Selama ini yang kita ketahui bersama, FPI (Front Pembela Islam) yang dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab selalu bertentangan dengan pemerintahan Jokowi.
Setiap celah selalu akan jadi kesalahan. Seperti Aksi Bela Islam yang dilakukan hingga dua kali. Terlepas dari benar atau salahnya presiden Jokowi, apakah harus dengan demo untuk bisa memperbaiki bangsa ini.
Kendati demikian, walaupun sering berseberangan dengan Jokowi, tetapi Jokowi tidak pernah menganggapnya sebagai musuh.
Sebagai buktinya presiden Jokowi malah merangkul beberapa pimpinan Aksi Bela Islam tersebut untuk diundang ke Istana.
Pertemuan antara Presiden dan ulama ini sudah pasti menghebohkan publik lantaran para ulama tersebut kerap mengkritik pemerintah. Tentu hal ini juga pasti ada penyebabnya, apa yang diharapkan Habib Rizieq Shihab dalam pertemuan ini, karena sudah pasti pertemuan ini atas izin darinya. Apakah maksudnya untuk rekonsiliasi terhadap sesuatu?
Dalam pertemuan itu, turut hadir Ketua Front Pembela Islam Shobri Lubis, Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam Muhammad Al-Khaththath, dan Ketua Persaudaraan Muslimin Indonesia Usamah Hisyam, serta turut hadir, Ustadz Slamet Maarif dan Ustadz Yusuf Marta.
Moeldoko, Kepala Kantor Staf Presiden, membenarkan adanya pertemuan tersebut, dia menuturkan Jokowi selalu berusaha berkomunikasi dengan berbagai pihak demi mewujudkan suatu keseimbangan.
Pasalnya, dalam negara yang demokratis, sulit menyatukan segala perbedaan yang ada. "Presiden itu guyub maunya, ingin mengakomodasi semuanya dalam suatu keluarga besar," ucapnya.
"Ini yang ingin dibangun Presiden. Bangsa ini jadi harmonis walaupun ada istilahnya bukan satu partai, satu ideologi, satu kelompok, dan seterusnya," tambahnya. (tempo.co)
Presiden berharap pertemuan antara pemerintah dan ulama itu bisa menyelesaikan banyak masalah yang ada di tengah umat.
Karena saat ini banyak isu-isu yang selalu mengatas-namakan agama, seperti baru-baru ini sedang diributkan yaitu berpolitik dimesjid, tentu tentang hal ini sah-sah saja jika tidak bertentangan dengan kebenaran.
Karena yang ditakuti adalah unsur-unsur dan bumbu-bumbu politik yang tidak baik tercampur kedalamnya, seperti yang diharapkan oleh Moeldoko agar masjid tidak dijadikan alat politik praktis.
"Pendidikan politik bagus untuk semua pihak dan bebas diajarkan di mana saja, termasuk di masjid. Tapi manakala di-switch sedikit menjadi politik praktis itu mengganggu kalau terjadi. Jadi tidak murni lagi syiar agamanya," katanya. (tempo.co)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H