Untuk itu pemerintah secara ketat menerapkan "Physical Distancing" dan pembatasan mobilitas orang ataupun dengan 'Tinggal di Rumah', disertai intervensi kesehatan masyarakat, sebagai upaya untuk memitigasi atau mengurangi Penyebaran Wabah Covid 19 secara lebih efektif. Karena cuaca yang sebenarnya menguntungkan ini, tidak akan berarti optimal tanpa penerapan seluruh upaya tersebut dengan lebih maksimal dan efektif.
Hingga hari ini, Jum'at 14 agustus 2020 kasus positif covid-19 di Indonesia sudah tercatat sebanyak 135.000 kasus terkonfirmasi. Hingga detik ini, tidak ada pihak manapun yang bisa memastikan akhir wabah covid-19 ini.
Seorang pejabat negara Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pernah mengatakan bahwa cuaca panas mampu membunuh virus corona. pernyataan tersebut menuai tanda tanya oleh banyak pihak. Secara sepintas apa yang beliau katakan ada benarnya. Wabah flu umum terjadi saat musim dingin, terdapat beberapa hal penyebabnya.
Pertama, virus lebih stabil pada suhu rendah, udara kering dengan kandungan ultraviolet yang rendah. Kedua, saat cuaca dingin, orang cenderung banyak didalam ruangan. Ketiga, daya tahan tubuh lebih rendah karena kekurangan vitamin D akibat berkurangnya sinar matahari. Apakah teori demikian berlaku untuk covid-19 ?
Hasil penelitian terkait kasus Covid-19 masih beragam. Peneliti dari Universitas Fudan China yang hasilnya diterbitkan pada jurnal medRxiv pada Maret 2020 lalu menemukan data bahwa setiap terjadi kenaikan suhu 1 celcius, kasus Covid-19 menurun 36-57 % pada kelembaban 67-85,5%. Setiap kenaikan kelembaban 1% kasus Covid-19 menurun 11-22% saat suhu rata-rata sekitar 5 - 8,2 celcius.
Temuan tersebut dikuatkan oleh Dr Jingyuan Wang dari Universitas Beihang dalam tulisannya di jurnal SSRN. Ia menemukan fakta bahwa suhu dan kelembaban dapat memperlambat penyebaran Covid-19 meskipun tingkat penularan masih cukup tinggi.
Peneliti lain dari Universitas Milan yang telah meneliti pengaruh cuaca terhadap Covid-19 dengan cakupan 123 negara sebagai sampel memperoleh hasil yang mendukung temuan sebelumnya.
Seorang peneliti dan ahli dari Akademi Nasional Amerika Serikat, David A Relman mengatakan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi penyebaran transmisi virus Covid-19. Dalam hasil riset yang dikutip dari laman resmi Akademi Sains, Teknik, dan Kedokteran Nasional AS di Jakarta, Kamis (09/04/2020), masih banyak faktor lain yang memengaruhi.
David A Relman mengatakan bahwa meskipun beberapa penelitian menemukan fakta terdapat keterkaitan antara kemampuan survive virus corona dengan suhu lingkungan yang tinggi serta tingkat tingginya kelembaban di laboratorium bukanlah satu-satunya faktor penyebaran Covid-19.
Masih terdapat faktor lain diantaranya kemampuan virus bertahan hidup diluar inangnya yang menentukan besaran penularan human-to-human transmition pada kondisi sebenarnya. Dalam penelitiannya, dia mencantumkan beberapa hasil penelitian dari berbagai negara yang menunjukkan adanya hubungan antara suhu dan kelembapan yang tinggi dan kasus yang cenderung turun.
David mengambil contoh penelitian dari Hong Kong China yang menyebutkan virus SARS-CoV-2 bisa bertahan di suatu permukaan hingga 14 hari pada suhu 4 C, tujuh hari pada suhu 22 C, satu hari pada suhu 37 C, 30 menit pada 56 C, dan lima menit pada suhu 70 C.