Mohon tunggu...
Desi Handayani Sagala
Desi Handayani Sagala Mohon Tunggu... Editor - Gov Public Relations | Social Causes Enthusiast

Seorang Praktisi Kehumasan Pemerintah yang mencoba menerangkan isu-isu kebijakan yang berkaitan dengan dampak sosial sekitar berdasarkan pengalaman dan pengamatan lewat tulisan dari kaca mata individu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pensiunan PNS Diminta Kembalikan Gaji, Kok bisa?

10 Juli 2024   22:10 Diperbarui: 11 Juli 2024   09:28 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berangkat dari kejadian yang menimpa seorang PNS Guru TK di Jambi yang diminta mengembalikan sejumlah nominal uang berupa gaji selama 2 (dua) tahun, tetapi statusnya bukan pegawai aktif lagi melainkan sudah dinyatakan memenuhi pensiun sebagai PNS. Pemberitaan ini belakangan ramai jadi sorotan lantaran viral di jagat maya sehingga dapat perhatian besar, mulai dari pejabat publik setempat hingga ke telinga para dewan. Ramai-ramai isu ini terkesan bahwa kejadian tersebut merupakan wujud ketidakadilan - ibarat air susu dibalas air tuba, pengabdian puluhan tahun dibalas minta uang tiba-tiba. 

Coba kita uraikan konteksnya secara menyeluruh!

Jadi PNS sendiri mengenal istilah jabatan struktural, jabatan fungsional dan jabatan pelaksana, di mana ketiga jenis jabatan ini berbeda secara peruntukan terutama ketentuannya. Jabatan struktural sendiri masuk rumpun manajerial di instansi pemerintah mulai dari pejabat pengawas sampai Pejabat Pimpinan Tinggi. Di luar lini manajerial tadi, ada yang disebut jabatan fungsional yang ditujukan untuk melakukan bidang-bidang keahlian tertentu di antaranya Guru, Dosen, Dokter dan masih banyak lagi, yang diatur dengan ketentuan tersendiri, yakni Peraturan Menteri PANRB 1/2023 dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) 3/2023, di mana daftarnya bisa dicek di website BKN via https://www.bkn.go.id/unggahan/2022/09/Profil-Jabatan-Fungsional-2020.pdf. Sementara jabatan pelaksana diperuntukkan untuk dukungan pelayanan, administrasi pemerintahan, dan pembangunan. Kelompok jabatan pelaksana sendiri juga diatur dalam ketentuan berbeda dengan jabatan fungsional, yakni lewat Peraturan Menteri PANRB 45/2022. 

Nah kalau menarik dari kasus Guru TK tersebut, perlu dilihat dulu apakah yang bersangkutan memangku jabatan fungsional atau jabatan pelaksana. Loh tetapi bukannya Guru masuk ke jabatan fungsional sesuai aturannya? Terminologi "GURU" dalam konteks manajemen ASN tidak serta-merta merujuk jabatan fungsional (kecuali) sejak awal melamar dan diangkat PNS jabatan fungsional Guru dan/atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) jabatan fungsional Guru. Bahkan keterangan syarat ketentuan bagi pelamar Guru juga disampaikan jika mengikuti seleksi CASN, apakah melamar PNS Guru atau PPPK Guru, dan jika dinyatakan lulus dilakukan pelantikan ke dalam jabatan fungsionalnya. Dengan kata lain, memiliki Surat Keputusan (SK) yang menerangkan bahwa PNS tersebut berstatus jabatan fungsional Guru. 

Dampaknya apa kalau bukan jabatan fungsional?

Jelas bagi PNS yang belum diangkat ke dalam jabatan fungsional dalam bidang apa pun masuk kategori jabatan pelaksana (di luar jabatan struktural), tetapi konotasi "belum diangkat" di sini bukan berarti semua PNS harus jabatan fungsional, karena jabatan pelaksana juga masih dibuka sesuai kebutuhan organisasi. Nah ketika PNS yang memangku jabatan pelaksana tentu memiliki Batas Usia Pensiun (BUP) yang berbeda dengan jabatan fungsional. Kalau BUP jabatan fungsional diatur pada kisaran 58 hingga 70 tahun, jabatan pelaksana memiliki BUP 58 tahun. Bisa spill di website BKN terkait kategori BUP sesuai jenis jabatannya via https://www.bkn.go.id/cek-batas-usia-pensiun-pns-berdasarkan-jenis-jabatan/. 

Berkaca dari situ, di mana yang bersangkutan mencapai BUP 60 tahun tetapi kemudian diminta mengembalikan gaji yang telah dibayarkan selama 2 tahun, artinya PNS tersebut dianggap seharusnya BUP pada usia 58 tahun karena dari sejumlah keterangan yang disampaikan pihak instansi, disebutkan bahwa yang bersangkutan bukan memangku jabatan fungsional meskipun selama aktif berperan sebagai Guru. Secara ketentuan memang jabatan pelaksana memiliki BUP 58 tahun tetapi (yang tidak logis) kenapa yang bersangkutan bisa diproses BUP-nya pada usia 60 tahun. Hal semacam ini perlu dilihat secara utuh, apakah karena yang bersangkutan memang belum diangkat jabatan fungsional sehingga tidak memiliki SK jabatan fungsional Guru, atau ada-tidak kekeliruan dalam proses identifikasi masa pensiunnya. 

Trus, bagaimana proses pengusulan hingga penetapan BUP PNS?

Secara teknis proses BUP PNS diuraikan pada Peraturan BKN 3/2020, di mana prosesnya secara keseluruhannya mulai dari instansi menyampaikan usul pemberhentian PNS yang mencapai BUP kepada Presiden (bagi PNS yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi dan jabatan fungsional keahlian utama) dan/atau tembusan ke BKN untuk ditetapkan Pertimbangan Teknis atau Perteknya berdasarkan kelengkapan usul dari instansi. Setelah Pertek ditetapkan, maka Presiden dan/atau Pejabat Pembina Kepagawaian instansi (dalam hal ini Menteri/Kepala Lembaga untuk instansi pusat atau vertikal; dan Gubernur/Walikota/Bupati untuk instansi daerah) menetapkan keputusan pemberian pensiun paling lambat 1 (satu) bulan sebelum PNS mencapai BUP. 

Jadi beberapa poin penting yang perlu dikonfirmasi dari kejadian ini, apakah PNS Guru tersebut telah diangkat sebagai jabatan fungsional Guru atau ternyata statusnya masih jabatan pelaksana? Lalu misalnya ternyata tidak, bagaimana penggajiannya selama aktif karena jabatan fungsional memiliki tunjangan jabatan tersendiri dan bahkan ada dana tertentu yang diatur untuk PNS jabatan fungsional Guru, misalnya terkait serdik dsj. Lalu seperti apa proses pengusulan BUP-nya yang berkaitan pula dengan lampiran dokumen pendukungnya, salah satunya misalnya SK Kenaikan Pangkat terakhir (di mana tertulis status jabatan yang dimiliki), serta keterangan pendukung lainnya. 

Persoalan semacam ini memang tidak bisa diterjemahkan secara parsial, harus ditelusuri dari hulu ke hilir. Kekeliruannya berawal dari apa dan bermuara di mana. Terlebih ketentuan manajemen ASN bukan hal yang awam bagi kebanyakan orang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun