Baru-baru ini Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan pedoman mengenai pengujian faktur pajak yang dapat dikreditkan melalui surat edaran dengan No. SE-45/PJ/2021. Dalam surat edaran tertuang mengenai keseragaman pemahaman mengenai perlakuan PPN dalam faktur pajak yang dapat dikreditkan sebagai faktur pajak masukan.
Sistem perpajakan kita menganut self assement dimana Wajib Pajak menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sehingga dalam menghitung pajak pertambahan nilai (PPN) Wajib Pajak dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak menghitung, menyetor dan menghitung sendiri jumlah pajak pertambahan nilai yang terutang. Pajak pertambahan Nilai termasuk kedalam jenis pajak tidak langsung,karena pada prinsip yang menanggung pajak adalah pengguna barang kena pajak atau jasa kena pajak, namun penyetoran dan pelaporan PPN nya menjadi tanggung jawab penjual barang kena pajak atau jasa kena pajak. Sebagai bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur pajak. Faktur pajak yang diterbitkan oleh Penjual dapat dijadikan sebagai pajak masukan dan pengurang pajak keluaran Pembeli. Pajak masukan yang dapat dikreditkan harus memenuhi ketentuan formal dan material sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan selain pajak masukan yang dikreditkan harus berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan.
Pada saat Pemeriksaan PPN, Pemeriksa melakukan konfirmasi pajak masukan kepada Penerbit faktur pajak dalam hal ini kepada Pihak Penjual. Konfirmasi yang dilakukan oleh Pemeriksa akan mendapat jawaban dari pihak Penjual berupa : tidak sesuai, sesuai, ada atau tidak ada. Konfirmasi dari Penerbit sering menimbulkan sengketa pajak jika Penerbit faktur pajak memberikan jawaban tidak sesuai atau tidak ada. Pembeli harus membayar pajak masukan yang telah dikreditkan sebagai akibat dari konfirmasi tidak ada atau tidak sesuainya faktur pajak masukan yang telah dilaporkan oleh Penjual. Dalam undang-undang perpajakan tanggung renteng PPN tidak dapat diberlakukan selama Pembeli bisa membuktikan bahwa Pembeli telah membayar kepada Penjual atas pajak masukan yang telah diterbitkan, namun argument ini terkadang tidak semua dapat diterima oleh Pemeriksa Pajak, walaupun Wajib Pajak telah menunjukkan adanya arus uang maupun arus barang atas pajak masukan yang dikreditkan.
Sehingga Langkah yang tepat Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan pedoman terkait keseragaman mengenai perlakuan PPN dalam faktur pajak masukan yang dapat dikreditkan. Dalam surat edaran disebutkan 4 (empat ) point utama terkait konfirmasi pajak masukan dari Penjual yaitu :
a. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen terpenuhi dan konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “ada dan sesuai”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal dan bukan merupakan PPN atas pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN.
b. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen terpenuhi namun konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “tidak ada”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal dan bukan merupakan PPN atas pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN.
c. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen tidak terpenuhinamun konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “ada dan sesuai”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
d. Dalam hal pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa, dan arus dokumen tidak terpenuhi dan konfirmasi Faktur Pajak menyatakan “tidak ada”, maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
Dalam surat edaran juga disebutkan bahwa faktur pajak masukan yang dikreditkan selain memenuhi ketentuan formal dan material serta secara arus uang, arus barang atau perolehan jasa terpenuhi namun tidak ada pada saat dikonfirmasi kepada Penjual, tetap dapat dikreditkan oleh Fiskus akan ditindaklanjuti dengan pengawasan yang dilakukan pada KPP terdaftar. Dengan adanya pedoman ini Wajib Pajak yang diperiksa tidak dikenakan tanggung renteng atas pajak masukan yang dikreditkannya. Selain itu dalam surat edaran tersebut juga diatur jika pajak masukan yang dikreditkan pada saat konfirmasi ada dan sesuai maupun tidak ada serta pada saat dilakukan pengujian arus uang, arus barang atau perolehan jasa dan arus dokumen tidak terpenuhi, oleh Fiskus akan ditindaklanjuti sebagai informasi, data, laporan, dan pengaduan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan mengenai petunjuk pelaksanaan pengembangan dan analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan.
Dengan diterbitkannya surat edaran tersebut diharapkan Wajib Pajak sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengkreditkan faktur pajak fiktif namun harus memenuhi ketentuan formal dan material. Serta dengan adanya surat edaran tersebut diharapkan keseragaman dan perlakukan yang sama antar Fiskus Ketika melakukan konfirmasi pajak masukan yang dikreditkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H