Mohon tunggu...
Dedy Krisnawan
Dedy Krisnawan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perubahan Iklim, Bumi Memanas atau Mendingin?

8 Februari 2018   21:20 Diperbarui: 8 Februari 2018   23:51 2300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anomali suhu rata-rata global sejak 1880 hingga 2014.(NOAA) - http://sains.kompas.com/read/2015/01/18/21121291/2014.Tahun.Terpanas.Perubahan.Iklim.Nyata

Saat ini, Bumi kita sedang mengalami fenomena perubahan iklim global (Global Climate Change) yang disebabkan  peningkatan dari efek gas rumah kaca. Menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC), Perubahan Iklim adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan mengakibatkan perubahan variasi iklim yang dapat diamati dan dibandingkan selama kurun waktu tertentu. Sementara, efek gas rumah kaca merupakan proses meningkatnya suhu permukaan Bumi yang disebabkan oleh perubahan pada kondisi dan komposisi atmosfer sehingga panas dari matahari tetap berada di Bumi dan tidak bisa dipantulkan secara sempurna kembali ke atmosfer.

Perubahan komposisi atmosfer ini, disebabkan akibat peningkatan dari gas rumah kaca yang terkumpul pada ketinggian antara 6,2 - 15 km di atas permukaan bumi. Menurut Hairiah Kurniatun, dkk, dalam bukunya yang berjudul Perubahan Iklim: Sebab dan Dampaknya  terhadap Kehidupan, ada tiga jenis penyusun gas rumah kaca yang utama utama, yaitu karbondioksida (CO2), gas methana (CH4), dan gas dinitrogen oksida (N2O) yang mempunyai rentang masa hidup cukup panjang, 10 hingga 200 tahun.

 Ada penyebab alamiah yang berkontribusi terhadap fluktuasi iklim global, tetapi praktik industri-lah yang merupakan penyumbang terbesar di balik pemanasan global saat ini. Penyebab utama terjadinya global warming adalah berawal dari revolusi industri yang merupakan suatu revolusi dalam hal perubahan teknologi, sosioekonomi, dan budaya pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Tuntutan pertumbuhan populasi telah menyebabkan deforestasi hutan, pembakaran bahan bakar fosil, dan pertanian yang meluas. 

Kegiatan ini semua menghasilkan gas rumah kaca di atmosfer kita. Gas rumah kaca menahan panas dari matahari, sehingga tidak terpantulkan kembali ke angkasa. Hal ini menyebabkan atmosfer bumi memanas, yang dikenal sebagai efek rumah kaca. Menurut laporan terbaru dari NASA/GISS (2015), suhu global terus mengalami kenaikan sebesar 0,68 0C  dari tahun 1880 sampai dengan tahun 2014.

Anomali suhu rata-rata global sejak 1880 hingga 2014.(NOAA) - http://sains.kompas.com/read/2015/01/18/21121291/2014.Tahun.Terpanas.Perubahan.Iklim.Nyata
Anomali suhu rata-rata global sejak 1880 hingga 2014.(NOAA) - http://sains.kompas.com/read/2015/01/18/21121291/2014.Tahun.Terpanas.Perubahan.Iklim.Nyata
Peningkatan suhu global rata-rata secara tidak langsung akan mempengaruhi perubahan iklim di bumi. Ditandai dengan mencairnya sebagian  es yang berada di kutub utara dan kutub selatan Bumi, sehingga menyebabkan peningkatan air laut, menipisnya lapisan ozon. Kemudian akan terjadi ketidakstabilan musim dan iklim di dunia, terjadinya El nino, hingga munculnya berbagai wabah  penyakit. Di Indonesia sendiri, terjadi perubahan musim yang tidak menentu.

Sebagai contoh musim hujan dan juga musim kemarau, pada dasarnya masing- masing dari musim ini terjadi selama  periode enam bulan. Musim hujan dari November -- Maret dan musim kemarau dari Oktober -- April. Namun, dengan adanya pemanasan global terkadang membuat keberadaan musim - musim tersebut menjadi tidak teratur dan  sangat sulit sekali diprediksi kapan terjadinya. 

Kemudian, baru-baru ini berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, wilayah Indonesia mengalami fenomena 2 siklon tropis yang terjadi dalam waktu yang berdekatan, antara lain: Siklon Tropis Cempaka dan Dahlia, hal ini tentu dampak dari perubahan iklim yang terjadi. Meningkatnya suhu telah menyebabkan anomali cuaca di banyak daerah termasuk di Indonesia.

Sumber: BMKG
Sumber: BMKG
Namun, akhir-akhir ini muncul suatu pendapat mengenai kebalikan dari fenomena yang tengah kita hadapi saat ini. Fenomena ini dikenal dengan sebutan "Global Cooling" atau pendinginan global. Global Cooling menurut beberapa pemerhati lingkungan merupakan suatu titik balik dari fenomena Global Warming.

Berdasarkan pendapat dari Sorokhtin et al.(2007) dalam bukunya yang berjudul Global Warming and Global Cooling: Evolution of Climate on Earth,Sorokhtin dkk menolak hipotesis bahwa global warming adalah akibat manusia (anthropogenic). Menurut mereka, berdasarkan teori adiabatik, emisi gas CO2 dan gas rumah kaca lainnya dalam jumlah besarpun tak akan mengubah temperatur atmosfer global.

Menurut pendapat pakar yang mendukung teori fenomena pendinginan global, pada dasarnya yang menyebabkan perubahan iklim yang terjadi di alam saat ini adalah alam itu sendiri. Bumi mengalami proses pemanasan dan pendinginan yang silih berganti dalam periode 200-250 tahun sekali, terakhir kali terjadi pada tahun 1650-1850 dan peristiwa pendinginan global akan terjadi kembali pada tahun 2030 mendatang.

Beberapa teori yang mendukung fenomena pendinginan global ini, menyebutkan hal ini dapat terjadi karena matahari memiliki siklus pemanasan dan pendinginan, sehinga Bumi pun akan terpengaruh dari siklus matahari tersebut dan mulai mengalami pengeringan dan pelembaban serta suhu yang hangat dan dingin.

Selanjutnya, bedasarkan pendapat dari pusat penelitian di German GFZ, pendinginan global dapat terjadi secara signifikan yang disebabkan oleh "cahaya matahari minimum", yaitu ketika posisi bumi berada pada jarak terjauh dari matahari, sehingga mengurangi intensitas dari penyinaran matahari terhadap bumi. Terakhir, terdapat golongan yang berlawanan sifatnya dengan gas rumah kaca yaitu aerosol. 

Aerosol bersifat mendinginkan atmosfer. Aerosol adalah partikel halus yang berasal dari pecahan benda-benda padat di bumi. Sumber aerosol dan komposisinya secara global antara lain: debu, garam dari air laut yang terpercik bersamaan gelombang laut, abu sebagai hasil dari kebakaran hutan, dan sisanya berasal dari partikel asap sebagai hasil kegiatan industri.

Pendapat-pendapat diatas belum bisa dikatakan sebagai kebenaran, tetapi bukan juga merupakan sesuatu yang keliru. Pendapat diatas masih meiliki beberapa kelemahan yang menyebabkan pendapat tersebut belum bisa diterima secara sempurna. Karena, pada dasarnya pemanasan global dapat menyebabkan suhu yang awalnya normal menjadi lebih ekstrim.

Jadi, suhu pada malam hari yang normalnya memiliki selisih sekitar 20 oC, bisa menjadi berselisih lebih ekstrim dan saat siang hari suhu bisa menjadi sangat panas. Mungkin, hal inilah yang mendasari adanya pemahaman bahwa bumi pernah dan akan mengalami peristiwa pendinginan.

Sementara, penemuan gas baru (aerosol sulfat) juga belum dikatakan sebagai solusi, karena pada dasarnya, jangka waktu hidup CO2 dapat mencapai 100 tahun lebih di atmosfer, sedangkan aerosol sulfat hanya bertahan beberapa tahun saja. Untuk memprakirakan ke depan apakah pemanasan global atau pendinginan global yang akan terjadi, maka perlu dilakukan analisis lebih jauh dari masing-masing komponen pembentuk pemanasan global atau pendinginan global.

Sumber: https://reokta.wordpress.com/2010/02/15/pemanasan-global-atau-pendinginan-global/
Sumber: https://reokta.wordpress.com/2010/02/15/pemanasan-global-atau-pendinginan-global/
Sementara itu apa yang dapat kita lakukan apabila teori bahwa Bumi saat ini sedang mengalami pemanasan global, bukannya pendinginan global, seperti pendepat beberapa ahli sebelumnya? Setidaknya untuk mengurangi dampak yang sudah terjadi saat ini,  pengadaan reboisasi atau penanaman pohon kembali merupakan solusi jangka panjang yang terbaik, karena tanaman memiliki kemampuan utuk mengikat gas CO2 yang ada di atmosfer, dan merubahnya menjadi gas O2, sehingga dapat mengurangi ketebalan lapisan dari gas rumah kaca.

Karena, akibat perkembangan industri dan penggundulan hutan, telah meningkatkan kadar CO2 di atmosfer dalam 200 tahun terakhir. Selain itu, kita juga dapat untuk melakukan penghematan dalam menggunakan sumber daya listrik serta transportasi. Pengurangan dalam menggunakan alat penghasil karbon dan CFC akan sangat membantu dalam penanggulangan efek gas rumah kaca.

Dimulai dari hal kecil seperti ini, akan sangat berpengaruh terhadap keadaan iklim global kedepan. Kelestarian Bumi kita, harus tetap dijaga, karena ini merupakan aset untuk generasi selanjutnya. Apapun alasannya, manusia tetap menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Bumi ini. Jadi, perilaku yang baik dalam menjaga alam dengan sungguh-sungguh, tentu akan memberikan dampak yang positif pula terhadap keberlangsungan hidup dari makhluk hidup di Bumi ini.

Kata Kunci: Global Warming, Global Cooling, Gas Rumah Kaca

Penulis: Dedy Krisnawan

Sumber:

https://www.scribd.com/doc/106684698/Pendapat-Ahli-Yang-Kontra-Bahwa-Efek-Pemanasan-Global-Adalah-Akibat-Gas-Rumah-Kaca1

http://fatamorganakata.blogspot.co.id/2013/03/global-cooling_8603.html

http://gardasains.blogspot.co.id/2013/05/yang-terjadi-pendinginan-global-bukan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun