Mohon tunggu...
Desi Handayani Sagala
Desi Handayani Sagala Mohon Tunggu... Editor - Gov Public Relations | Social Causes Enthusiast

Seorang Praktisi Kehumasan Pemerintah yang mencoba menerangkan isu-isu kebijakan yang berkaitan dengan dampak sosial sekitar berdasarkan pengalaman dan pengamatan lewat tulisan dari kaca mata individu.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Alasan Jangan Main Saham Dulu!

28 Juni 2024   21:56 Diperbarui: 29 Juni 2024   08:18 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semakin ke mari, investasi menjadi diksi yang cukup dekat dengan kalangan anak-anak muda khususnya di wilayah perkotaan. Animo generasi muda menjajaki dunia investasi ini berawal dari mencuatnya istilah aksi trading di pasar modal alias saham yang identik dengan keuntungan yang besar. 

Tidak hanya soal harga dan proyeksi keuntungan atau return yang menarik, perolehan dividen (KBBI: sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham), dan tren kepemilikan saham dari sebuah perusahaan atau disebut dengan emiten juga menjadi "gengsi" tersendiri. 

Terlebih istilah-istilah pasar modal, analisis fundamental, nilai harga saham, dan sejenisnya bahkan jadi semacam lifestyle pengelolaan uang biar gak terkesan dinilai konservatif atau old fashioned.

Avrist.com
Avrist.com

Pemula gak perlu terburu-buru main di pasar modal!

Sebagai pemula yang betul-betul "buta" dengan dunia investasi terutama menyangkut saham dan pasar modal, tidak disarankan FOMO (fear of missing out) untuk hal satu ini. 

Ibaratnya kamu mungkin boleh FOMO jadi fans musisi yang akan menggelar konser di Jakarta misalnya, tetapi setidaknya dampaknya bisa terhibur termasuk kepuasan update di media sosial, atau malah jadi beneran suka dengan karya musisi tersebut. Tetapi BIG NO untuk FOMO main saham apalagi sampai ikut-ikutan trading biar terkesan "keren dan disebut pemberani". 

Karena risiko yang tinggi dengan ritme yang dinamis mengingat pasar modal sangat dipengaruhi oleh persepsi dari segala sisi, sebaiknya buat yang awam dan newbie di dunia per-investasian tidak perlu coba-coba karena pasar modal bukan pilihan yang tepat untuk sekadar simulasi investasi. Apalagi kalau sampai nekad tanpa bekal yang mumpuni ditambah modal yang terbatas, bisa-bisa boncos atau rugi, bukannya untung malah buntung. 

Lebih baik riset terlebih dahulu pengetahuan dasar tentang finansial dan bidang disiplin yang membantu kita membentuk kerangka berpikir untuk bisa melihat sesuatu secara holistik, misalnya mengawali dengan cari-cari tahu informasinya di media sosial lewat sumber yang valid. Setelah melakukan riset kecil-kecilan di media sosial, ada baiknya baca buku-buku yang berkaitan dengan mindset kita memandang uang dan bagaimana uang bekerja. 

Beberapa rekomendasi buku bacaan (pengalaman sebagai pemula awam):

1. The Psychology of Money by Morgan Housel

2. BALANCE by Andrew Hallam

3. Rich Dad Poor Dad by Robert T. Kiyosaki

4. Emotional Intelligence by Daniel Goleman

5. Rebel Ideas by Matthew Syed

6. The Art of Thingking Clearly by Rolf Dobelli 

7. Success Habits by Napoleon Hill

8. The DIY Investor by Andy Bell

9. Atomic Habits by James Clear 

Dokumentasi buku-buku pribadi Desi Handayani Sagala
Dokumentasi buku-buku pribadi Desi Handayani Sagala

Jadi di awal sebelum memasuki pasar modal yang memiliki risiko tinggi, penting membekali diri mulai dari pengetahuan teknis tentang finansial, sampai dengan yang tidak kalah penting yaitu bidang disiplin lainnya yang membantu cara pandang kita melihat nilai uang berdasarkan tujuan dan preferensi masing-masing individu tentunya. 

Beberapa buku rekomendasi di atas justru tidak berkaitan langsung dengan ilmu finansial secara teknis, tetapi akan berguna membentuk pola pikir yang bermuara menjadi suatu kebiasaan (habit) saat memutuskan apa pun tindakan kita menyangkut uang dan segala plus-minusnya. Kebiasaan ini secara tidak langsung akan berguna juga saat nanti harus mengidentifikasi jenis sektor dan emiten pilihan di pasar modal dengan dinamikanya.

Khusus Pemula, Kenali Dunia Investasi lewat SBN

Sebetulnya dari aspek teknis, pasar modal dan Surat Berharga Negara atau dikenal dengan istilah SBN Ritel memiliki format yang berbeda, terutama dari segi risikonya. Tetapi komparasi keduanya tidak akan dibahas di sini. 

Balik lagi, jadi karena SBN yang identik dengan low risk mengingat penjaminnya adalah negara, instrumen satu ini terbilang ideal untuk memulai kebiasaan berinvestasi. Dengan kepemilikan SBN, bisa dibilang kita memberikan pinjaman kepada negara atau pemerintah melalui surat berharga yang diterbitkan secara periodik dengan penawaran yang beragam. Ibaratnya pembeli SBN sebagai kreditur (pihak yang meminjamkan uang) dan pemerintah sebagai debitur (pihak yang berhutang). 

Benefitnya apa? Tidak cuma modal yang akan diterima di akhir masa peminjaman, pemilik SBN juga akan menerima kupon atau interest setiap bulannya selama masa pinjaman, misalnya jenis SBN dengan masa 2 tahun artinya pemilik SBN berhak atas kupon bulanan selama dua tahun sampai dengan batas waktu jatuh tempo peminjaman. 

Setelah masa peminjaman berakhir, modal awal yang digunakan untuk membeli SBN tersebut akan dikembalikan ke kreditur. Jadi keuntungan yang diperoleh setiap bulannya lewat kupon tidak akan memotong modal yang diberikan di awal karena kupon itu menjadi harga dari nilai uang yang dipinjamkan. 

Dari sisi ini kita bisa belajar bahwa nominal uang kita jika ditempatkan pada instrumen investasi mempunyai nilai tersendiri karena sifatnya bertumbuh. Artinya kita mulai mengenal bagaimana ketika uang yang bekerja untuk kita dan bukan sebaliknya seperti yang kita lakukan setiap hari, yakni bekerja untuk uang.  

Tidak hanya itu, beberapa jenis SBN juga menawarkan hal menarik, di antaranya seperti besaran kupon yang diterima menyesuaikan perubahan suku bunga atau BI-Rate tetapi mempunyai batas kupon minimal sesuai dengan persentase yang ditawarkan per-produk. Jadi kalau misalnya membeli SBN dengan kupon sebesar 6,40% tetapi suku bunga BI sebesar 6,25%, kupon yang kita terima tetap dihitung berdasarkan persentase kupon minimal sebesar 6,40%. Sebaliknya, kalau suku bunga lagi tinggi katakan 6,50%, kupon yang diterima dihitung mengikuti suku bunga yang lagi berlaku tsb alias 6,50% sehingga bernilai lebih tinggi dari kupon minimal.

Jadi bisa dibilang sebagai kreditur atau pemilik SBN tidak akan dirugikan saat suku bunga turun karena sudah diberlakukan batas minimal. Sebaliknya, pemilik SBN akan diuntungkan jika suku bunga lebih tinggi karena nilai uang yang kita investasikan atau kupon yang diterima jadi bernilai lebih besar.

Ingat, keuntungan penawaran tadi bahkan bisa diterima tanpa perlu repot-repot melakukan apa pun setiap bulannya. Jadi kita bisa memperoleh passive income dengan membiarkan uang bekerja untuk kita. 

Penjelasan lebih rinci mengenai SBN termasuk kategori dan varian penawarannya bisa langsung cari tahu via https://www.djppr.kemenkeu.go.id/savingsbondritel. 

Gimana? Tampaknya bisa jadi pilihan menarik kan untuk kaum pemula, terlebih yang masih begitu awam dengan investasi.  

Jadi sembari membekali diri untuk berinvestasi pada instrumen yang lebih menantang seperti di pasar modal, instrumen SBN bisa dijadikan awal untuk memulai habit atau kebiasaan melihat dan menumbuhkan nilai uang yang dimiliki sehingga kita siap berhadapan dengan inflasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun