnya, dalam implementasi program tersebut, sebagian pokja tidak dapat bekerja secara maksimal akibat absennya beberapa media dan fasilitas penunjang, seperti tidak tersedianya mesin pencacah yang dibutuhkan oleh pokja komposting dalam pembuatan kompos. Tidak tersedianya mesin pencacah sangat berimplikasi pada lamanya jangka waktu produksi, bahkan dapat mempengaruhi kualitas dari kompos itu sendiri. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memang tidak memberikan anggaran khusus untuk kebutuhan operasional dalam menjalankan program Sekolah Adiwiyata. Padahal, pendanaan sangat diperlukan untuk kelancaran suatu program. Cacatnya pendanaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memaksa pihak sekolah untuk mencari solusi secara mandiri dalam mengatasi kebutuhan operasional program. Biasanya, mereka hanya mengandalkan Dana BOS. Padahal, anggaran dari Dana BOS sendiri tergolong sangat terbatas sehingga dana tersebut hanya dapat dipergunakan oleh pihak sekolah untuk kebutuhan yang bersifat krusial saja. Implikasinya adalah beberapa fasilitas penunjang tidak dapat terpenuhi dengan baik dan menyebabkan beberapa pokja tidak bekerja secara maksimal.

Untuk mengakali minimnya anggaran, SDN Kampung Rawa 02 juga telah berupaya menjalin kerja sama dengan pihak lain agar kebutuhan operasional mereka dapat tercukupi. Dinas Tata Kota Jakarta Pusat kerap kali mengirimkan beberapa barang kepada SDN Kampung Rawa 02 untuk menjalankan program Sekolah Adiwiyata, seperti mengirimkan tanah dan bibit tanaman toga. Namun, pengiriman barang-barang tersebut sangat bergantung pada persediaan barang. Apabila ketersediaan barang tersebut sedang tidak tersedia, maka Dinas Tata Kota Jakarta Pusat tidak dapat mengirimkan barang-barang yang diajukan oleh pihak sekolah untuk kebutuhan operasional program. Oleh sebab itu, permasalahan pendanaan masih menjadi hambatan terbesar bagi pihak sekolah dalam menjalankan program Sekolah Adiwiyata.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seharusnya lebih memperhatikan kebijakan yang berkaitan dengan pendanaan program, hal ini bertujuan agar program Sekolah Adiwiyata dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran. Program ini sejatinya memiliki cita-cita luhur yang selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs), sehingga amat disayangkan apabila permasalahan pendanaan masih menjadi penghalang terbesar bagi kelancaran program tersebut. Oleh sebab itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hendaknya mencanangkan anggaran dana untuk program Sekolah Adiwiyata dan lebih berkontribusi dalam implementasi program tersebut. 

⸺ Debi Rachmi, 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun