Tidak lama berselang setelah kubu Joko Widodo mengumumkan resmi bakal calon wakil Presiden yang akan mendampinginya pada Pilpres 2019 mendatang, sekaligus secara resmi merelease sejumlah partai politik yang berada di porosnya, pemberitaan mundurnya Asman Abnur yang sudah tak lagi menjabat sebagai Menteri Kabinet Kerja Jokowi di bidang Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) sejak siang ini ikut meramaikan pemberitaan beberapa hari belakangan.
Pemberitaan yang tersebar di media massa menyebutkan Asman Abnur merasa tidak enak tetap berada di Kabinet Kerja saat ini mengingat partai yang dinaunginya (Partai Amanat Nasional) tidak termasuk jajaran partai pendukung Jokowi di Pilpres nanti.Â
Bahkan politisi PDIP Puan Maharani yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) berkomentar bahwa keputusan mundurnya Asman dianggap sebagai "konsekuensi politik"
Well, bukan hal tersebut yang menarik perhatian saya sebagai netizen. Justru pengaruh dari kemunduran Asman yang sempat ramai dibicarakan netizen yang sudah lama menanti pengumuman seleksi CPNS 2018. Â Berita tersebut tampaknya sedikit membuat akun medsos Badan Kepegawaian Negara RI dibanjiri pertanyaan dan asumsi calon pelamar.
Menarik ketika menyoroti kebijakan penting seperti seleksi CPNS yang tentu tidak sedikit memakan anggaran negara ditentukan oleh kebijakan politis semacam ini. Mengigat isu penerimaan ini sudah lama beredar di media massa, bahkan dalam banyak kesempatan Asman Abnur sudah menjelaskan rencana penerimaan CPNS kepada pers, mulai dari rencana jadwal pelaksanaan sampai sistem rekrutmen yang disiapkan bersama BKN selaku Ketua Pelaksana Seleksi Nasional CPNS (Panselnas) sudah disampaikan ke publik.
Apa yang dikeluhkan netizen tentu masuk akal, ganti Menteri tentu turut mempengaruhi perencanaan yang sudah dilakukan sebelumnya, belum rampung dengan perencanaan yang ada, perencanaan akan kembali ke awal menyesuaikan dengan kebijakan pimpinan pengganti. Wajar netizen risau, karena dalam jajaran pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan saja belum bunyi kepastian.
Lantas terpikir, untuk rekrutmen saja terjebak dalam dilema itu, bagaimana nasib reformasi birokrasi yang digalakkan Pemerintah sebagai program prioritas sejak Kabinet Kerja Jokowi 2014 -- 2019.Â
Salah satu poin nawacita Presiden Jokowi Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Bersih khususnya dalam Pendayagunaan Aparatur Negara, saya kira tidak mungkin bisa maksimal selama dikelola kalangan politik yang sudah jelas terikat dengan berbagai kepentingan.
Ironis, di satu sisi Undang-Undang dan regulasi kepegawaian menuntut Aparatur-nya untuk bebas dari intervensi dan netral dalam politik, tapi Pemerintah sendiri menempatkan elit politik untuk mereformasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Jika pendayagunaan ASN di Indonesia ditangani dari elit politik, saya kira sulit menuntut ASN untuk benar-benar berintegritas. Kebijakan di bidang reformasi birokrasi saat ini misalnya sudah mengalami pergantian posisi Menteri PANRB untuk kali ketiga di era Kabinet Kerja sejak 2014.
Gerakan reformasi birokrasi sejauh ini hanya sebatas pergantian Menteri di bidang reformasi birokrasi, tidak ada langkah konkrit dan pasti untuk benar-benar mereformasi.